Allisa begitu sibuk mengurus rumah setelah kepergian Dira yang entah kemana dua hari ini. Ia merasa suntuk karena tidak bisa melakukan apapun selain membersihkan, memasak, dan mencuci. Sangat di luar yang seharusnya, saat gadis-gadis yang seusianya akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan dan berbelanja, ia justru harus melakukan pekerjaan seorang ibu rumah tangga.
Allisa tidak bisa meminta Revan untuk melakukan apa yang ia lakukan. Baginya, tugas Revan adalah berlajar agar bisa memperoleh nilai sempurna.
"Permisi?"
Allisa membersihkan sisa sabun pencuci piring di tangannya dan berjalan untuk membuka pintu. Ada tamu yang entah siapa.
"Iya? Eh kak Wenda?" Wenda tersenyum ramah. Ia masuk kedalam rumah Dira sabil meyeret kopor besar. Allisa tentu bingung, ia mengira Wenda akan pergi jauh dengan pakaian-pakaiannya.
"Loh kakak mau kemana? Keluar negeri?" tanya Allisa.
"Dira belum ngasih tahu kamu? Kakak bakalan tinggal di sini karena rumah kakak kemarin kebakaran." jelas Wenda. Mengingat kejadian pasca rumahnya kebakaran ia mendadak muram. Masih sangat sulit untuk menerima kenyataan pahit itu.
"Yampun kak. Yaudah aku buatin minum buat kakak dulu." Allisa langsung menuju dapur dan membuatkan minum untuk Wenda. Malang sekali nasib sahabat SMA kakaknya itu, sudah di tinggal kedua orang tua karena kecelakaan pesawat sekarang harus kehilangan harta satu-satunya lagi.
"Siapa Lis?" Teriak Revan yang berjalan menuruni tangga.
"Kak Wenda," jawab Allisa.
Revan mempercepat langkahnya, ia duduk di samping Wenda.
"Lah kak, mau kemana?" tanya Revan sama bingungnya seperti Allisa tadi.
"Mulai sekarang kakak tinggal di sini sama kalian. Yah, berhubung Dira tinggalnya sama Daffa."
"WHAT!!!!!" Pekik Revan.
"Gak yah, aku gak mau kak Dira tinggal di sana. Ntar kalau aku kangen gimana?" lanjutnya.
"Lebay baget sih." Allisa mencibir sambil meletakkan nampan berisi teh hangat.
"Emang yah lu. Kakak sendiri di biarin nginep di rumah orang," tunjuk Regan pada Allisa yang justru terlihat sangat santai.
"Eh gue kasih tahu yah. Ini pelatihan buat kita, ntar kalau mereka nikah kita gak mungkin kan serumah lagi? Thingking!!!" Allisa mempersilahkan Wenda untuk menyeruput tehnya. Wenda tersenyum dan mengangguk, apa yang Allisa katakan memang benar.
"Yang di bilang Allisa emang gak salah sih Rev."
"Tuh cebong emang selalu benar." Regan meminum sedikit tehnya kemudian pergi meninggalkan Allisa yang tengah kesal.
"Gue bukan cebong Woi!!!!" Allisa melempar bantal Sofa ke arah Revan. Melihat itu, Wenda hanya bisa menggeleng. Pantas saja Dira seringkali marah karena mereka berdua.
***
Dira duduk sambil menumpu dagu di meja makan. Senang sekali rasanya saat ia bisa menatap wajah Daffa dari jarak yang begitu dekat."Mas???" Panggil Dira.
"...."
"Mas ih, kebiasaan banget ngacangin aku. Ini udah ke tujuh kalinya aku manggil kamu."
"...."
Dengan kesal Dira merampas handphone Daffa dan membuangnya kebelakang. Bukannya merasa bersalah, Dira justru tersenyum semakin manis.
"Ada banyak File di dalam sana," Ucap Daffa sedikit khawatir.
"Makanya jangan kacangin aku."
Dira merangkak untuk mengambil handphone Daffa. Memeriksa benda kotak berlogo Apel itu dengan seksama dan berharap semoga tidak terdapat lecet pada body seksinya.
"Tuh gakpapa." Daffa bernafas lega begitu melihat kondisi handphonenya masih normal.
"Oh iya, malam ini aku tidur di kamar kamu boleh?"
"Gak!!!"
"Ih kenapa?"
Ok, sudah cukup sekarang. Daffa tidak tahu lagi harus menghadapi Dira dengan cara apa. Gadis itu selalu mengatakan hal-hal bodoh.
"Bisa diam?" tanya Daffa.
"Gak." Dira menggeleng kuat. Tangannya memeluk erat lengan Daffa.
"Dira.""Panggil Dira lagi kupelintir ginjal kamu."
"Chagi, bisa kamu lepas gak??" Dira tersenyum lebar.
"Yaudah nih, aku mau bocant. Kamu jangan asik main hp terus begadang. Ketahuan ku....."
"Kupelintir ginjal kamu," potong Daffa. Seakan telah mengetahui kelanjutan dari omongan Dira.
"Pintar." Dira mengecup singkat pipi Daffa dan pergi ke kamarnya.
Kaget??
Sepertinya begitu. Terlihat jelas dari wajah Daffa yang kaku. Dira konyol, batinnya menjerit.
Daffa membereskan laptop, berkas, dan sisa cemilan milik Dira. Dasar, bahkan sisa cemilan Dira pun harus dirinya yang membersihkan. Untung tunangannya, kalau bukan, sudah Daffa pelintir dari awal.
"Sabar," ucap Daffa dengan sangat pelan.
Setelah semuanya beres, Daffa naik ke kamar Dira. Memeriksa, apakah gadis konyol itu benar-benar tidur.
Sesampainya di atas, Daffa melihat sebagian tubuh Dira telah tertutupi selimut. Nafasnya pun mulai terdengar lembut.
"Bagus." Daffa menutup pintu kamar Dira dengan pelan agar tidak menimbulkan suara yang mengganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END√]
RomanceJangan pernah berpikir bahwa yang cuek padamu tidak akan pernah peduli dengan apapun yang terjadi. Dirinya peduli, walau sebatas lirikan ekor mata. Aku mengakui ini karena aku sudah merasakannya. Tentang dia yang terlihat dingin namun pada kenyataan...