Chapter 21

12.6K 449 4
                                    

Daffa berjalan menuju kamar Dira, di kedua tangannya terdapat nampan berisi sarapan nasi goreng dan segelas susu hangat. Ada rasa khawatir begitu menyadari bahwa semalam Dira tidak ikut makan bersamanya

"Morning." Kepala Dira menyembul dari pintu, membuat Daffa kaget bukan main. Nampan yang ia pegang pun hampir saja terjatuh.

"Cieeee kageeet. Baper gak?" Daffa tidak perduli dengan pertanyaan konyol Dira. Ia masuk ke dalam untuk menyimpan sarapan itu dan pergi.

"Mas, ih kamu tinggal dulu kek, suapin aku."

"Dira, ini masih pagi. Jangan buat aku kesal dulu."

"Jadi kalau siang, sore, dan malam boleh dong?"

"Terserah," Jawab Daffa.

Dira tersenyum senang. Baiklah, untuk pagi ini Dira tidak akan menganggu Daffa. Tunggu siang, sore, dan malam nanti.

Dira melompat ke king size, ia meraih nampan berisi nasi goreng. Tahu saja kalau ia sangat menyukai nasi goreng.

Selesai memakan sarapannya, Dira langsung melompat turun untuk menemui Daffa dan mengatakan bahwa sarapan itu telah habis tanpa sisa. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi seorang Dira. 

Dira berpikir tentang dirinya yang lebih baik tinggal di mansion Daffa. Dengan begitu, Dira akan terus menikmati wajah tampan plus dinginnya.

"Kalau gue tinggal di sini bagus gak yah. Pasti tiap hari ketemu mas Daffa," Ucap Dira. Telunjuknya bermain di dagu indahnya.

"Cari mas Daffa dulu dah, ntar gue ijin."

Dira kembali berjalan menyusuri ruang tamu, keluarga, kamar, dan terakhir dapur. Demi ikan paus yang mengunyah permen karet, Dira ingin sekali berteriak karena tidak menemukan satupun jejak tentang keberadaan Daffa. Semua ini karena mansion, yah terlalu besar untuk mencari satu sosok manusia.

Dira berjalan ke arah Vanya, seorang pelayan yang bahkan namanya saja lebih bagus dari nama Dira. Vanya terlihat sangat sibuk menyusun buku-buku di rak yang berantakan.

"Vanya, sini!!" panggil Dira. Wajahnya di buat seangkuh mungkin.

"Iya Nona?" Vanya menyatukan kedua tangannya di depan perut dan menunduk sopan. Berlebihan sekali, Dira membatin.

"Lihat Mas Daffa gak?"

"Dia di ruang kerja."

Dira mengernyit. Ruang kerja? Bodoh kenapa ia bisa tidak berpikir sampai ke tempat itu. Dira dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya dan kembali bertanya.

"Ruang kerjanya di mana?"

Vanya berjalan ke arah rak buku, ia menarik salah satu buku dimana di balik buku itu terdapat tombol berwarna hitam. Saat tangan Vanya menekan tombol itu, tiba-tiba rak berbalik dan menampakkan sosok Daffa. Semacam pintu rahasia film action.

Mata Dira berkedip beberapa kali, jadi ia sudah 6 kali melewati Daffa?

Dira bertepuk tangan. Mansion canggih, pikirnya. Tidak heran memang, Daffa pernah bilang bahwa interior rumahnya lebih dominan Korea. Semua pasti tahu bahwa Korea memiliki design yang canggih. Jangankan ruangan dengan tembok berputar seperti ini, robot mirip manusia pun bisa.

"MAS DAFFAAAAAAAAAAAA"

Vanya menutup kedua telinganya meninggalkan Dira.

"ihhh kok gak ngasih tahu aku kalau kamu ada di sini? Kamu tahu gak aku tuh nyariin kamu dari tadi Aku keliling ruang tamu kamar dapur ruang keluarga tapi ternyata??? Aku udah enam kali lewatin kamu Kenapa gak bilang sih di sini ada ruang kerja rahasia?? Kan aku bisa cek di sini juga."

Daffa tak berkedip sama sekali saat menatap Dira. Wanita ini robot atau manusia?? Berbicara tanpa titik koma, parahnya tidak terdapat cacat sedikitpun.

Berusaha menertalkan degupan jangungnya, Dira menarik kursi didepan Daffa dan duduk.

"Aku batalin yang tadi. Aku gak mau nunggu siang, sore, dan malam buat gangguin kamu. Sekarang aku mau jalan-jalan."

"Ada banyak pekerjaan Dira."

"Bodo amat."

"Dira."

"Jangan panggil aku Dira!!!" mata Dira melotot tajam.

Daffa hanya bisa mendesah pasrah. Tangannya menutup laptop dan mulai merapikan beberapa berkas.

"Dir.."

"Di bilang jangan manggil Dira."

Tangan Daffa terkepal kuat. Berusaha menahan emosi yang tertahankan. Kalau bukan dengan nama Dira lalu siapa? Setan??

"Terus siapa?"

"Sayang." Daffa terbelalak. Tidak percaya atas apa yang Dira katakan. Tidak mungkin sekali itu terjadi.

"Kenapa? Gak mau? Katanya suka sama aku." Dira memasang wajah seimut mungkin. Berharap Daffa akan gemas karenanya.

"Yang lain." Tawar Daffa. Ia tidak ingin panggilan itu, terkesan alay di kedua bibirnya.

"Yaudah Honey, baby, cinta, atau istri juga gakpapa." Dira mengedipkan sebelah matanya.

"Chagiya," ucap Daffa. Ia mengambil jas yang tergantung rapi lalu pergi.

Mulut Dira terbuka lebar. Tak mampu lagi menyembunyikan rasa senangnya saat Daffa menyebut kata "Chagiyah" yang artinya "sayang".

"AAAA TUNGGU AKU DONG."

Dira berlari mengejar Daffa yang entah sejak kapan sudah berada di dalam mobil. Dengan semangat +999 Dira masuk dan duduk di samping Daffa.

"Beneran kan manggilnya Chagi?" Dira masih ingin memastikan bahwa Daffa tidak main-main.

"Iyya Sayangkuhhh."

"AAAA MPPHHHHH"

"Jangan teriak!!" Daffa melepaskan bekapan tangannya dari mulut Dira.

"Hehe maaf namja Chingu kuh."

Sekali lagi Daffa hanya bisa menggeleng pasrah.

My Cold Man [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang