Injury Time (1) : The Fallen Angel

1.1K 196 110
                                    

Gelap. Itu yang pertama kali dilihatnya ketika membuka matanya. Memar di badannya akibat pukulan dan tendangan Daniel masih terasa sakit. Dengan susah payah, dia berusaha bangun dari tempat tidurnya dan berjalan gontai menuju ke pintu. Nafasnya terengah-engah. Bahkan setiap langkah terasa sakit baginya.

Terkunci.

Irene menghela nafasnya dengan kesal. Rupanya Daniel belum juga membuka pintunya. Entah sampai kapan dia mengurungnya seperti ini. Bahkan dia tidak membukakan pintu baginya untuk makan malam. Apa orang itu ingin membunuhnya?

Dia menengok ke sekeliling dan melihat jam yang ada di dinding. Sekarang sudah pukul 8 pm, pantas diluar sudah gelap. Kedaan rumahnya sekarang sangat sepi, seakan tidak ada orang di dalamnya.

Apa Daniel sudah keluar?

Dia tidak tahu. Yang jelas dia harus segera keluar dari tempat ini.

"Daniel, buka pintunya!" Teriaknya sambil menggedor-gedor pintu. "Buka pintunya!" namun tidak ada seorang pun yang menjawab. Dia heran, kemana perginya orang di rumahnya.

"Daniel!" Teriaknya frustasi. "Damn it!" Dia menendang pintunya keras.

Ketika dia melihat ke arah jendela, sebuah ide ada di pikirannya. Dengan tertatih dia berjalan menuju jendela. Senyum mengembang di wajahnya ketika dia tidak mendapati mobil Daniel terparkir di halaman. Mungkin orang itu sedang keluar, dia tidak tahu.

Ini kesempatanku.

Dia lalu mengambil tas ransel dan memasukkan barang-barang pribadinya sekedarnya. Tak lupa jurnal yang selalu di bawa-bawa kemana pun dia pergi juga ikut dibawanya. Irene mengenakan jaket Seulgi untuk menutupi tubuhnya yang memar. Gadis berambut hitam tersebut kemudian bergegas ke jendela.

Beruntung bagi Irene, kamarnya berada di lantai dasar dan jendelanya tidak dipasangi pembatas seperti tralis. Setelah melempar ranselnya keluar, dia memanjat melewati jendela. Sayang, tubuhnya yang lemah membuatnya tergelincir ketika memanjat. Irene pun jatuh terjerembab ke tanah dengan keras.

"ARGH!" Pekiknya.

Irene menutup mulutnya, takut jika seseorang mendengar teriakannya. Meskipun luka yang baru saja dia dapatkan terasa sangat sakit. Dia melirik kaki kirinya, sepertinya kakinya terluka karena jatuh tadi. Dia bisa melihat celana jeansnya robek, dan lukanya mengeluarkan darah. Menahan nyeri yang teramat sangat, Irene berusaha bangkit. Dia memaksa badannya untuk bergerak, meskipun dia harus menyeret langkahnya.

Sedikit lagi, Rene. Kamu pasti bisa.

***

Mulut Jisoo tidak berhenti mengunyah ayam goreng yang baru saja dipesannya. Tidak ada hal menarik yang bisa dia lakukan di apartemennya saat ini. Bahkan tayangan Netflix di televisi pun diacuhkannya. Akhir pekan ini membuat moodnya berubah buruk. Wajahnya berubah kesal ketika mengingat apa yang menjadi penyebabnya. Harusnya dia menghabiskannya dengan berpesta di club sekarang. Sayangnya Rose mengacuhkan ajakan clubbingnya dan memilih untuk berkencan dengan laki-laki yang baru saja dikenalnya di club.

"Awas saja kalau dia mempermainkanmu. Jangan datang dan menangis padaku" Gerutunya sambil terus mengunyah ayam di tangannya. Dia memang tidak menyukai laki-laki yang mendekati Rose. Meskipun dia suka menghabiskan waktunya di tempat itu, dia tidak akan mengencani orang yang dikenalnya di club. Dia memegang teguh kata-kata Ed Sheeran dalam lirik lagunya yang berjudul Shape of You.

The club isn't the best place to find a lover

Bicara soal kekasih, dia menyadari bahwa sudah lama dia tidak berkencan. Terakhir kali dia berkencan yaitu dengan laki-laki brengsek yang ternyata selingkuh di belakangnya. Dia memergoki laki-laki itu sedang kencan dengan gadis lain di Starbucks. Tidak perlu basa basi lagi, Jisoo yang saat itu sedang memegang kopi Starbucks langsung menumpahkan semua isinya ke wajah laki-laki itu. Setelah di selesaikan dengan teriakan dan lemparan keras cup kopi ke wajah bodoh laki-laki itu, singkat cerita hubungan mereka berakhir.

Kang 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang