17

7.1K 549 31
                                    

Double up biar kalian senang.

***

Setelah melempar tasnya di dalam kelas begitu saja, tanpa menaruh tasnya baik-baik di atas mejanya, Sena langsung berlari kencang menuju kelas dua belas satu, dimana kelas Karina berada. Meski sekarang adalah jam istirahat, Sena yakin jika Karina tetap berada di kelasnya.

"Karina!" Sena berseru memanggil Karina kala melihat perempuan itu sedang berjalan memasuki kelasnya bersama kedua temannya. Karina yang sempat kaget saat namanya tiba-tiba dipanggil langsung menghampiri Sena dengan terburu-buru, meninggalkan kedua temannya yang melanjutkan langkah mereka ke dalam kelas.

"Lo darimana aja sih?" Bisik Karina, lalu menarik tangan Sena menjauh dari area kelas dua belas, menuju ke belakang gedung yang lumayan sepi.

"Sorry, kemaren gue lupa," ucap Sena saat mereka sudah sampai.

Karina mengangguk. "Nggak masalah, gue juga kemaren nggak bisa dateng soalnya ada acara keluarga."

"Baguslah."

"Terus gimana? Bokap gue kayanya ngotot banget pengen ketemu sama Ines. Di rumah dia bahasnya itu mulu. Katanya dia merasa bersalah banget sama lo."

Sena mengembangkan senyumannya yang sangat jarang. "Serius? Bagus dong. Jadi ide gue bakalan jalan mulus," ucapnya senang.

"Emang ide lo apaan?"

"Liat aja nanti. Ayo ke ruangan bokap lo, entar keburu masuk, gue ada kuis."

"Ya udah ayo!"

Keduanya langsung berlari menuju ruang kepala sekolah yang berada di gedung yang berbeda. Disepanjang koridor yang lewati, semua perhatian langsung tertuju pada mereka. Bagaimana tidak? Seorang perusuh sekolah atau yang biasa mereka sebut bad girl dan trouble maker sekolah sedang berlari sambil berpegangan tangan dengan si otak berlian alias ratu olimpiade sekolah. Sebuah pemandangan yang mengejutkan, jarang terjadi, dan aneh. Makanya semua siswa langsung berbisik-bisik, mempertanyakan apa yang terjadi sehingga mereka menjadi dekat seperti itu. Padahal, keduanya bisa dibilang tidak saling kenal.

Tidak mau ambil pusing, Sena memilih mempercepat larinya agar cepat sampai, begitu Karina yang tahu jika kepala sekolah, alias ayahnya sendiri adalah orang sibuk yang selalu pergi kemana-mana. Mereka harus menyelesaikan masalah ini secepatnya!

"Assalamualaikum," ucap Karina lalu menyerobot begitu saja ke dalam ruangan sang ayah.

Mungkin Dewi Fortuna sedang berpihak pada mereka, kepala sekolah SMA Pancasila ternyata sedang berada di ruangannya sambil mengerjakan sesuatu dilaptopnya.

"Ada apa kalian datang ke sini?" Tanya kepala sekolah sambil menyingkirkan laptopnya.

"Eum, gini, Pak. Masalah kasus pengeroyokan kemarin."

"Silahkan duduk!"

Sena buru-buru mengambil tempat di depan kepala sekolah, menyusul Karina yang melakukan hal yang sama di sebelahnya.

"Silahkan lanjutkan!"

Sena mengulum bibirnya ke dalam sebelum mulai mengatakan apa yang sejak kemarin ia pikirkan hingga tidak bisa tidur. "Saya sudah ketemu sama pelakunya, Pak. Saya juga sudah bicara sama mereka."

Kepala sekolah mengangkat alisnya terkejut. "Terus? Apa yang mereka bilang?"

"Mereka sudah minta maaf sama saya dan nggak bakalan ulangi lagi."

"Hanya itu? Apa mereka tidak merasa bersalah? Bagaimana kalau itu hanya bualan dan mereka akan lakukan lagi? Harus ada ketegasan dari sa---"

"Ini nggak ada hubungannya dengan pihak sekolah. Kasus ini terjadi di luar sekolah dan pihak yang lebih berwenang mengurus ini adalah pihak berwajib, bukan sekolah. Yang mungkin jadi korban disini adalah saya, karena saya yang paling terluka. Maka dari itu, saya yang berhak memutuskan bagaimana tindakan selanjutnya. Apakah saya mau berdamai, atau membawa mereka ke pihak berwajib. Meskipun Karina adalah korban pertama, alasannya ternyata karena hanya mereka meminta uang dan Karina tidak mau, itu bukan masalah utama kasus ini, itu adalah pemicunya dan timbullah kasus pengeroyokan pada saya.

I Am Not A Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang