41

5.4K 506 37
                                    

Vote tembus 100 dalam sehari, aku double up hari ini.

Happy Reading❤️

***

“Farhan,  kamu apain Andina, hahh?! Kata Bi Hasna, dia nangis-nangis pas turun dari atas dan langsung pulang. Kalian kenapa sih sebenarnya? Mama pusing deh.” Mama Farhan lagi-lagi memijat pelipisnya---pusing dengan tingkah anak sulungnya yang makin aneh-aneh saja.

“Apain gimana? Farhan nggak ngapa-ngapain kok, Ma. Farhan kesel banget sama Andina. Dia suka ngatur-ngatur Farhan. Mama tahu, dia suka buang rokok Farhan. Mama aja nggak pernah kaya gitu. Dia juga ngalangin Farhan ketemu sama temen-temen Farhan. Gila aja!”

Farhan menggeleng tidak habis pikir. Lagian, tadi ia sudah memutuskan untuk berpisah dengan Andina. Pastinya ia sudah bebas sekarang.

“Terus kenapa Andina sampe nangis? Kamu kira bagus buat perempuan nangis, hm? Kamu nggak denger Mama pernah bilang apa sama kamu?”

Farhan membuang napas panjang. Mamanya akan mengomel lagi pasti.
“Farhan nggak pernah niat bikin Andina nangis, Ma. Dianya aja yang cengeng.”

“Heh! Perempuan itu nggak bakalan nangis kalo nggak ada pemicunya ya! Kamu apain Andina? Mama tanya, Farhan.”

“Cuma ngasih tahu kesalahannya apa aja kok, Ma. Tapi tadi sempat Farhan bentak karena ngatain Sena sembarangan, Ma. Farhan nggak suka Sena dituduh gak bener kaya gitu.”
Mama Farhan menyendarkan tubuhnya pada sandaran sofa.

“Terus?”

“Farhan putusin.”

WHAT?! Kamu putusin Andina?” Mamanya kini tampak lebih syok dari sebelumnya. Matanya sampai melotot dengan alis bengkok tak karuan.

Farhan mengangguk pelan. “Buat apa pertahanin hubungan kaya gini, Ma? Bikin sakit hati aja.”

“Farhan, kamu mikir nggak sebelum ambil keputusan kaya gitu, hah? Kalian udah lama pacarannya, Han. Mama sama Papa udah kenal baik sama orangtuanya Andina. Aduh, Mama harus bilang apa coba sama Papa kamu? Papa udah ngedukung kalian banget.”

Mendengar kakak dan Mamanya beradu argumen di ruang tengah, Fathur datang menghampiri mereka sambil membawa secangkir kopi dan menaruhnya di depan Farhan.

“Nih minum, biar lo semangat nyarinya. Gue nggak bisa ikut, besok ulangan,” kata Fathur datar.

Thanks.” Farhan meraih cangkir kopi buatan Fathur lalu menyeruputnya perlahan, sebelum akhirnya kembali angkat suara.

“Mama jawab jujur aja, kalo Andina itu nggak baik sama Farhan,” ucap Farhan, lalu kembali meminum kopinya hingga tandas.

“Terserah kamu deh. Terus sekarang kamu mau kemana? Tadi Fathur bilang kamu mau nyari? Nyari apa malam-malam begini?” Tanya Sang Mama lagi.

Farhan berdiri lalu menghampiri Mamanya. Tiba-tiba, ia merengkuh tubuh wanita itu ke dalam pelukannya.

“Farhan mau nyari Sena sendiri, Ma. Mama doain ya, Sena bisa ketemu dan baik-baik aja.”

Mamanya tiba-tiba melepas pelukan Farhan secara paksa. “Nggak boleh, Farhan! Ini udah malam. Bahaya, Nak. Besok aja kamu carinya, ya?” wanita itu memegang tangan Farhan erat.

Farhan tersenyum. “Mama selalu ngajarin Farhan buat tanggung jawab ‘kan, Ma? Biarin Farhan pergi, ya?”
Pegangan tangan Mamanya terlepas perlahan.

“Kamu jaga diri, ya! Kali ini Mama biarin karena kamu udah dewasa. Ingat, hari ini aja. Besok kamu harus sekolah, jangan lupa pulang.”

“Siap, Ma!”

I Am Not A Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang