19. Pengecut

243 26 0
                                    

Gadis berambut cokelat gelap itu sedang berkutat dengan tugasnya. Sebentar lagi bel istirahat akan berbunyi, guru juga sudah keluar dari kelasnya. Namun, Rhea tetap saja enggan beranjak dari duduknya. Entah terlalu rajin atau malas menunda-nunda waktu, Rhea tetap saja berusaha menyelesaikan tugas Biologinya, padahal Bu Salwa sudah menjadikan tugas tersebut pekerjaan rumah karena waktunya tinggal lima menit lagi.

Di sebelah gadis itu, Phoebe memerhatikan dengan saksama kegiatan Rhea. Phoebe tersenyum kecil, merasa gemas dengan kerutan yang sesekali tercetak di dahi Rhea. Teman barunya itu memang sangat rajin.

"Akhirnya ...." Hela napas terdengar dari gadis berambut cokelat itu. Rhea meregangkan otot tangannya seraya menyenderkan punggung ke sandaran kursi. Sebenarnya ia tak sadar jika kelas sudah sepi, hanya Phoebe yang masih duduk di sampingnya.

"Udah selesai?" tanya Phoebe, membuat Rhea menoleh ke arahnya dengan cepat.

"Eh, lo kok masih di sini? nggak kantin?" Sebenarnya Rhea sedikit terkejut melihat Phoebe yang masih duduk di sampingnya. Kalau sudah mengerjakan tugas, Rhea kadang lupa dunianya.

Gadis yang akrab di panggil Be ini, tersenyum simpul menanggapi pertanyaan Rhea, "Aku nungguin kamu."

Rhea menegakkan duduknya, dahinya mengerut tanda bingung. "Ngapain nungguin gue?"

Phoebe tertawa pelan. "Itu, aku mau ke kantin bareng kamu."

Bibir Rhea terbuka kecil, membentuk huruf o. "Tapi gue ...."

Jangan temenan sama dia.

Tiba-tiba saja ucapan Dione kemarin terlintas di benaknya. Rhea diam sejenak, membiarkan kalimatnya tak terselesaikan. Dilihatnya sekali lagi wajah Phoebe yang masih tersenyum simpul, seperti menunggu jawaban dari Rhea.

Rhea menggigit bibir bawahnya. Ragu. Kemudian, gadis itu menggeleng samar. Ah, mungkin Dione memang sedang capek waktu itu, sehingga cerita Rhea tentang Phobe menjadikan Dione sangat sensitif. Lagi pula, Dione mengaku tak mengenal Phoebe, bukan? Jadi sah-sah saja jika Rhea berteman dan akrab dengan gadis dengan iris jelaga itu.

"Jadi gimana?" Suara Phoebe seketika melempar Rhea ke realita setelah ia bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Boleh deh."

***

Ada yang aneh dengan Dione hari ini. Biasanya, ia akan bersyukur jika Rhea tak menganggunya, terlebih pada saat jam istirahat. Tapi entah kenapa, saat ini ia malah merasa aneh karena Rhea tak kunjung terlihat. Biasanya Dione akan terlelap di pojok bangku perpustakaan seperti biasanya. Tapi kali ini Dione benar-benar tak bisa tidur. Ia sedikit cemas.

Semenjak Rhea menceritakan tentang teman barunya di kelas, Dione jadi cemas sendiri. Masalahnya, teman baru gadis itu adalah seseorang yang juga pernah ia kenal. Seseorang yang mungkin saja bisa menyakiti orang yang ia sayang, seperti dulu.

Namanya Phoebe, Phoebe Antariksa.

Suara Rhea semakin nyaring dalam batok kepalanya. Seolah diteriakan berulang kali, suara Rhea semakin nyaring di tengah sunyinya perpustakaan.

Kemudian, laki-laki itu mengeluarkan gawai miliknya dari dalam saku. Tangannya dengan lihai mengetik sesuatu di roomchat yang masih kosong, untuk seseorang. Send. Pesan itu terkirim dan meninggalkan centang dua. Belum dibaca.

Dione itu tipe laki-laki yang tak bisa menunggu, maka dari itu dikirimnya lagi pesan untuk gadis berambut senada dengan iris mata cokelat itu. Sampai akhirnya roomchat itu penuh dengan pesan spam dari Dione.

Dione meletakkan ponselnya di atas meja. Beberapa menit setelahnya, sebuah pesan masuk dari gadis itu.

SumpahtigakaliRheacantikbanget:
Apasih, Yon? Jangan nyepam ah!

SATURNUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang