Chapter 37

11K 406 1
                                    

"Kak?"

"Maafin Kakak Lis. Karena keegoisan kakak, kalian harus menanggung ini." Allisa menggeleng. Ini bukan kesalahan Dira, ini adalah kebodohan Viona.

"Kakak harus ngelepas Daffa buat dia."

"Jangan gila kak. Kakak cinta kan sama kak Daffa?"

Dira berusaha menahan air matanya namun apa daya, ia juga manusia yang ketika merasa sakit akan menangis.

"Setidaknya dengan begitu, Viona bakalan ngelepasin kalian. Karena kakak Lis, karena cinta yang kakak pertahankan kalian jadi gini." Allisa menggeleng kuat. Apa yang Dira katakan sangat salah, caranya mempertahankan cinta sudah benar.

Allisa berusaha meyakinkan Dira bahwa Daffa akan datang, Daffa akan membalas perjuangannya.

"Lisa yakin Kak Daffa pasti datang." Dira menggeleng. Daffa tidak mungkin datang.

"Dia juga cinta sama kakak kan?? Dia pasti datang, Lisa yakin."

‘Andai kamu tahu, semuanya hanya sandiwara. Daffa mungkin suka tapi tidak dengan cinta’

Dira sadar, mungkin Daffa menyukainya tapi tidak mencintainya. Memang benar saat itu dengan santai Daffa melamarnya, tapi itu bukanlah alasan kalau Daffa memiliki perasaan yang sama.

Dira menunduk, mungkin sampai di sini saja ia bersama Daffa. Semakin mereka dekat, semakin hebat pula duri-duri tumbuh di antara mereka. Jika boleh jujur, ia tidak pernah ingin menjauh dari Daffa walau sejengkal pun.

"Kak? Kakak jawab dong, kak Daffa juga cinta kan?" Allisa terus saja mendesak.

"Mulai sekarang kakak gak mau lagi ada di dekat Daffa."

Allisa terbelalak atas ucapan Dira. Jika itu terjadi, artinya Viona menang. Wanita jahat itu akan berbangga atas keberhasilannya membuat Dira jauh dari Daffa.

"Jangan gila, Viona pasti bakalan menang kak."

"Iya kakak gila. Kakak maunya kalian baik-baik aja. Kalau kakak dekat sama Daffa nasib kalian gimana?"

"Nasib kakak? Kakak pikir, kita bakalan senang kalau kakak kehilangan apa yang selama ini membuat kakak nyaman, bahagia, sampai cinta?"

Dira terdiam. Air matanya meluncur lagi. Apapun yang Allisa katakan jangan sampai menyentuh pikiran serta hatinya. Menjauhi Daffa adalah pilihan terakhir.

"Kamu diam bisa? Sekali ini aja dengerin kakak."

Allisa mengalihkan pandangannya dengan kesal. Terserah apa yang Dira inginkan, setidaknya ia sudah mengingatkan.

Tak lama setelah percakapan itu, Viona datang dengan wajah yang ingin sekali Allisa remuk sehancur-hancurnya. Mereka semua diam tanpa sepatah kata pun sampai akhirnya Dira membuka suara.

"Gue bakal jauhin Daffa." ucapan Dira membuat Allisa menunduk, tangannya terkepal kuat.

"Apa?? Gue gak dengar." Liona menyentuh kupingnya.

"Gue bakal jauhin Daffa."

"Sok budeg lu," Ucap Allisa kesal. Bola matanya memutar namun itu tidak membuat Liona merasa terganggu.

"Bagus, itu artinya sekarang lo pasrah habis ditangan bodyguard gue kan?" Dira kaget, kepalanya menggeleng.

"Gue jauhin Daffa asal lo mau bebasin kita," Ucap Dira sekeras mungkin.

Melihat ketegangan diwajah Dira, Viona merasa sangat senang.

"Lo pikir gue bego gitu? Hei, kalau gue bebasin lo semua," tunjuk Liona pada Dira dan Allisa.

"Yang ada gue bakal ketahuan. Ngerti??!!!! Habisin mereka, bawa Wenda dan Revan juga kesini," Titah Liona.

Para bodyguard itu mengangguk, mereka berjalan keatas lalu turun membawah dua orang yang terikat.

"Revaaaaannnnnn... Wendaaa." Teriak Dira. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan, hatinya sangat sakit.

Bodyguard dengan badannya yang kekar mengambil balok tebal, tentu untuk memukulkannya ke sasaran.

"Tunggu apa lagi sih hah??? Lakuin sekarang." Dengan amarah yang meluap Viona menarik lengan Dira dengan kasar dan mengarahkannya tepat dibawah balok.

"Kita akan dapat masalah besar Nona," ucap bodyguard itu dengan takut, sekedar mengingatkan pada Viona.

"Gak bakal kalau mereka kita singkirin." Bodyguard itu melemparkan baloknya kearah lain. Ia sadar bahwa tugasnya adalah melindungi bukan menghabisi. Jika ia melakukan ini, tidak hanya ada masalah dimasa sekarang tapi juga nanti.

Viona terbelalak, manusia tak berguna, umpatnya dalam hati. Ia berjalan untuk mengambil balok itu.

"Kalau lo gak mau biar gue yang lakuin. Dasar gak berguna!!!"

Liona mengarahkan balok itu tepat di atas kepala Dira. Sebelum balok itu berhasil mendarat, Dira hanya bisa mengingat apa yang selama ini ia jalani, selama ia hidup.

"Kak Diraaaaaaa/ Diraaaaaaa," Teriak Revan, Allisa, Dan Wenda serentak hingga akhirnya balok itu berhasil mendarat.

"Arghhhhhhhhhhh,"

Balok dalam genggaman Liona terjatuh, ia tidak menyangka atas apa yang terjadi. Semuanya di luar rencana.

"Va.... Vanya???" ucapan Dira terbata. Pemandangan yang sangat mengerikan itu membuat kepalanya semakin sakit.

"Pak, tangkap dia pak." Para polisi bergegas masuk untuk menangkap Viona beserta para pengikut yang mendukung tindakannya. Viona berontak, tapi percuma.

"Kalian tahu dari mana hah?" Bentak Viona.

"Bodoh jangan di pelihara." Akil memperlihatkan kartu nama salah satu bodyguard Viona. Melihat itu, Viona langsung menjerit.

Daffa berjalan ke arah Dira, Revan, Allisa, dan Wenda untuk melepaskan ikatan mereka. Tidak ada respon apapun, hanya ada wajah datar yang mungkin karena efek ketakutan.

"Va... Vanya," Air mata Dira kembali mengalir. Ia tidak menyangka jika seorang pelayan kini menyelamatkan nyawanya.

"Daff, gue bawa Vanya kerumah sakit, mereka bertiga juga ikut." Daffa mengangguk setuju dengan usulan Akil.

"Kita pulang juga yah." Ajak Daffa dengan lembut namun Dira menatapnya tajam.

"Lo??? Ini semua karena lo tahu gak!!!!! Gue gak mau kenal lo lagi."

Deg...

"Ka... Kamu ngomong apa sih??"

"Kurang jelas gue ngomong apa?? Gue gak mau kenal lo lagi."

"Dira...." Daffa tetap berucap lembut. Dira berada di posisi kurang baik sekarang, mungkin ia masih merasa ketakutan.

****

My Cold Man [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang