Chapter 8

15K 557 8
                                    

Dira terbangun dengan tubuh masih berbalut dress hitam. Matanya masih setengah terbuka, ia mengerang kecil kemudian meraba sisi ranjang. Sejak kapan Revan memiliki postru tubuh yang lumayan besar dan berisi? Pikir Dira dalam hati. Masih dalam keadaan setengah sadar, Dira mengeratkan pelukannya.

"Kamu sejak kapan berisi gini?" Tanya Dira dengan suara serak. Sungguh, saat mengetahui semua ini Dira pasti akan sangat malu.

"..."

"Kamu diam aja."

"Kak sa..." Allisa ciut. Pemandangan yang tidak seharusnya dipandang oleh gadis dibawah usia.

"Kak Dira, Kak Daffa sarapan." Dira tertawa hambar.

"Lis.. Yang kamu ajakin siapa tadi? Daffa? Disini tuh Revan." ingin rasanya Allisa melempar nampan kearah Dira.

"Dir...," panggil Daffa.

"Lah Rev sejak kapan suara kamu mirip Bos Daffa?"

What? Batin Allisa menjerit.

Dengan sekali tarikan, Allisa berhasil membuat Dira duduk ditepi ranjang. Matanya masih terpejam. Daffa merasa malu harus berhadapan dengan Allisa, gadis itu pasti akan berpikiran buruk tentangnya. Miris!!

"Kak Diiiiiiraaaaaaaa banguuunnn." Dira yang kaget saat itu juga langsung melompat dan memeluk Daffa. Help me, jangan lagi, seperti itulah jeritan Daffa dalam hati.

Daffa langsung mendorong Dira untuk melepaskan pelukannya. Gadis itu membuat Daffa berkeringat dingin sepagi ini.

"Allisaaaaaaaaaaaa mppphhhhh." Katakan saja Allisa kurang sopan karena harus membekap mulut Dira. Tapi, jika tidak seperti itu Dira akan berteriak semakin keras.

"Kak issss malu ada kak Daffa."

"Apasih kamu, eh ini tuh Re....." Telunjuk Dira mengarah tepat kewajah Daffa. Ekspresi Daffa saat itu adalah Datar.

"Bos? Sejak kapan disini?" jangan tanyakan seberapa malunya Dira. Jadi yang dipeluk tadi adalah Daffa? Astaga bagaimana ini bisa terjadi.

Seandainya ada kata yang lebih malu dari "Sangat Malu." kata itulah yang pantas untuk Dira.

Oh tuhan,

Dira menutupi wajahnya yang memerah dengan bantal. Allisa, gadis itu tertawa sebelum keluar dari kamar Dira.

"Sudah, sana cuci muka." Daffa menarik tangan Dira dan membawanya ke kamar mandi. Setelah membawa Dira ke kamar mandi, Daffa langsung turun untuk mencari kamar mandi lain. Sangat tidak mungkin ia dan Dira berada ditempat yang sama.

Saat Daffa melewati dapur matanya menatap Revan, mengingat Revan Daffa kembali terbayang pelukan erat Dira.

Mengerikan.

"Kak sarapan." Allisa begitu lihai dalam hal menyiapkan sarapan. Gadis yang satu itu bahkan lebih dewasa dari Dira. Andaikan Allisa yang Daffa perkenalkan ke Ibunya (?)

Revan melempar kripik kentang kearah Daffa. Mungkin Revan tahu kalau Daffa terus memandangi Allisa yang tengah berkutat bersama peralatan dapur. Dira yang muncul dari belakang langsung memukul kepala Revan dengan sendok.

"Isss kak sakit."

"Gak boleh gitu sama yang lebih tua, itu Bos kakak." Revan megerucutkan bibirnya. Dira saja yang tidak tahu penyebab Revan melempar kentang.

"Salah kak Daffa, masa iyya dia diam-diam ngelirik kak Allisa."

"Hah?"

Dira menatap Daffa sebentar, kemudian menatap Allisa. Apa ada kemungkinan Daffa menyukai gadis SMA? Sepertinya tidak. Daffa duduk disamping Dira dan menjelaskan apa yang menjadi kesalah pahaman Revan. Daffa sama sekali tidak menyukai Allisa melainkan mengagumi sosok gadis SMA itu.

Mengagumi?

Jujur saja Dira merasa cemburu, tapi apalah dirinya yang berstatus sebagai karyawan biasa dan kekasih bohongan. Mood Dira mendadak hilang, tangannya hanya bermain di atas piring berisi nasi goreng buatan Allisa.

"Kak? Makan elah, Lisa udah capek buat juga."

"Halah, kak Dira pasti kenyang kemakan cemburu." Allisa yang tidak tahu-menahu pun bertanya apa maksud dari ucapan Revan.

"Jadi gini, tadi kak Daffa terus ngelihatin lu dari meja makan, yah jadi kak Dira cemburu."

"Jaga ucapan kamu Rev, kakak gak cemburu."

Daffa sama sekali tidak tertarik dengan obrolan ketiga bersaudara itu. Lidahnya sudah sangat sulit menerima apapun selain menerima masakan Allisa.

Allisa terdiam

"Hahahahahhh. Apa? Bentar? Kak Dira cemburu sama bocah kayak gua?"

Ting...

Dira membanting sendok dan garpu secara bersamaan. Tangannya mengambil tissue dan menyumpal mulut Allisa.

"Makan, jangan ngakak."

"Isshhh kak Dira, kalau tissuenya ketelan gimana?" Allisa membuang tissue itu.

"Dira cepat makan." Sepertinya Daffa mulai merasa kesal dengan Dira yang tidak menghormati makanannya.

"Gak lapar," Ucapnya dengan ketus. Daffa hanya bisa terdiam.

"Kak makan, gak enak yah?" Allisa tahu betul siapa Dira. Dira tidak akan tega melihat wajah sedih dari kedua adiknya.

"Ya, nih kakak makan. Mukanya gak usah sedih." Dira melahap nasi goreng buatan Allisa.

"Sudah jam setengah delapan, kamu temani saya ke restoran Callison."

"Uhukkkk..."

"Kenapa?" Tanya Daffa. Ia menyerahkan segelas air putih ke Dira.

"Restoran mantan kakak kan? Si Akil?"

"Mantan? Kamu punya mantan?" Dira tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang begitu rapi dan mungil. Lesung pipit yang ada dibawah bibirnya membuat Daffa seakan kehilangan arah untuk menatap yang lain.

"Hehe iyya Bos, Dia kerja di kantor Bos."

"Oh."

"Brengsek, cemburu kek," Batin Dira.

"Sudah selesai? Ingat disana saya akan bertemu dengan teman semasa saya masih SMA, jadi untuk panggilan Bos harus kamu ganti dengan Daffa." Dira mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.

Allisa dan Revan saling berpandangan hingga memutuskan untuk pergi setelah sarapan.

"Kenapa bukan Rena?"

"Rena sudah mengundurkan diri."

Kesempatan yang bagus untuk Dira.

"Sip Bos."

Daffa beranjak dari duduknya dan di ikuti oleh Dira. Mereka berdua pamit untuk keluar.

My Cold Man [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang