Suicide Goal (4) : I am Zero

972 193 113
                                    

Dia sangat membenci tempat ini. Aroma Rumah Sakit yang familiar membuat kepalanya pusing. Dinding putih yang harusnya membuat hatinya teduh, kini menjadi pemicu kenangan buruknya. Kenangan yang mengingatkannya pada Ibu dan neneknya.

Disana dia bisa melihat sahabatnya terbaring pasca operasi kakinya. Rasanya baru kemarin ketika sahabatnya bilang dia memiliki kaki besi. Tipikal orang yang tidak akan cedera meski jatuh berkali-kali. Harusnya sekarang dia tertawa, karena sahabatnya itu harus menelan ludahnya sendiri sekarang. Tapi tidak, bahkan humor paling lucu pun mungkin terasa hambar baginya sekarang. 

Delapan minggu. Waktu yang dibutuhkan Moonbyul pulih. Tapi bukan berarti setelah pulih, dia bisa kembali merumput di lapangan hijau seperti dulu kala. Hanya saja Moonbyul yang sekarang, tetaplah Moonbyul yang dulu. Gadis berambut pirang itu tidak menujukkan kesedihannya. Reaksinya bahkan diluar dari ekspektasi banyak orang. Dia tertawa. Gadis itu tertawa ketika dokter mengumumkan bahwa dia mungkin tidak bisa bermain sepak bola lagi. Dia hanya bilang bahwa mungkin setelah ini dia harus berjalan lebih lambat dari biasanya. Atau mungkin, dia harus segera merapikan barang-barangnya di loker pemain dan menggantung sepatunya untuk menghemat tempat candanya.

Reaksi Seulgi ketika pertama kali melihat kondisi Moonbyul adalah menangis. Gadis bermata monolid itu menangis seperti anak umur 5 tahun yang ingin permen, tapi tidak dibelikan oleh orang tuanya. Teman-temannya, Joy, Wendy, Lisa, Jennie ditambah Krystal yang melihatnya hanya terdiam. Mereka tidak mengolok-ngolok Seulgi karena dia cengeng. Dalam hatinya mereka juga berat menerima kenyataan pahit di depan mata mereka. Bahwa serigala Galaxy yang dulu biasa berlari kencang, kini telah tertatih.

Krystal memeluk pinggang Seulgi dengan erat. Kepalanya dia sandarkan pada bahu lebar Seulgi. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Karena dia tahu, saat ini kata-kata manis tidak bisa mengurangi kesedihan orang yang dicintainya. Naif memang, tapi dia hanya berharap sentuhannya dapat menenangkan Seulgi. Meski dia tahu, saat ini kapten Galaxy yang baru itu sangat terpukul.

"Aku sudah mendengar semuanya." Ujar Moonbyul.

"Dia harusnya membayar lebih dari itu!" Geram Lisa.

Seulgi melirik Lisa sekilas. Sorot matanya memendam kebencian yang amat besar. Dia tidak heran, sahabatnya bisa seperti itu. Bahkan sampai saat ini dia belum bisa memaafkan apa yang telah dilakukan Sulli pada Moonbyul.

Gadis berambut pirang itu hanya tersenyum kecil. "Tidak perlu. Itu sudah cukup."

"Apa maksudmu sudah cukup? Jelas-jelas Sulli sudah membuat kaki mu patah, Byul!" kesal Wendy.

"Aku sudah menerima ini semua. Tidak perlu dibesar-besarkan lagi masalahnya. Lagi pula balas dendam jelas tidak akan menyelesaikan masalah." Moonbyul menatap teman-temannya yang kini terdiam.

Gadis monolid itu adalah salah satu orang yang tidak bisa berkomentar. Moonbyul tetaplah Moonbyul. Tipikal orang yang tidak menaruh dendam, yang mungkin akan sangat jarang ditemui di sekitarnya saat ini. Jika Seulgi yang berada di posisinya sekarang, mungkin dia akan mengeluarkan sumpah serapah dan membenci kapten Goshford itu seumur hidupnya. 

Melihat wajah teman-temannya berubah, Moonbyul pun tersenyum. Dipandanginya semua sahabat-sahabatnya dengan wajah yang teduh.

"Dengar, aku bermain sepak bola sejak lama. Sudah banyak hal yang aku lalui. Mungkin kali ini Tuhan memberitahuku bahwa aku harus istirahat." Wajahnya memandangi kakinya yang diperban. "Mungkin sepak bola bukanlah takdirku. Selama di Rumah Sakit ini aku memikirkan banyak hal. Melihat bagaimana doker membantu banyak orang sangat menginspirasiku. Mungkin setelah ini aku ingin menjadi seorang dokter atau fisioterapis. Sehingga jika salah satu dari kalian cedera, aku bisa mengobati kalian."

Kang 20Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang