4

31.1K 3.4K 238
                                    

Lee Taeyong pov

Tiga bulan yang lalu, disaat aku akan mulai mencari gedung untuk resepsi nikah (tanpa Nana ketahui), Mami menelpon. Katanya, saham perusahaan di Indonesia anjlok, perusahaan yang di New York juga kena imbasnya.

Singkat cerita, aku disuruh ke New York, menyelesaikan permasalahan dan menjadi direktur untuk sementara, karena saudara Papi yang menjadi direktur di New York tiba-tiba sakit.

Aku, tanpa ngomong ke Nana--karena situasi yang sangat mendesak--berangkat ke New York.

Sesampainya disana dan mengetahui kondisi perusahaan yang kritis, ngebuat aku tiba-tiba menjadi workaholic-penggila kerja.

Aku melupakan makan, tidur, sampai mungkin lupa cara megang hp. Tapi itu mustahil karena yah, zaman sekarang siapa yang nggak pakai teknologi canggih itu.

Aku masih sih, sesekali balas chat dari Nana, tunanganku, walaupun nggak bisa on time karena perbedaan waktu yang sangat jauh.

Malam ini, di bulan ketiga, sebagian masalah udah terselesaikan. Sambil duduk di sofa, merilekskan badan, jari-jariku bergerak menekan icon telpon yang ngebuat jantung berdebar. Saking kangennya sama Nana. Gak peduli pulsa yang akan habis, waktu itu aku lupa tentang aplikasi free call yang gak bakal memotong pulsa.

"Halo?" suara Nana yang langsung terdengar sebelum aku mengeluarkan suara.

Sudut bibirku otomatis terangkat, sampai tertawa karena Nana begitu semangatnya. Gak beda jauh, aku pun juga gitu. Organ dalamku, yang bertugas memompa oksigen, berdebar 1000 kali lipat!

Aku menanyakan hal yang sebelumnya gak pernah terucapkan, "nggak kangen nih?" dengan sedikit merinding.

Tapi, Nana nggak menjawab. Dengan suaranya yang lirih, aku bisa mendengar isakan tangisnya. Senyum tipis tadi berganti menjadi senyum pahit. Kalau aja bisa, aku mau pulang sekarang juga.

"Kak," panggilnya tiba-tiba.

"Mau pesen jus wortel apel, bisa?"

Refleks, aku ketawa. Secara nggak langsung dia ngomong kalau kangen kan? Anggap aja begitu.

Setelah aku menjawab dengan bercandaan yang sebenernya gak bercanda, dia ngucapin satu kata yang bikin mood naik. Menambah semangat dalam diriku banget.

"Semangat ya kak,"

Rasanya, baru kali ini aku senyum-senyum sendiri. Sejak kapan aku bisa jadi semangat gara-gara suara orang lain? Apa karena aku gak menganggap Nana sebagai orang lain?

"Aaaah, kamu ngebuat aku jadi pengen cepet-cepet pulang."

"kak Taeyong dimana?"

Spontan aku menjawab, "kantor," karena memang aku lagi di kantor.

Tapi Nana rupanya curiga, karena dia malah tanya di kantor yang di negara mana.

Dengan berat hati, aku menjawab, "New York."

Setelah itu, telponku dimatikan. Gak ada yang aku rasakan selain rasa bersalah karena nggak ngomong dari sebelumnya kalau aku ada di New York.

●●●

Aku pengen banget ngatain Mark. Seganteng apa sih dia sampai bisa ngebuat Nana milih Mark sebagai opsi lain selain aku?

"Apaan sih bro, santai aja dong wajahnya," Mark komen, untung hp Nana-yang dibuat video call- diambil sama Mark dan jaraknya jauh dari Nana.

Ekspresiku berubah secara otomatis, "dari jam berapa lo disana?" tanyaku, dengan nada sinis yang tiba-tiba.

"Dari gue ngechat lo lah!"

Nikah Muda [LTY] ✔ SUDAH DITERBITKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang