Chapter 22

12.2K 436 21
                                    

Kini mereka, Daffa dan Dira berjalan memasuki mall. Dira berjalan lebih dulu sementara Daffa sibuk menelpon di belakangnya. Tidak ada pengunjung yang tahu kalau Daffa dan Dira datang bersama. Tanpa sepengatuhan Dira yang begitu asik menatap perhiasan lucu, Daffa tengah kualahan menghadapi gadis abg yang berusaha meminta nomor watsapp miliknya.

Dari kejauhan Daffa hanya bisa melambai ke Dira, mengharapkan bantuan namun sayang terabaikan.

"Eh itu ganteng banget ya ampun. Mirip siapa tuh, ah iya pemain film meteor garden." Serus salah satu pembeli perhiasan. Dira terpaku, ia sadar akan sesuatu.

Pria yang mirip salah satu pemeran meteor garden??

DAFFA!!! pekik Dira Dalam hati. Bodoh, kenapa ia harus membiarkan Daffa jalan sendirian di kemaraian seperti ini. Dengan membiarkan Daffa sendiri, itu sama saja Dira membiarkam orang lain melirik miliknya.

Dira menerobos kerumunan, berusaha mencari keberadaan Daffa.

"Heh, genit banget sih mereka," ujar seorang wanita di samping Dira.

Dira mengikuti arah pandang wanita itu sampai akhirnya ia berhasil melihat Daffa. Walau hanya punggungnya, Dira bisa tahu itu adalah Daffa.

"Eh eh eh apa-apan sih." Dira mendorong bahu salah satu pelajar SMA yang hendak mencubit pipi Daffa. Dari seragam yang gadis itu pakai, Dira yakin gadis itu teman satu sekolah Revan dan Allisa.

"Siapa sih?" Sinis gadis itu.

Dira mengatupkan kedua giginya, merasa kesal yang melonjak 180°C.

"Nih.. Lihat kan saya siapa?"

Para gadis yang semula berjarak dekat langsung mundur. Mereka pikir Dira sama halnya seperti mereka, ingin menggoda Daffa.

Tapi ternyata salah, dugaan mereka salah setelah Dira menunjukkan cincin yang ia dan Daffa pakai.

"Pergi atau mau nunggu saya ngamuk??"

Dalam hitungan satu detik para gadis itu bersorak dan pergi.

Daffa memijit pelipisnya. Dira datang sangat lambat.

"Chagi, kamu gakpapa kan?"

"Hmmm"

Daffa menarik tangan Dira. Membawanya pergi dari mall ke mall yang lain. Jika tetap di sini, trauma Daffa akan gadis sma bisa menjadi besar.

Dira merasa bersalah. Karena terlalu asik, ia sampai mengabaikan Daffa.

"Maaf Chagi."

Daffa menghentikan langkahnya. Berbalik dan menatap Dira yang juga menatapnya penuh rasa bersalah.

"Buat?"

"Kalau aku gak ninggalin kamu, mereka pasti gak godain kamu."

"Apa hubungannya?"

"Yah itu karena mereka pikir kamu pasti udah punya aku."

Daffa hanya ber "oh" ria. Apa yang Dira katakan memang benar. Andai saja mereka jalan beriringan, para remaja tadi tidak akan berani mengganggu mereka.

"Kamu hobby banget diam gitu," tegur Dira.

Daffa tidak peduli. Ia kembali membawa Dira keluar.

"Pintu keluar kenapa rasanya jauh banget," keluh Daffa.

"Cie ngomong panjang." Dira menoel-noel pipi Daffa. Membuat empunya merasa risih.

"Tuh pintu keluarnya." Dira menunjuk arah pintu keluar. Daffa hendak melanjutkan perjalanannya namun kembali tertahan.

"Eh sebentar," tahan Dira.

Ijinkan Daffa memasukkan Dira kedalam hatinya sekarang. Menutup hati itu rapat-rapat sampai Dira tidak bisa keluar.

"Apa lagi?" tanya Daffa dengan nada sangat pasrah. Pasrah menghadapi ke bobrokan Dira. Ini baru pertunangan, apa jadinya jika mereka menuju pernikahan? Akan kah Daffa bisa mengontrol kekesalannya? Hanya tuhan yang tahu.

"Kita ke taman aja yah?"

"Buat?"

"Udah ketaman aja."

Ekspresi Daffa saat itu adalah "DATAR". Datar namun sangar. Dira menghentikan dirinya hanya untuk mengatakan hal yang bisa di katakan sambil berjalan. What the?

"Bisa jalan sekarang Chagi?" terdengar manis saat Daffa mengucapkan itu. Namun, dalam hati yang begitu dalam, Daffa benar-benar ingin mengurung Dira di sana.

"Manis banget sih Chagi. Yok ah, mobil kamu udah nunggu."

"Bodo amat, bodooo," Batin Daffa.

Dengan perasaan kesal, Daffa kembali menggenggam tangan Dira dan membawanya pergi. Ingatkan Daffa jika Dira menghentikan langkahnya sekali lagi, ia akan berteriak dan mengatakan "kuatkan aku Tuhan."

***
Diperjalan menuju taman, Dira lebih memilih diam dan menatap keluar jendela. Tumben sekali, biasanya gadis itu akan mengoceh hebat sampai kuping Daffa rasanya mau meledak.

Daffa melirik Dira sekilas lalu kembali fokus pada jalan raya. Apa yang bermasalah? Kenapa Dira hanya diam.

"Kamu kenapa?" Tanya Daffa akhirnya.

"Gak mood."

"Kamu PMS?" Tanya Daffa sekali lagi. Melihat anggukan Dira, Daffa mendengus kesal. Pantas saja emosinya berubah-ubah.

Semalam Dira marah hanya karena tidak mendapatkan pujian. Ke esokan harinya mendadak manis dengan mengucapkan "morning". Sekarang? Mendadak pendiam.

"Kamu mau apa?"

"Taman."

"Gak mau yang lain?"

"Gak."

Baiklah, mood Dira sedang berada pada posisi kurang mengenakkan. Daffa tidak menyukai Dira cerewet dan tidak juga pendiam.

Sesampainya di taman Daffa melepaskan sabuk pengamannya dan menatap Dira. Gadis itu tertidur? Astaga!!!!!!!

"Ceburin kamu ke lumpur lapindo dosa tidak??" ucap Daffa. Kesal-sekesal-kesalnya.

My Cold Man [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang