49

5.7K 487 32
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Nyokap gue banyak nanya soal apa tentang gue?" Tanya Sena ketika ia dan Iva sudah sampai di depan jalan yang mengarah ke gang rumah mereka.

Iva menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya kasar. "Gue masih nggak nyangka kalo lo ternyata anaknya Fransisco Zefanya. Nggak pernah tuh terlintas diotak gue tentang ortu lo yang sebenernya. Jadi itu alasan lo nggak mau orang cari tahu huruf 'Z' dinama lo?"

Sena mengangguk pelan. "Mereka udah tahu 'Z' itu Zefanya, tapi gue selalu ngeles kalo Zefanya itu adalah Fransisco Zefanya. Gue nggak mau mereka tahu siapa gue. Bonyok gue aja ngerahasiain gue dari orang-orang. Masa gue mau ngebongkar?" Kata Sena sembari menendang batu kerikil di depannya.

"Sen, maafin gue ya kalo misalnya selama ini gue nganggap lo tuh gimana ya?" Iva menggaruk kepalanya.

Sena merangkul pundak Iva, lalu tersenyum kecil. "Gue malah seneng lo nganggap gue kaya temen lo. Selalu ngomelin gue kalo gue tawuran sama babak belur. Gue malah lebih milih dianggap sampah sama lo, daripada dianggap sebagai Sena dengan embel-embel Zefanya. Jujur, gue lebih bangga dengan hidup gue yang sekarang. Gue bisa jadi diri gue yang sebenarnya."

Iva mengangguk. "Gue udah denger dari bonyok lo, kalo lo kabur karena tekanan dari mereka 'kan? Gue kaget banget sih waktu tahu ternyata hidup lo berat banget, Sen."

Sena tersenyum tipis. "Hidup gue nggak berat lagi semenjak gue ketemu sama kalian. Anak-anak basecamp dan lo juga. Kalian tuh keluarga gue, Va. Dan gue nggak bakalan mau ninggalin orang yang udah gue anggap keluarga gue sendiri."

"Terus, Sen, lo bener-bener ngebiayain hidup lo sendiri dong?"

"Iya. Makanya gue kerja. Bonyok gue sih ngirimin uang, tapi nggak pernah gue pake. Kadang juga barang-barang, tapi gue masukin lemari dan nggak mau gunain. Kalo uang dan barang mereka gue pake, tandanya gue tuh nggak bener-bener kabur, Va. itu namanya bukan gue hidup sendiri. Hidup sendiri tuh, nyari uang sendiri buat makan, dan jangan pernah pakai apapun pemberian orangtua."

"Jadi, lo bakalan kembali ke orangtua lo lagi?"

Langkah Sena melambat. "Pastinya. Bagaimana pun, gue itu anak. Sebenci-benci dan semarah-marahnya gue, mereka tetap orangtua gue. Gue harus kembali, nggak mungkin gue mutusin hubungan keluarga. Apalagi semuanya udah diluruskan. Mereka ngaku salah, dan nggak bakal ngelakuin hal yang sama. Rasa kecewa gue masih ada, tapi hati kecil gue selalu nunjukin buat berdamai. Awalnya, gue berdamai dengan diri gue sendiri, barulah gue damai dengan orangtua gue."

"Sen, gue takjub banget sama lo. Kok bisa lo sedewasa itu? Gue aja sampai sekarang masih benci banget sama nyokap gue. Kalo inget mukanya, hati gue tuh panas banget."

"Karena lo masih belum berdamai dengan diri lo sendiri. Coba deh lo tempatin diri lo disisi nyokap lo, lo pelajari alasan-alasan yang bikin nyokap lo kaya gitu, barulah lo bisa tempatin diri lo dimana. Jangan lihat satu sisi aja, itu bisa jadi bakalan bawa lo ke keputusan yang salah."

I Am Not A Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang