"Nomor gue? " tanya Vano.
"Iya, cepetan gue pengen ke toilet," jawab Shafa. Vano langsung saja mengetik nomor telepon di handphone Shafa. Setelah itu dia memberikan kembali HP itu
"Oke thanks, lo balik gih. "
Tanpa menjawabpun Vano langsung berbalik badan dan berjalan ke aku. Dan Shafa langsung masuk kembali ke rumah Rama.
"Masuk," suruh Vano. Dia memencet tombol unlock agar aku bisa masuk ke dalam mobil. Setelah meninggalkan parkiran akhirnya Vano membuka suara, "Cemburu?"
"Nggk tuh," jawabku dengan singkat.
"Bohong! " tebaknya.
"Ya udah terserah."
Akhirnya Vano diam, ia lebih memilih fokus ke jalanan dibandingku.
Sesampai di rumah aku menyegarkan diri dengan mandi. Setelah mandi aku membuka laptopku dan menyalakannya. Saat aku sibuk kerkutat dengan laptop hanphoneku berdering cukup keras sehingga Vano dapat mendengarnya dan menatap HP aku yang berdering. Akhirnya aku menerima telepon itu walaupun nomornya tak dikenal.
"Halo?"
"Halo? Ini nomor Vano kan? " tanya orang itu. Vano tiba tiba ada disebelahku untuk mendengar percakapan kami. Yang menelopon itu wanita.
"Kenapa? " tanya aku.
"Tolong kasihin teleponnya ke Vano dong, ini kakaknya atau adeknya? "
Aku menatap tajam Vano dan melihat Vano yang masih mendengar kami bicara.
"Adeknya, " jawabku dengan asal. Sebenarnya aku ingin tahu apa yang diinginkan wanita ini.
"Kasihin dong ke kak Vano. "
"Gak ada orangnya lagi masak, gue tutup ya. "
"Ya udah nanti kasih tau ya ini nomor Shafa, oke? "
"Ya." Aku langsung saja mematikan telepon itu.
"Kok dijawabnya gitu? " tanya Vano.
"Suapaya dia berhasil dapetin hati kamu," jawabku lalu aku berdiri dan berjalan keluar kamar. Namun sayang tanganku ditarik kedalam dekapannya.
"Jangan gitu, aku sengaja ngasihnya nomor kamu bukan nomor aku. "
"Trus? " tanyaku.
"I love you."
"I know," jawabku lalu tersenyum.
"Gitu dong senyum. "
...
Hari demi hari, kami SMAN 1 bisa melewatkan masa masa ujian akhir semester. Hingga akhirnya kami libur setelah pembagian rapot. Namun di masa itu ada saja yang membuat masalah. Walaupun Vano tak pernah bertemu Shafa dan ia malah menghindar dari Shafa, Shafa tetap meneloponnya setiap hari lewat handphoneku. Contohnya seperti ini :
"Vano, kita gak pernah ketemu lagi loh? "
Cukup memuaskan bagiku karena Vano menjawabnya seperti, "Gak bisa aku harus ke syukuran tetangga, Wasallammualaikum."
Setiap telepon aku selalu mendengar percakapan mereka yang malah membuat aku tertawa.
"Lo dimana? Gue nyasar batre gue sekarat, tolong jemput dong di minimarket deket rumah Rama. "
"Jalan aja ke rumah Rama, trus lo minta buat anterin."
Cukup mengasyikan bukan? Kalau tidak, terserah ini hanya pendapatku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Marry An Enemy ✔
Roman d'amourMASIH KUMPLIT;) "Sudah sudah jangan bertengkar lagi ya" kata sang papa "GAK BAKAL" tolak aku dan Vano "Kalian harus mau karena kalian akan dijodohkan " --- "Tapi disisi lain gue dapet keuntungan dari pernikahan ini" kata Vano --- Clara yap itu nama...