Dira mengerjap beberapa kali, matanya menyipit saat siluet cahaya menembus jendela. Perlahan Ia bangkit dan mencoba mengumpulkan sebagian nyawanya yang hilang saat tertidur. Pagi yang indah untuk wanita yang indah, pikirnya.
Hari ini Dira tidak bekerja. Alasannya karena sebentar lagi ia dan Daffa akan bertunangan. Semua akan dilalui dengan kesibukan.
Sandiwara yang luar biasa.
"Gak mimpi kan gue? Waw bentar lagi tunangan sama Mas Daffa." Dira menyimbak selimut Doraemonnya dan berlari menuju kamar mandi.
Dira akan bersiap-siap menemui Helen ibunda Daffa. Wanita itu akan mengeluarkan asap jika rencana pertemuannya tidak tepat waktu.
"Yampun sandal gue mana coba." Selesai membersihkan tubuh, Dira dengan cepat menuju lemari. Sandal yang dipakai pun tidak memiliki pasangan. Terbayang bagaimana wajah Daffa jika Dira datang dengan penampilan seperti itu?
Dari belakang pintu Allisa terkikik, ditangan kanannya terdapat satu buah sandal Doraemon.
Allisa saat ini libur sekolah karena seminggu yang lalu ia baru saja menghadapi layar komputer dengan soal-soal rumit. Ujian maksudnya.
"Kak...."
"Allisa simpan sandal kakak di sana. Please, kakak lagi bingung mau pakai baju apa," Ucap Dira dengan kesal.
"Tahu dari mana sih kalau sandal kakak aku ambil sebelah." Allisa memutar kedua bola matanya. Ia berjalan kearah lemari dan ikut memilih baju.
Allisa menarik satu buah baju kaos berwarna putih polos dan celana jeans pendek. Allisa tersenyum, pakaian ini pasti sangat cocok untuk Dira.
"Kak yang ini aja gimana?" Allisa menunjukkan baju pilihannya ke Dira dengan bangga.
"Ish, kakak mau ketemu Bunda Helen."
"Yahkan pakai ini aja. Cantik loh kak."
"Emang cocok yah buat kakak? Itu udah lama banget, gak pernah kakak pakai."
Allisa melepaskan hanger yang melekat pada kaos itu dan mencocokkannya ke tubuh Dira.
Tubuh Dira terlihat kurus tapi berisi pada bagian paha. Terbilang tinggi dengan kulit putih. Idealnya Dira memiliki postur tubuh yang sangat pas. Allisa menyentuh dagunya seakan berpikir apakah kaos itu cocok di tubuh Dira.
Dira mendengus malas. Allisa terlalu lama untuk memutuskan pilihannya sendiri.
"Lis gimana?"
"Aku sih Yes," Ucap Allisa disertai senyuman nakal.
Dira bergidik ngeri. Dengan tega ia mengusir Allisa untuk mengganti pakaian. Yah kalau Allisa masih tetap di kamarnya otomatis Allisa akan melihat tubuh cantiknya. Tidak akan.
"Kak Dira mana?" Tanya Revan.
"Kepo."
"Ngeselin banget sih lu." Revan melempar bantal sofa ke arah Allisa. Beruntung Allisa bisa menghindarinya dengan cepat.
"Percuma main Free Fire. Bidik jarak segini aja gak bisa," Ejek Allisa. Lidahnya menjulur.
"Halah mending gue main Free Fire dari pada lu, Libi Games."
Kini giliran Allisa yang siap melempar Revan dengan bantal. Sayang, Revan sudah pergi lebih dulu dan masuk ke kamarnya.
Dira menuruni anak tangga satu persatu. Ia menggeleng karena tingkah Revan dan Allisa yang kekanak-kanakan. Tiada hari tanpa masalah, tiada hari tanpa keributan, dan tiada hari tanpa merasakan kekesalan. Bagaimana jika Dira tak lagi tinggal bersama mereka?
"Berantem mulu perasaan. Sana mandi." Dira mengambil handphonennya di meja ruang tamu. Satu jam lagi Daffa akan menjemputnya.
"Bodo lah kak. Eh cantik loh kak baju itu. Ntar cariin yang warnanya kuning yah?" Allisa memeluk lengan Dira dengan manja.
Dira justru merasakan kengerian yang luar biasa.
"Kuning atau Yellow? Yang jelas," Tanya Dira.
Wajah Allisa yang semula tersenyum mendadak datar. Pertanyaan yang bodoh, pikirnya.
"Green."
"Ok."
"Kampret emang."
"Ngomong apa barusan?"
"Cantik."
"Terima kasih."
Golok mana golok?
Allisa melepaskan sebelah sandalnya dan hendak melayangkan sandal itu ke kepala Dira.
Tapi
Apalah daya Allisa yang takut jika terkena semprotan kata-kata mutiara dari Dira.
***
Setelah menunggu satu jam, Daffa akhirnya datang. Menggunakan kaos hitam polos dan jeas hitam panjang. Dira ternganga melihat style santai Daffa.
Allisa yang berdiri dibelakang Dira pun tertawa kecil. Dira pasti semakin terpesona pada calon tunangannya itu.
"Iler bentar lagi tumpah."
Seketika Dira tersadar dan mengatupkan kedua bibirnya.
"Ekhem eh Lis, kakak pergi dulu."
Setelah berpamitan pada Allisa, Dira langsung berjalan ke arah Daffa yang lebih setia berdiri di depan pintu dari pada masuk dan duduk.
"Lama nunggu?" Tanya Daffa. Dira menggeleng kuat.
"Baru aja selesai."
"Kalau gitu masuk."
Sebelum masuk ke dalam mobil, Dira lebih dulu mengedipkan sebelah matanya ke arah Allisa. Karena Allisa, ia dan Daffa memiliki style yang sama hari ini.
"Masih mau berdiri di luar?"
"Ia bentar."
Dira masuk dan duduk di samping Daffa. Ia mengeluarkan handphone dan mulai menyalakan kameranya.
"Eh ngapain."
"Foto, sekali-kali."
"Jangan di upload."
"Hijrah banget sih bos, yaudah iya."
Dira mulai membidik beberapa gaya yang ia keluarkan bersama Daffa.
Dira terdiam.
Wajah Daffa begitu berbeda. Senyum yang tercetak begitu indah di dalam layar handphonenya. Ini akan ia abadikan, gambar ini akan menjadi Walpaper dan Lockscreennya.
Daffa sebenanya sadar bahwa Dira mengubah setelan layarnya menjadi walpaper wajahnya. Ia hanya tersenyum melihat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END√]
RomanceJangan pernah berpikir bahwa yang cuek padamu tidak akan pernah peduli dengan apapun yang terjadi. Dirinya peduli, walau sebatas lirikan ekor mata. Aku mengakui ini karena aku sudah merasakannya. Tentang dia yang terlihat dingin namun pada kenyataan...