5

10.5K 702 29
                                    


***

Entah sudah berapa kali Sena meringis dalam seharian ini. Iva, sahabatnya, juga meringis melihat Sena. Setelah pulang dari rumah sakit, Sena meminta Rayhan untuk mengantarkannya di rumah Iva. Tentu saja Sena punya alasan sendiri mengapa ia meminta Rayhan mengantarnya di rumah Iva. Sederhana saja, yaitu Sena tidak mau Rayhan tahu rumahnya.

Sena itu tipe orang yang tidak mempercayai begitu saja perkataan orang lain. Salah satunya Rayhan. Ia masih belum yakin jika Rayhan akan merahasiakan kehidupannya yang sebenarnya. Berbekal berbohong jika rumah Iva itu adalah miliknya, Sena akhirnya bisa membaringkan tubuhnya di atas kasur milik Iva.

Untungnya juga, Rayhan mudah percaya dengan omongan Sena.

"Sen, terus cowok yang tadi anterin lo itu nggak tahu dimana rumah lo yang sebenarnya?" Tanya Iva setelah mendengar penjelasan singkat dari Sena.

Sena mengangguk. "Gue takut kalau dia ngebocorin ke orang-orang gimana kehidupan gue sebenarnya. Udah cukup gue dicap sebagai badgirl di sekolah." Jawab Sena dengan nada sendu. Memikirkan bagaimana orang-orang di sekolah memandang dirinya selayaknya sampah, membuatnya sakit hati sendiri. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa selain diam. Kadang, ia juga melawan dengan kata-kata yang bisa membungkam siapa saja.

"Bener juga sih. Terserah lo deh. Gue mau kerja dulu. Jagain rumah gue!" Iva yang sudah memakai seragam karyawan minimarket tempatnya bekerja kini bersiap berangkat ke tempat kerjanya. Tak perlu naik kendaraan apapun, karena jarak rumahnya ke tempat kerja bisa ditempuh dengan hanya berjalan kaki.

"Hati-hati. Jangan sampai nginjek beling kaya gue. Lo, 'kan takut disuntik." Canda Sena, yang akhirnya disambut pelototan dari Iva.

"Lagi sakit tapi bacotan lo masih jalan juga." Balas Iva kesal. Sena tertawa lepas, lalu tiba-tiba meringis karena kakinya yang terluka tak sengaja menyentuh bantal.

"Aw!"

"Mampus!" Iva meledek sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu kamar. "Gue pergi, bye!"

🌻🌻🌻


Farhan mengerutkan alisnya bingung begitu Rayhan bangkit dari kursi yang mereka tempati di sebuah cafè anak muda terkenal di Jakarta. Tempat itu memang sering mereka kunjungi jika sedang ada waktu luang.

"Lo mau ke mana?" Gio bertanya dengan raut wajah bingung. 

Rayhan melirik arloji hitam yang melingkar dipergelangan kirinya. "Gue harus balik. Ada acara keluarga Bokap gue." Jawab Rayhan enteng.

"Bukannya udah tadi?" Kini Satria ikut berbicara.

Rayhan menggeleng. "Tadi ditunda. Jadi sekarang acaranya."

Farhan, Gio, Satria, dan beberapa cowok lain yang ikut nongkrong mengangguk paham. Mereka sudah mengerti dan biasa dengan hal itu. Rayhan adalah anak tunggal yang selalu disuruh ini-itu oleh kedua orangtuanya. Apalagi orangtuanya juga bukan orang biasa. Jadi, berbagai macam acara selalu mereka hadiri dan Rayhan juga turut didalamnya.

"Ya udah deh."

Rayhan tersenyum kemudian memakai jaket boomber-nya yang tadi ia lepaskan. "Gue pergi dulu." Rayhan menepuk singkat pundak Farhan lalu beranjak pergi. Namun sebelum itu, suara Farhan menghentikan langkahnya.

"Lo nggak bohong lagi, 'kan?"

Bukannya kaget atau memberi tanggapan lain, Rayhan malah membalasnya dengan tawa. "Yaelah, Far! Lo kaya cewek aja. Ya kagaklah! Gue serius woi! Bokap gue udah nungguin." Semprotnya setelah tawanya mereda.

I Am Not A Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang