Sena menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, sambil mendongak, menatap Rayhan yang tingginya berbeda jauh darinya. Cowok itu sedang menaruh helm-nya, lalu mengacak rambut hitam panjangnya dengan kasar. Sena mendesah pelan. Saat dalam perjalanan tadi, Sena meminta Rayhan membawanya jauh-jauh dari restaurant tadi. Namun, Rayhan malah membawanya ke sebuah mall. Memang, jaraknya jauh dari restaurant tadi, tapi bukan di mall juga.
Alasan utamanya satu. Sena tidak suka keramaian. Sejak dulu, Sena tidak menyukai keramaian karena Sena akan merasakan kesepian yang benar-benar kesepian dan merasa sedang diawasi.
"Han, jangan di mall juga kali," keluh Sena.
"Kenapa emangnya?"
"Gue nggak suka aja."
Rayhan terkekeh. "Kalo ada gue, gue yakin lo bakalan suka." Rayhan menarik tangan Sena dan membawanya masuk ke dalam mall.
Terakhir kali masuk ke dalam mall, seingat Sena sudah lama sekali. Mungkin sekitar dua tahun yang lalu. Semenjak memutuskan untuk tinggal terpisah dengan kedua orangtuanya. Sena tidak suka keramaian sejak berumur tujuh tahun. Saat itu, masih teringat jelas dipikirannya, bagaimana ia menangis sendirian ditengah-tengah keramaian karena mamanya meninggalkannya.
"Kok lo nunduk mulu, Sen?" Tanya Rayhan.
Sena menggeleng pelan. "Nggak papa."
"Temenin gue beli sepatu, ya? Sepatu gue rusak gara-gara main futsal."
Tidak menjawab, Sena hanya mengikuti langkah Rayhan menuju ke toko yang menjual sepatu pria. Ada rasa menyesal di dalam hatinya mengapa ia minta tolong pada Rayhan untuk mengantarnya pergi. Jika tahu dari awal, mending Sena pergi sendirian.
Alis Rayhan tertaut. Ia merasa Sena sekarang aneh. Cewek itu terus-terusan menunduk, dan tidak mau melihat ke arahnya.
"Lo kenapa, Sen? Lo sakit?" Tanya Rayhan khawatir. Ia mendekat ke arah Sena lalu mengambil kedua tangannya. Rayhan menggenggam erat kedua tangan Sena dan mencoba melihat mata cewek itu. "Mau pulang aja?"
Sena reflek mengangkat pandangannya. Matanya terlihat sayu. "Nggak. Katanya lo mau beli sepatu? Ayo beli."
"Lo sebenernya ada apa sih, Sen? Cerita sama gue deh. Tadi di restaurant lo bilang mau jelasin ke gue."
"Iya gue jelasin. Tapi nggak disini, ya?"
"Oke deh. Ayo!"
***
Suara dedaunan yang saling bergesek karena tiupan angin sore menjadi pengisi kekosongan diantara Rayhan dan Sena saat ini. Keduanya tengah berada di sebuah taman yang sedang tidak ada pengunjung. Sena belum mau mengangkat suara. Ada banyak hal yang berkecamuk di dalam kepalanya. Salah satunya tentang penjelasan yang akan ia berikan pada Rayhan.
Jujur saja, Sena masih ragu untuk menceritakan kehidupannya kepada orang lain. Apalagi ia baru kenal Rayhan. Jangankan Rayhan, Iva saja, sahabatnya sendiri, belum tahu kehidupannya yang sebenarnya.
"Diem aja lo. Nggak jadi cerita nih?"
Sena menghela napas. Sepertinya, Rayhan memang belum saatnya tahu soal orangtuanya dan mata-mata mereka.
"Gue nggak suka keramaian."
Sena memutuskan untuk memberitahu soal itu saja. Lagian, itu tidak perlu menjadi rahasia.
"Hah? Kok bisa?"
"Waktu kecil, gue ditinggal sendirian ditaman bermain. Malam pula. Gue waktu itu takut banget karena banyak banget orang besar yang lalu-lalang dan nabrak-nabrak gue. Saat itu gue nangis dan berpikir gue bakalan diculik dan dibunuh. Mungkin pikiran gue terlalu jauh untuk anak seusia gue waktu itu. Tapi kenyataannya emang gitu. Tiba-tiba, ada anak kecil yang narik gue keluar dari kerumunan orang dan bawa gue menjauh. Gue akhirnya berhenti nangis, tapi masih ketakutan. Nggak lama, nyokap gue datang sambil lari-lari. Ternyata nyokap gue juga nyariin gue. Sejak itu, gue nggak suka keramaian. Waktu SD, gue homeschooling karena trauma. Masuk SMP, gue udah mulai biasain ketemu orang banyak dan akhirnya gue bisa sekolah di sekolah umum--
KAMU SEDANG MEMBACA
I Am Not A Bad Girl
Teen Fiction[DILARANG PLAGIAT!] Selena Catalin Z. Nama yang pasti dipikiran banyak orang, sang pemilik nama tersebut berwajah cantik seperti namanya dan berjiwa feminim. Namun, pikiran itu silahkan ditepis jauh karena tampilannya jauh dari kata feminim. Cantik...