Chapter 16

12K 435 5
                                    

Allisa beberapa kali membangunkan Dira. Sangat sulit tapi Allisa akan terus berusaha. Jangan sampai karena larut dalam mimpi Dira sampai melupakan kenyataan.

Revan masuk kedalam kamar Dira. Sebentar lagi fajar tiba namun yang akan bertunangan belum bangun juga.
"Kaaaaak yaampun, bangun." Allisa menarik selimut yang sudah beberapa kali ia tarik. Dira begitu kuat.

"Kak woi, kebo banget sih. Banyak persiapan yang harus kakak lakuin." Kali ini Revan menarik kaki Dira hingga setengah tubuhnya berada di lantai.

"Hmmmm apasih, persiapan apa?" Masih dengan suara serak dan mata terpejam Dira duduk di lantai.

"KAK DIRAAAAA. KAKAK JADI TUNANGAN ATAU NGGAK SIH?"

Gubrak!!!!!

Mata Dira membulat. Ia melupakan hari spesial ini. Dengan cepat Dira berdiri dan menyambar handuk. Sebelum fajar tiba, Dira harus tiba di kediaman Helen.

Allisa mengangkat bahunya dengan acuh. Allisa kemudian berlalu meninggalkan Revan yang membersihkan king size Dira sendirian. Lelaki idaman.

Setelah membersihkan tubuhnya, Dira langsung menyambar pengering rambut. Waktu bersiap-siap tinggal satu jam, karena tepat jam enam Dira sudah harus memunculkan diri di depan Helen.

"Rev, Allisa mana?" Tanya Dira.

"Katanya pengen benerin rambut. Kakak sih susah banget dibangunin, sampai rambut Allisa jadi berantakan," jawab Revan.

Dira meringis karena kesalahannya yang terlalu larut dalam mimpi. Hari ini bukan hari biasa dan Dira tidak bisa bermain-main.

Setelah merasa beres, Dira langsung turun dan mengambil kunci mobil. Tak lupa, ia juga mengajak Revan dan Allisa untuk pergi bersama.

"Kak Wenda watsapp aku. Katanya dia datang pas pertukaran cincin."

"Lah dia gak niat bantu kakak make up gitu?" Tanya Dira.

Allisa menggeleng tanda tidak tahu. Mungkin bukan tidak niat, bisa saja karena ada kesibukan lain.

Dira menambah kecepatan mobilnya setelah melirik jam. Sisa setengah jam lagi ia harus tiba di depan Helen. Perias tidak mungkin menunggunya, mereka memiliki klien yang lain, bukan hanya Dira.

Setibanya di mansion Halen semua orang mulai bermunculan. Menatap Dira yang turun disusul Revan dan Allisa. Dalam hati Dira berucap syukur, masih ada lima belas menit, itu artinya ia tidak terlambat. Dira memberi kode pada Allisa agar mengikuti langkahnya. Allisa mengangguk dan menarik tangan Revan agar berjalan lebih cepat.

"Kamu beruntung, sekarang masuk dan bersiap," Ucap Helen.

"Daffa mana bun?" Dira berusaha mencari sosok pria yang akan menjadi tunangannya.

"Dia ada di kamar bawah, kamu siap-siap karena bunda akan turun."

Entah kenapa saat melihat wajah dingin Helen, Allisa mendadak takut. Helen terlihat sangat jahat.

"Kak dia jahat yah?"

"Husss dia baik, udah yah kamu tunggu di sana," Tunjuk Dira pada salah satu sofa.

"Regan kamu ngapain sih? Cepat susul Allisa." Revan mengangguk malas. Ia yang dari tadi hanya diam akhirnya mengikuti Allisa.

Salah satu pelayan wanita berjalan kearah Dira. Di tangannya terdapat gaun indah berwarna putih. Pelayan itu tersenyum dan memberikannya pada Dira.

"Ini gaun pertunangan anda Nyonya."

Geli sekali. Dira merasa pelayan itu sangat berlebihan. Dengan sopan Dira tersenyum dan menerima gaun itu. Tak lama kemudian seorang perias datang membawa kotak besar, Dira yakin kotak itu berisi macam-macam make up.

"Silahkan baring, mami akan buat kamu tampil luar biasa."

Dira tersenyum. Semoga saja apa yang di katakan perias itu terbukti.

Dira mulai berbaring dan menutup kedua matanya. Dengan sangat terampil si perias mulai memainkan wajah Dira.

"Jujur nih yah, tanpa make up pun kamu tetap cantik," Pujinya.

"Terima kasih."

***

Daffa menatap dirinya dari pantulan cermin. Tak terasa ia akan segera terikat pada satu gadis bernama Nadira Nahda Rafanda Aris. Perasaan baru kemarin mereka bertemu.

"Daffa." Daffa berbalik. Matanya mendapati sosok gadis itu lagi. Viona.

"Mau apa lagi kamu kesini?" Tanyanya.

"Aku mohon sama kamu, hentikan ini. Kamu cinta kan sama aku?"

"Cinta? Buang kata itu dalam kamus kehidupan kamu." Daffa membenarkan letak jasnya dan pergi begitu saja. Jika tetap bersama Viona yang ada Daffa akan terus tersulut emosi. Lagi pula kenapa gadis itu bisa masuk ke dalam kamarnya. Penjagaan macam apa ini.

"Mau sampai kapan kamu mengganggu dia?" Helen yang melihat semuanya menjadi geram. Helen tahu apa yang terjadi pada Viona dan putranya.

"Bunda ak.."

"Pergi dari sini Viona."

Helen menunjuk pintu kamar. Meminta agar Viona segera pergi atau ia yang akan memanggil penjaga kemanan mansion.

Enak saja. Pergi dan datang semaunya. Dari dulu Helen memang tidak menyukai Viona, ia tahu betul gadis itu hanya ingin mendapatkan kesenangan. Modal dusta.

Dengan wajah merah menahan amarah, Viona akhirnya pergi. Bukan pergi, lebih tepatnya mencari Daffa.

"Aku gak sebodoh itu," Gumamnya disertai senyum selicik dewi ular. Medusa.

My Cold Man [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang