Akil hendak keluar untuk memanggil dokter karena akhirnya Vanya sadarkan diri. Namun ia justru kaget melihat Dira yang terduduk di lantai rumah sakit.
"Lo kenapa?" Tanya Akil dengan lembut, takut membuat Dira tersinggung.
Tanpa menjawab pertanyaan Akil, Dira hanya menujukkan sebuah cincin.
"A... Apa ini??" Akil membeku, melihat cincin yang bertuliskan nama Dira berada ditangan Dira.
"Semuanya selesai." jawab Dira.
"Cincin nama lo harusnya di pakai Da..." Ia paham sekarang. Dira dan Daffa mengakhiri semuanya? Tidak, ini tidak boleh terjadi. Mereka berdua saling mencintai.
"Gila yah, lo berdua sama-sama cinta."
"Omong kosong." Mendengar ucapan Akil, Dira membantah kemudian tertawa.
"Gue paham sekarang. Ini karena lo kan?? Lo yang akhiri semuanya?? Sama kayak gue waktu itu."
"Gue tegasin sama lo, jangan ungkit masa lalu. Yang salah Daffa, karena dia Viona hampir ngabisin gue, Allisa, Revan, dan Wenda,"
Akil sudah menduga bahwa akan ada banyak ujian yang harus Daffa hadapi karena sifat kekanak-kanakan Dira.
Akil berbalik, namun sebelum pergi ia sempat berbicara sekali lagi.
"Daffa gak pernah mau Viona nyakitin lo. Andai lo tahu gimana sulitnya dia nyariin lo selama ini, capek dan gak makan sama sekali. Apa yang dia pikirin?? Lo Dir!!! Kenapa?? Karena dia cinta."
Akil melupakan satu hal. Ia langsung menarik tangan Dira untuk masuk kedalam kamar rawat Vanya. Dira tidak memberontak karena awalnya ia memang ingin melihat kondisi Vanya.
"Nya.. Lo nyimpen itu kan?" Vanya tersenyum dan mengangguk.
"Non Dira.. Non salah kalau Tuan Daffa gak cinta sama Non." Dira memutar kedua bola matanya. Kenapa semua manusia terlalu sok tahu.
"Ini kalau lo gak percaya." Akil mengeluarkan handphonenya lalu memutar sebuah rekaman.
Voice Note On
"Daff, makan dulu elah."
"Lo nyuruh gue makan?? Mikir gak?? Dira di sana pasti gak makan."
"Sekarang gue percaya kalau lo cinta sama Dira. Pengecut lo."
"Kalau iya gue cinta kenapa? Puas lo? Gue bakal nyari dia bahkan ke ujung dunia pun. Lo berdua gak ngerti gimana sakitnya gue lihat dia gak ada di sekitar gue."
Voice Note Off
Vanya menatap Dira dengan sendu. Hatinya ikut meringis atas apa yang Dira alami. Pasti sakit, mengingat orang yang dicintai sekarang menyerah dan menyelesaikan semuanya.
"Gue takut Viona bakal datang dan nyakitin adik gue lagi." Lirih Dira. Dengan cepat Akil memeluknya.
"Tapi ini bukan kesalahan Daffa Dir, Viona gak bakal nyakitin lo selama Daffa ada." Akil melepaskan pelukannya dan menyentuh kedua pipi Dira. Ia pernah melakukan ini sebelumnya.
"Cinta sama Daffa kan?" Dira mengangguk.
"Kalau gitu cari dia dan balikin cincin ini." Akil menatap Vanya yang terbaring namun tetap tersenyum. Gadis itu ikut mengangguk setuju dengan ucapannya.
"Yang di bilang Tuan Akil benar Non."
"Nya, makasih yah. Karena lo gue masih hidup sekarang." Vanya mengangguk. Ini sudah menjadi tugasnya untuk berbakti pada majikan, apalagi majikan itu sebaik Dira.
"Sekarang lo pergi gih, soal adik dan sahabat lo itu jadi urusan gue."
Dira merasa beruntung memiliki teman sebaik Akil dan Vanya. Mereka rela melakukan apapun demi dirinya bahkan untuk mengorbankan nyawa mereka sendiri. Sekarang Daffa, pria itu pasti sangat kecewa dengan dirinya.
"Ngapain diam sih?" Akil memukul pundak Dira dengan kesal. Seharusnya gadis itu sudah pergi untuk mencari Daffa.
"Malu, gue udah minta dia buat jauhin gue dan sekarang?"
"Salah lo sendiri. Makanya jadi cewek tuh yang dewasa dikit."
"Lo ngeledek gue bocah gitu?"
"Yah kagak." Akil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
"PMS non?" Tanya Vanya yang langsung di angguki Dira.
Akil dan Vanya saling berpendangan kemudian menghela nafas panjang.
Dira tidak mau ambil pusing. Ia langsung berlari keluar untuk mencari Daffa. Persetan dengan rasa malunya, ia akan menebus kesalahan yang ia lakukan.
"Kamu dimana sih." Dira terus mencari Daffa. Ia melihat mobil Daffa masih terparkir rapi di depan rumah sakit. Daffa jalan kaki?
Dira tidak akan menyerah, ia akan terus mencari Daffa dan sekarang ia tahu kemana harus mencari pria dingin itu.
***
Daffa tidak percaya bahwa kini Dira tidak lagi bersamanya. Semua terjadi begitu cepat, tanpa disangka. Ternyata benar, takdir tidak ada yang tahu, kadang hari ini kita merasakan kebahagian tapi esoknya penderitaan. Daffa pasrah, sekarang keinginan Dira sudah terpenuhi dan itu menjadi kebahagiaan tersendiri untuk Daffa.
"Besok mulai semuanya dari Nol." gumam Daffa. Perlahan ia membuka pintu mansionnya lalu masuk kedalam. Langkah ini, langkah yang mungkin akan membawa Daffa untuk maju kedepan hingga melupakan semuanya.
Mungkin.
Daffa membaringkan tubuhnya ke sofa, mandang langit-langit mansion dengan redup seakan tidak ada gairah untuk mengatakan 'indah' pada dekorasi uniknya. Nafas berhembus kasar, merasakan betapa sulit berjalan sendirian setelah melalui semuanya bersama sosok yang saat ini tidak akan lagi ada di sampingnya. Biarkan waktu berjalan karena Daffa yakin, bersama dengan itu ia bisa melupakan semuanya. Sekali lagi.....
Mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END√]
RomansaJangan pernah berpikir bahwa yang cuek padamu tidak akan pernah peduli dengan apapun yang terjadi. Dirinya peduli, walau sebatas lirikan ekor mata. Aku mengakui ini karena aku sudah merasakannya. Tentang dia yang terlihat dingin namun pada kenyataan...