Suara langkah kaki seseorang menggema di sebuah koridor sekolah. Matanya memandang sekeliling dengan awas. Kalau-kalau orang lain melihat gerak geriknya. Dijinjingnya ransel biru dipundaknya layaknya siswa biasa. Kepalanya ditutupi dengan hoodie hitam, dan wajahnya ditutupi dengan masker. Ketika melihat bayangan yang berada di depannya, dengan cepat dia bersembunyi dibalik dinding, menanti agar orang itu cepat pergi. Sebuah helaan nafas pelan dilontarkannya tak kala orang tersebut sudah tidak terlihat lagi dalam radarnya. Tiba-tiba sebuah tangan memegang bahunya dari belakang.
"Mau kemana kau?" Tanya orang itu tiba-tiba.
Orang tersebut terdiam. Dia menelan ludahnya cepat. Dia tidak tahu apakah orang yang dibelakangnya itu laki-laki atau perempuan, karena suaranya tidak terlalu jelas. Dalam hatinya dia berdoa. Semoga yang menangkapnya bukan Nona Jessica Jung atau lebih parah Tuan Bogum Park. Mereka terkenal tidak kenal ampun dalam hal kedisiplinan.
"Ah, aku mau ke kelas. Iya ke kelas." Jawab orang tersebut dengan gugup.
Sial, kini aku terlihat sangat mencurigakan!
"Ke kelas katamu?" Tanya orang itu. Kini dia yakin orang yang menghentikannya adalah wanita. Tunggu, sepertinya suara ini familiar―
"Iya, aku mau ke kelas." Ujarnya terlalu bersemangat.
Tidak ada suara selama beberapa saat. Itu membuat dia sangat bingung. Tiba-tiba saja orang tersebut tertawa karena kaget, dia menoleh ke belakang dan―
"Wendy?!" Pekiknya kaget.
Dengan senyum lebar yang menunjukkan barisan gigi yang rapi, Wendy mendengus pelan.
"Aku tidak tahu kalau kelas Matematika ke arah sana, Seul." Canda Wendy. "Lagi pula, penampilanmu terlalu mencurigakan untuk datang ke kelas. Kau seperti mau mencuri sesuatu, merampok bank mungkin."
Seulgi melepas masker di wajahnya dan membuka hoodienya. Dia lalu menarik Wendy ke arah loker. "Stttt―" Bisiknya. "Kau gila ya? Aku bisa ketahuan Tuan Park jika suaramu yang sebesar speaker gymnasium itu tidak dikecilkan."
"Kau mau membolos lagi kan?" Tuduh Wendy tajam.
Gadis bermata monolid itu menggaruk-garuk lehernya yang tidak gatal. "Ya, kau kan tahu sendiri aku tidak suka pelajarannya."
Wendy menggeram. "Seulgi Kang."
Seulgi mengangkat tangannya ke atas. "Oke-oke. Aku memang mau membolos, tapi ini untuk keperluan penting!"
Gadis berambut pirang itu mengangkat alisnya tidak percaya. "Oh iya? Sepenting apa sampai Captain Kang meninggalkan pelajaran matematika yang sangat dicintainya?"
Rasanya Seulgi ingin mengusap wajahnya dengan frustasi sekarang. Pelajaran kesukaan? Yang benar saja? Apa sel-sel diotak sahabatnya itu sudah menjadi kelabu karena terlalu banyak belajar?
"Aku mau mengantar Yerim dan Krystal untuk pergi terapi. Sekarang, mereka sudah menungguku. Aku harus bergegas." Ujarnya terburu-buru.
Wendy menghentikan lengan Seulgi sebelum dia bisa kabur. "Yerim mulai terapi lagi?" Tanyanya.
Seulgi mengangguk. Tadinya dia ingin mengumpulkan uang dulu untuk biaya terapi Yerim tapi Krystal yang mengetahui itu sama sekali tidak setuju. Dia bersikeras menyuruh Seulgi untuk melanjutkan terapi adiknya. Sekalian dia ingin terapi kakinya yang cedera juga katanya. Mereka akan terapi di tempat Nona Yoona seperti dulu. Siapa sangka ternyata Nona Yoona adalah sahabat dari Jessica? Seulgi hanya bisa menggeleng-geleng tidak percaya ketika mendengar kabar tersebut dari Krystal. Dunia benar-benar sempit.
"Oke, kali ini aku membiarkanmu." Wendy tersenyum beberapa saat berpikir. "Aku senang kau akhirnya bisa menemukan orang yang benar-benar menyayangimu."
Seulgi terdiam sesaat. Entah mengapa kata-kata Wendy membuatnya teringa akan sebuah memori, namun itu tidak berlangsung lama. Secepat memori itu menghilang di pikirannya, secepat itu juga dia menampilkan senyuman cerahnya kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kang 20
Fiksi PenggemarSeulgi Kang, seorang striker kebanggaan Galaxy Academy percaya bahwa ia tidak punya waktu untuk cinta. Mimpinya sebagai pemain sepak bola dan tanggung jawabnya untuk menjaga adik dan neneknya membuatnya tidak tertarik untuk berkencan. Namun ketika I...