8

8.5K 588 12
                                    

***

Sena menghela napas lega saat Rayhan sudah pulang dari rumahnya. Sejak tadi, ia terus saja melontarkan kalimat-kalimat yang tersirat kode agar Rayhan segera angkat kaki dari rumahnya, ralat---rumah Iva. Namun, yang ada, cowok itu semakin seru mengobrol. Andai saja Sena tidak memiliki perasaan, ia pasti sudah langsung mengusir Rayhan. Dengan langkah pincang, Sena keluar dari rumah Iva karena cewek itu harus kembali ke kostnya sendiri. Setelah mengirimkan pesan kepada Iva dimana ia meletakkan kunci rumah sahabatnya itu, ia segera pulang ke rumahnya.

Sena mendongak ke langit begitu mendengar suara gemuruh dari atas sana. Sebentar lagi, hujan mungkin akan segera turun karena awan hitam sudah menyelimuti langit malam yang biasanya bertaburan bintang. Setelah memakai tudung hoodienya, Sena berjalan keluar dari gang dan memutuskan untuk lewat di jalan besar, mengingat jaraknya akan lebih dekat. Namun kelemahannya, lewat di jalan besar cukup berbahaya karena banyak kendaraan yang mengebut, dan juga geng-geng jalanan yang biasa memalak orang.

Tapi, palak-memalak sama sekali tidak berlaku bagi Sena. Bagaimana tidak? Anak geng itu sudah kenal dengan Sena. Malah, mereka sering mengobrol dengan Sena. Tapi, bukan berarti Sena ikut ke dalam komplotan itu. Sena hanya sekedar mengenal mereka.

Hanya lampu jalan yang menemani Sena sepanjang perjalanan. Kendaraan sudah tidak terlalu ramai karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Sena memasukkan tangannya ke dalam saku hoodie-nya karena udara malam sudah mulai dingin.

Kakinya yang baru saja dijahit ulang terasa nyeri begitu ia menapakkan kakinya diatas trotoar. Jika saja Gio tidak menginjak kakinya yang terluka dan menyebabkan jahitannya terlepas, mungkin ia tidak akan merasakan nyeri lagi. tapi apa boleh buat?

Jika saja Gio tidak memiliki hubungan dengan Farhan, mungkin ia sudah memberikan pelajaran kepada cowok itu atas perbuatannya. Namun, Gio itu sahabat Farhan. Jika Sena memiliki masalah dengan Gio, maka Farhan dan teman-temannya yang lain akan ikut campur juga.

Sena memutuskan untuk membiarkan semuanya berlalu. Mungkin semuanya ada hikmahnya.

Suara-suara berisik dari kucing yang bertengkar membuat suasana menjadi menakutkan. Tapi tidak bagi Sena. Ia sudah terbiasa dengan suasana-suasana seperti itu. Karena besok adalah hari sekolah dan kakinya sedang terluka, maka malam ini Sena tidak akan keluar pukul dua belas malam lagi seperti biasa. Jangankan keluar, berjalan ke rumahnya sekarang saja, susahnya minta ampun.

Untungnya, Sena sudah makan di rumah Iva bersama Rayhan tadi. Meski hanya makanan instan, tapi sudah sangat cukup.

Sena menengok sekitarnya dan tidak sengaja melihat seseorang yang sedang duduk diteras toko yang sudah tutup. Sena menajamkan penglihatannya, dan mencoba mendekat ke arah sana. Meski langkahnya terseok-seok, tapi ia mampu melangkah hingga kini ia sudah berada di depan cowok yang kini sedang menunduk itu.

Tanpa ada rasa takut sama sekali, Sena mengambil posisi duduk di samping cowok itu. Ia menyenderkan punggungnya pada pintu toko dan menghela napas lega. Tersadar jika ada orang di sampingnya, cowok itu mengangkat pandangannya, menatap penuh tanya ke arah Sena.

“Lo siapa?” tanya cowok itu datar.

“Gue Sena. Lo siapa?”

“Ngapain lo di sini?” Tanpa menjawab pertanyaan Sena, cowok itu kembali bertanya.

“Bilang nama lo dulu, baru gue jawab kenapa gue disini.” Jawab Sena tidak mau kalah.

“Fathur.”

Sena mengangguk. “Gue cuman numpang duduk aja. Kaki gue sakit.” Ujar Sena setelahnya. Matanya melirik telapak kakinya yang masih diperban.

Fathur juga melihat ke arah kaki Sena.

I Am Not A Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang