7. Bintang Mati

403 40 46
                                    

Halo! Sebelum baca bagian ke-7, ayo sama-sama intip Dione dan Rhea di ig;

d.ale3
rhea.shei

.Selamat Membaca.

____

Restoran sudah sepi. Di dalam ruangan hanya ada lima orang; Ares sang juru masak, Septa dan Sifa yang sedang mengelap meja. Selain tiga orang itu, di sebuah meja paling ujung ada Rhea yang masih terjebak bersama Titan.

Setelah berunding dengan pemilik restoran, Titan berhasil membuat Rhea menurut pada perintahnya. Laki-laki itu memang pintar merayu orang lain. Bermodal tawaran bayaran dua kali lipat dan wajah memelasnya, Titan berhasil membuat pemilik restoran memenuhi perintahnya meski dengan satu syarat, ia baru bisa makan bersama Rhea pada saat restoran sudah sepi.

"Nggak semua hal bisa lo beli sama duit lo itu!" Rhea berseru kesal seraya menancapkan garpu pada potongan daging yang sebelumnya ia potong dengan pisau.

Titan menopang dagu dengan telapak tangan besarnya. Cowok itu tersenyum lebar dengan mata yang tak lepas dari sosok Rhea. Titan mengamati daging yang baru saja masuk ke dalam mulut gadis itu. Rasanya menyenangkan sekali melihat Rhea mengerutu dengan mulut yang penuh dengan makanan.

"Dhwan ghuwe bhukhwan bwarang ywang--" kalimat yang terdengar tak jelas itu seketika terhenti saat Titan dengan cepat mengangkat gelas berisi jus jeruk dan mendekatkan sedotannya ke bibir Rhea.

Meski dengan raut kesal, Rhea memasukkan sedotan tersebut ke dalam mulutnya, lantas menyeruput jus tersebut sampai setengah.

Titan geleng-geleng kepala sejurus menurunkan gelas ke meja. "Ngomel mulu, sih, keselek 'kan lo jadinya."

Rhea melirik jam di pergelangan tangannya sekilas. Kemudian, cewek itu menghela napas pelan, memundurkan kursi lantas berdiri seraya bersedekap tangan. "Atas segala hormat, Tuan Titan Antonio. Saya mau cabut, waktu kerja gue udah selesai!"

Setelah kalimat itu terjun bebas dari bibirnya, Rhea merampas tasnya yang sebelumnya ia letakkan di meja sebelah tempat Titan duduk lalu melangkah keluar dari tempat. Ia sama sekali tak menghiraukan Titan yang sedari tadi ikut berdiri seraya menatap tak percaya pada punggung Rhea yang menjauh.

"Masih aja keras kepala, heran gue." Titan berdecak pelan seraya kembali duduk pada kursinya. Untuk kali ini, ia takkan mengejar Rhea. Untuk kali ini saja, ia biarkan gadis itu bernapas lega sebelum esok-lusa, mungkin ia takkan membiarkan Rhea berjalan meninggalkannya barang selangkahpun.

***

Ah! Malam dan segala kedinginannya lagi-lagi berhasil membuat Dione bernapas lega. Melegakan rongga-rongga dada serta otaknya sehingga ketenangan itu membuat lengkungan indah jatuh dengan sempurna di wajahnya. Laki-laki itu tersenyum, menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.

Laki-laki itu baru saja pulang dari tempat kursusnya. Tempat yang sudah berbulan-bulan tak pernah ia kunjungi. Untuk hari ini, entah kenapa kalimat dari Bi Mina membuatnya berniat masuk kelas kursus bisnis malam ini. Meskipun di sana Dione hanya duduk seraya menenggelamkan kepala di atas meja. Di dalam sana, Dione hanya bertahan kurang lebih sepuluh menit, selanjutnya ia keluar kelas dan beranjak pulang jalan kaki.

Dione melangkah melintasi jalan aspal yang dingin dan bisu. Bunyi mesin kendaraan di jalan raya tak ia hiraukan. Persis seperti sebuah kebisingan yang sangat jauh, di anta berantah. Entah di negeri mana. Di Bumi tempatnya berpijak, ia merasa menjadi asing. Tak apa. Ia sama sekali tak mempermasalahkannya. Karena baginya, menjadi asing di negeri yang asing adalah hal yang menyenangkan. Di bumi tempat ia tinggal, ia merasa asing tanpa harus diasingkan.

SATURNUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang