"Dira pulaaang...." Gue langsung duduk di sofa. Baru sehari kerja sebagai karyawan udah secapek ini, gak kebayang kalau udah jadi Ceo kayak Papa yang sibuknya luar biasa, bisa mati gue.
Gue lirik jam dipergelangan tangan gue. Rumah sepi banget, teriakan gue barusan juga gak ada yang respon. Gue naik keatas, mungkin mereka udah pada tidur.
Sebelum masuk ke kamar, gak sengaja mata gue terarah ke pintu kamar Papa. Di pintu itu ada ulisan yang seketika menarik ujung bibir gue buat tersenyum sinis.
'Papa ke milan, ada urusan mendadak'
Pengen gitu ngebanting pintu biar bisa ngehancurin tulisan itu. Belum seminggu kita bareng-bareng dia udah pergi lagi. Santai sih, gak masalah buat gue kalau dia mau pergi, tapi adik gue? Si Allisa dan Revan? Mereka pasti sedih banget.
Punya orang tua yang sibuk itu gak ada enaknya. Mau harta yang mereka kumpulin melebihi luasnya langit dan bumi, itu gak bakal buat perhatian mereka terarah pada sang anak. Gue kira cuma novel-novel Fiksi yang mengisahkan itu, tapi nyatanya realita pun bisa mengalami.
Udah kebal gue sama yang beginian, di mana Mama sama Papa sering ninggalin gue. Sebelum Allisa dan Revan lahir, gue sering dititipin ke om Regan sepupu Mama di desa. Sampai pada akhirnya Mama nyewa pembantu buat beres-beres rumah sekaligus jagain gue yang masih berumur 5 tahun karena om Regan juga mulai sibuk. Bayangin aja tuh, untung gue sabar yakan!!?.
Beruntung juga karena Kemarahan gue selalu kalah sama kasih sayang gue ke mereka, jadi mau bagaimanapun, gue selalu bersikap seolah-olah gue Fine!!.
🌻
Banyak yang mungkin berfikir, Dira adalah gadis yang begitu bebas dalam menjalani hidup. Dira gadis petakilan, selalu berbuat usil, tersenyum, dan memberikan senyum. Jelasnya, Dira adalah gadis yang handal dalam menyembunyikan kenyataan emosi dan kisahnya.
Dimasa SMA kelas sepuluh Dira dikenal sebagai gadis yang begitu dingin. Banyak yang tidak suka dengan sikapnya yang kadang jutek, pendiam, dan tidak peduli. Lama Dira memiliki pendirian seperti itu, Wenda akhirnya datang dan merubah semuanya. Wenda yang cerewet dan suka membuat lolucon garing membuat Dira terpancing untuk memiliki sifat seperti itu.
Dira berfikir, sikapnya yang kurang baik dan bersahabat malah akan membuatnya terlihat lebih jelas menyimpan beban. Berbeda dengan Wenda yang hidupnya bahkan lebih gelap tetapi terlihat begitu lepas seakan tidak memiliki masalah.
Dira pov.
Silau banget. Sinar ultraviolet masuk ke jendela kamar gue. Siapa sih yang berani buka jendela gue dijam segini. Gue tidur dengan posisi tengkurap, mata gue terarah pada jam di meja dan laptop di pinggir kasur. Mata gue yang semula sendu mendadak bulat layaknya bola pimpong Eh ralat, bola pimpong kebesaran.
"Ampundah jam 07:02, mati gue"
Gue langsung turun dari kasur, menyambar handuk, dan masuk kekamar mandi. Siap-siap aja si Bos muda marah kalau gue telat. Masa iya, karyawan baru udah berani melanggar waktu.
Selesai bersiap-siap gue langsung meluncur ke kantor. Gak tau sekarang model gue kayak gimana, hancur banget pasti. Rabut lurus tanpa di curly dan wajah tanpa make up sedikitpun. Intinya gue Natural banget hari ini, syukur gak lupa pakai baju.
Dengan jantung yang berdetak kecang gue langsung masuk ke kantor. Lirik kanan kiri masih aman, syukur Bos gak ada.
"Wen, Bos kemana? Gak masuk?" Tanya gue ke Wenda yang duduk sambil baca Novel. Buset santai banget, temen gue nih.
"Masuk, tuh lagi nungguin lu di ruangan dia." Mati sekarang atau besok aja? Kirain dia gak masuk ternyata lagi nungguin gue.
"Buruan masuk, huahahahahahaha mampus kau." Wenda ketawa jahat didepan wajah gue. Teman apa yang tega tertawa diatas penderitaan temannya sendiri. Emang bener yah perbedaan antara teman biasa dan sahabat. Kalau lo jatuh temen lo bakal ngebantuin dan ngasih perhatian, beda sama yang namanya sahabat, dia justru ngakak terguling guling. Maaf, ini sih yang pernah gue baca dari status-status remaja.
Novel setebal 200 halaman mendarat di kepala Wenda. Sebelum pergi alias kabur gue sempat ketawa jahat.
Beberapa karyawan lainnya cuma bisa menggeleng. Coba berani negur gue, abis tuh orang.
.
.
Didepan pintu ruangan Bos gue ketemu lagi sama mbak cabe. Males nyebut dia pakai nama, soalnya julukan udah enak. Mbak Cabe Vs Princess Dira."Minggir." Gue langsung nyingkirin badan kurus Mbak cabe yang dari tadi nempel didepan pintu Bos Muda.
"Tuan Daffa gak bisa diganggu maaf," ucapnya.
Gue langsung masuk kedalam tanpa peduli dengan ucapan dingin dia. Bos muda juga kelihatan kaget banget.
"Dimana sopan santun kamu?" Tanyanya dingin. Tambah tampan kamu mas.
"Maaf Pak, tadi udah saya larang tapi...." Mbak Cabe makin sinis ke gue.
"Kapan lu ngelarang gue. Bukannya lu ngelarang tembok? Tadi kan lo bilang gini. Tuan Daffa gak bisa di ganggu maaf, tapi mata lu justru kearah tembok bukan gue, otomatis ucapan itu bukan buat gue kan tapi buat si tembok?" Mbak cabe langsung diam apalagi pas Bos Muda kelihatan marah kedia. Nadira Nahda Rafanda Aris dilawan. Ya gak guys?? Tepuk tangan dulu.
****
Udah sampai chapter 3 kah? Wahhhhh gak kerasa bisa buat cerita iniThanks buat readers yang udah mau baca cerita gaje a.k.a gk jelas ini :v thnks udah mau ngasih vote, koment, dan kritikan juga
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END√]
RomansaJangan pernah berpikir bahwa yang cuek padamu tidak akan pernah peduli dengan apapun yang terjadi. Dirinya peduli, walau sebatas lirikan ekor mata. Aku mengakui ini karena aku sudah merasakannya. Tentang dia yang terlihat dingin namun pada kenyataan...