"Jangan balik, Viona ada di belakang kamu."
Dira berusaha menahan bahu Daffa yang hendak berbalik. Shitt. Ternyata karena Viona Dira sampai berani menciumnya.
Dari kejauhan Viona berdiri mematung. Tangannya terkepal kuat seakan ingin melayangkan tamparan keras ke wajah Dira.
Viona berjalan kearah Daffa dan ikut duduk.
Melihat kedatangan Viona, Daffa langsung menarik tangan Dira untuk pergi. Baru selangkah ia maju, Viona lebih dulu memeluk pinggangnya.
"Isss apaan sih. Lepas gak?" Dira yang keberatan dengan itu berusaha melepaskan pelukan Viona. Tidak tahu malu, memeluk calon tunangan orang dengan seenaknya.
"Diem lo."
"Diem? Ketawa jangan? Eh dia calon tunangan gue dan besok adalah acaranya. Dih enak aja main peluk, lepas gak." Dira tetap berusaha namun sayang kekuatan Viona lebih besar darinya.
Lama Dira berusaha, ia akhirnya mengalah. Toh, Daffa tidak bereaksi apapun, bahkan untuk melepaskan pelukan Viona.
"Daffa aku gak rela kamu jadi milik orang lain. Ingat, kita belum memutuskan hubungan." mendengar ucapan Viona Dira hanya bisa menahan kesal.
"Ngapain kamu masih di sini? Sana pergi," Usir Viona dengan sinis.
"Heh Cabe gatel. Gak lo minta pun gue bakal pergi. Najis tahu lihat kelakuan lo," balas Dira tak kalah tajam dan menusuk. Ia membelakangi Daffa namun dengan cepat Daffa menarik tangan Dira ke dalam pelukannya.
Dira terbelalak. Tidak menyangka atas apa yang Daffa lakukan.
"Yang berhak ngusir kamu itu aku. Sekalipun aku ngusir kamu, kamu gak boleh pergi dari sini," Ucapnya.
Dira tak bisa lagi menyembunyikan rasa bahagia di wajahnya. Kini, giliran Viona.
"Kamu apa-apaan sih Daf." Viona melepaskan pelukannya dengan kasar.
"Apa-apaan kamu bilang? Apa hak kamu ngusir Dira? Dia calon tunangan aku." Untuk pertama kalinya Dira melihat wajah Daffa semarah itu. Tatapannya begitu tajam, tidak seperti biasa. Dapat di pastikan, kali ini Daffa sudah berada di puncak kesabarannya.
"Sebelum aku marah dan ngelakuin hal yang tidak seharusnya. Silahkan pergi." Daffa menunjuk pintu keluar tanpa menatap wajah Viona.
Setetes air mata meluncur bebas dari kedua mata indah Viona. Untuk pertama kalinya ia melihat Daffa seperti ini.
"Kamu bukan Daffa yang aku kenal," Ucapnya kemudian pergi.
Daffa terduduk. Kepalanya terasa berat untuk bangkit.
"Kamu gakpapa kan? Yaudah kalau gitu aku bawa ke kamar yah?" Dira menyentuh pundah Daffa dengan lembut.
"Aku udah gak kuat Dir. Ini baru awalnya."
Melihat Daffa yang selemah ini entah kenapa Dira merasakan sesak yang luar biasa. Wajah yang terlihat dingin itu mendadak lesuh.
"Denger yah, apapun yang terjadi aku akan tetap bantuin kamu."
"Jaminannya apa kamu akan tetap bantuin aku?"
"Sekalipun kamu mau kita menikah." Kali ini tidak ada kedipan mata. Tidak ada senyum nakal yang menggoda. Dira menatap Daffa dengan lekat, seakan apa yang ia katakan bukan candaan.
"Ini bukan mainan Dira." Daffa tak sanggup lagi menatap wajah Dira.
"Sejak kapan aku anggap semua ini mainan? Kamu tahu kan kalau aku suka sama kamu? Mana mungkin aku main-main." Daffa akhirnya menatap Dira. Mencoba untuk mencari kebohongan namun yang di dapat justru kebenaran.
Sial.
"Tapi aku gak suka sama kamu."
"Bodo amat. Nanti juga suka."
"Mustahil."
"Bodo amat. Sekarang aku akan minta imbalan atas apa yang aku lakuin sama kamu." Daffa mengernyit. Imbalan? Berarti selama ini Dira tidak ikhlas membantunya.
"Imbalan? Berarti kamu gak ikhlas?"
"Yeee ikhlas sih iyya. Ini beda lagi."
"Beda gimana maksud kamu?"
"Imbalan ciuman tadi," jawab Dira sambil memainkan alisnya dengan jail.
"Kamu mau apa?"
"Kamu Jadi pacar aku"
Zonkkkk
Daffa tersedak ludahnya sendiri saat mendengar apa yang Dira katakan. Sepertinya Dira memang lupa takaran obatnya.
Tapi
Dalam hati Daffa merasa tidak keberatan dengan tawaran Dira.
"Gak mau? Yaudah aku balikan aja sama Akil. Kemarin dia ngajakin aku balikan." Dira mengeluarkan handphonenya.
"Yaudah terima." Ingin rasanya Dira melemparkan handphonenya kewajah Daffa.
"Isssss harusnya kan ditahan, yaudah aku terima. Bosan juga ngejomblo."
Daffa langsung merampas handphone Dira dan membuangnya kebelakang. Ini kesempatannya, ia tidak akan membiarkan Dira menghubungi Akil.
"Aku gak mau jadi pacar kamu. Aku mau kamu jadi tunangan sungguhan aku."
Dira terdiam cukup lama. Kepalanya mencerna ucapan Daffa.
Melihat Dira yang hanya diam, Daffa akhirnya menganggap itu sebagai jawaban bahwa Dira tidak menolak.
"Ok aku anggap kamu terima."
"YA AMPUN MAAAASSSS JANTUNG AKU MAU COPOT NIH. PANGGILIN DOKTER DOOOOONG."
Daffa menutup mulut Dira. Oh god. Untung mereka berada di belakang mansion dan jauh dari telinga orang-orang.
Dira berusaha mengatur nafasnya. Jadi benar ia dan Daffa akan bertunangan tanpa sandiwara? Benar Daffa baru saja melamarnya walau tanpa kesan romantis?
Ini seperti mimpi untuk Dira. Karyawan biasa di lamar seorang CEO multi talent, ibaratkan seorang rakyat bawah jembatan di lamar seorang pangeran khayangan.
Daffa berusaha menahan senyumnya.
"Tapi bos gak terpaksa kan? Kan bos gak ada perasaan apa-apa sama aku."
"Kata siapa gak ada?"
Izinkan Dira untuk terbang dengan sayap mariposa sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END√]
RomansaJangan pernah berpikir bahwa yang cuek padamu tidak akan pernah peduli dengan apapun yang terjadi. Dirinya peduli, walau sebatas lirikan ekor mata. Aku mengakui ini karena aku sudah merasakannya. Tentang dia yang terlihat dingin namun pada kenyataan...