Chapter 15

13.3K 465 0
                                    

Dira menghempaskan tubuhnya ke sofa. Mengambil remot dan mulai menjalankan televisi. Hari ini adalah hari terbahagia yang pernah ia lewati di mana Daffa melamarnya tanpa kesan romantis. Yah, walaupun seperti itu Dira akan tetap merasa senang. Daffa berhasil membuatnya merasakan apa yang belum pernah ia rasakan. Rasa akan takut kehilangan walau hanya dalam hitungan detik. Dira tidak sabar menunggu pagi kembali, karena pagi itu Dira akan bertemu sumber kebahagiaannya.

Dari belakang Allisa hanya bisa menyunggingkan senyum bahagia. Esok adalah hari terpenting Dira bersama Daffa. Tapi ada satu hal yang mengganggu hati dan pikirannya.

"Mama dan Papa..," Gumamnya.

Tak jauh dari tempat Allisa berdiri, Revan tersenyum tipis. Walau tidak dapat mendengar apa yang Allisa katakan, Regan dapat menebaknya dari raut wajah dan gerakan bibir.

Allisa pasti memikirkan kedua orang tua mereka.

"Kak/kak," panggil Revan dan Allisa bersamaan. Mereka berjalan kearah Dira dan ikut duduk. Kini bukan mereka yang menonton Tv tapi Tv lah yang menonton mereka.

"Iya cantik dan gantengnya aku."

"Seneng banget kayaknya." Revan memeluk pinggang Dira dengan erat.

"iyadong, kan besok mau tunangan," Goda Allisa. Tangannya memainkan jari jari lentik Dira. Allisa merasa ada yang berbeda. Kemarin dan hari ini sangat berbeda, kesan yang Dira nampakkan hari ini jauh lebih memancarkan kebahagiaan dari yang sebelumnya.

"Besok kalian harus tampil bagus."

"Emang mau manggung." Regan mengerucutkan bibirnya. Hal itu tentu membuat Dira gemas sendiri.

"Bercanda."

"Hmm, kak?" Panggil Allisa dengan lembut.

Dira menatap Allisa yang juga tengah menatapnya.

"Setelah tunangan kakak bakal nikah kan?" Dira tersenyum. Kemarin mungkin ia tidak bisa menjawab pertanyaan Allisa tapi sekarang dengan mantap Dira menganggukkan kepalanya.

Melihat jawaban Dira, Allisa berhambur memeluknya. Tidak ada lagi rasa cemas akan hubungan Dira.

Jujur saja, selama ini Allisa merasakan keanehan tentang hubungan Dira. Walaupun Dira mengatakan berkali-kali bahwa dirinya akan segera bertunangan, Dira tidak pernah menampakkan raut wajah bahagia, lebih tepatnya hanya senyuman tipis yang mengganggu.

"Kemarin aku gak yakin kakak bakal bahagia," Lirih Allisa.

"Kamu percaya sama kakak. Kali ini kakak gak bakal gagal lagi."

"Awas aja kalau Kak Daffa ngikutin jejak Akil, aku patahin hatinya," ancam Revan dengan nafas yang menggebu. Benar saja, kalau sampai Daffa mengikuti jejak Akil, Regan yang akan bertindak di depan Dira.

"Halah di centil adik kelas aja diam." Ejek Allisa.

Oh tidak, jangan lagi.

"Yeeee itu karena gue gak mau dapat masalah di sekolah. Ujung-ujungnya kak Dira yang di panggil."

Dira menyentuh kedua pipi Revan dan menciumnya. Beruntung sekali ia memiliki adik yang setia menjaga nama baiknya.

"Jadi setelah tunangan kakak bakal nikah dong?" tanya Revan.

Dira menggaruk tengkuknya akibat salah tingkah. Pertanyaan Revan terdengar begitu aneh.

"Ya.. Yah itu sih belum kepikiran." Jawab Dira.

"Yaudah pikirin besok sama kak Daffa."

Detik itu juga tawa Dira pecah. Bagaimana bisa ia membicarakan pernikahan sementara pertunangannya belum beres. Bisa-bisa kepala Daffa pecah sebelum menautkan cincin padanya.

Tapi..

Ada waktu di akhir acara. Dira bisa membicarakan itu saat seluruh tamu pulang. Dira memukul pahanya dengan kesal, tetap saja itu tidak bisa dibicarakan. Mau di sembunyikan kemana wajah Dira.

"Hayoloh bercanda kali kak." Allisa tertawa di susul Revan

"Yah biarpun bercanda kakak emang harus mikirin ini."

Tawa Allisa mendadak berhenti. Baiklah, Dira membenarkan ucapan Revan dan itu adalah beban baru. Lebih baik Allisa mencari cara agar pikiran Dira bisa teralihkan.

Lama Allisa berpikir akhirnya satu bola lampu cemerlang muncul diatas kepalanya. Ada satu yang bisa mengalihkan semuanya.

Nonton Drakor.

"Kak nobar yuk," Ajak Allisa.

"Nah iya bagus. Ada Drakor baru gak."

Dengan senang Allisa mengangguk dan menunjukkan laptopnya. Setelah membuka beberapa File, Allisa akhirnya menunjukkan sebuah film berjudul im not a robot. Drakor ini sebenarnya sudah lumayan lama, tapi Kia sahabat Allisa baru menunjukannya.

"Pemerannya siapa?" tanya Dira, sang pecinta korea.

"Mana aku tahu, ini aja baru dikirim Kia." Dira mengangguk patuh.

Dira menggeser sedikit duduknya karena Revan yang terus saja menggeliat agar bisa ikut menonton. Setahu Allisa Revan tidak menyukai drakor, alasannya karena terlalu Full Drama.

"Kena karma kan lo? Tumben nonton drakor." Entah itu pertanyaan atau sindirian. Revan menatap Allisa dengan malas.

"Terserah gue dong."

"Sstttt kakak lagi serius juga. Eh itu robotnya yah?"

"Itu robot aslinya. Ntar yang palsu baru nongol," jawaban Revan membuat Allisa melongo. Bagaimana Revan tahu?

"Gak usah kaget. Gue nonton itu udah dua bulan yang lalu." Dengan santainya Revan meninggalkan ruang tamu dan masuk ke dalam kamar.

Allisa menggeleng, ia tidak menyangka demam drakor bisa menular secapat ini. Bahkan yang dulunya jijik jadi ketagihan. Dasar manusia.

My Cold Man [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang