Dira menatap wajahnya dari pantulan cermin, tidak salah jika perias tadi mengatakan bahwa dirinya sangat cantik karena ia juga merasa demikian. Hari ini adalah hari dimana Daffa telah resmi menjadi miliknya dengan sah, baik dimata Tuhan, dunia, dan akhirat.
Yah, Menikah.
Entah sejak kepan Wenda sudah berdiri di belakangnya. Membawa buku tebal yang ia yakini sebagai catatan menu makanan.
"Buru turun, lebay banget sih." Wenda meletakkan bukunya dengan kasar lalu memperbaiki gaun yang Dira kenakan.
"Lebay kata lo?"
"Eh ini acara lo yah, kenapa gue yang repot." Tidak habis-habisnya Wenda mengumpat.
"hehe. Dasar monyet lo."
Baru saja Wenda ingin membalas ejekan Dira yang mengatakan Dirinya monyet, Nayeon tiba-tiba datang. Membawa tiga ikat bunga yang sangat cantik dan segar. Sebelum keluar, Nayeon mengeluarkan Handphonenya lebih dulu, mereka berfoto dengan Dira yang berada diposisi tengah.
"Yaudah buruan turun." Dira menatap Wenda dengan sengit, kalau bukan sahabat sudah pasti ia akan mengurung Wenda agar tidak bisa kemana-mana.
"Turun yuk. Suami kamu pasti udah nunggu." berbeda dengan Dira, Wenda justru tersenyum menanggapi ucapan Nayeon.
Mereka menuruni tangga bersama, tidak peduli dengan tatapan para tamu. Dira yang berada di tengah pun hanya bisa menunduk malu dan bersabar karena tangga rasanya sangat panjang.
Setelah satu bulan saling mengungkapkan cinta, Daffa dan Dira memutuskan untuk menikah. Tidak lupa meminta persetujuan dari kedua orang tua mereka masing-masing.
"Suami lo tuh nyet," bisik Wenda.
"Gue gak pengen ngegas yah kambing."
"Lo ngegas."
Nayeon yang berada di antara mereka hanya bisa menggeleng. Dira dan Wenda seperti anak kecil, kurang bahagiakah masa kecil mereka?
"Sttttt. Sisa tangga terakhir," lerai Nayeon.
Suara tepuk tangan mulai terdengar begitu Daffa maju dan menyambut tangan Dira. Melihat itu semua, Wenda hanya bisa memutar bola matanya. Kapan ia seperti ini juga? Usianya bahkan lebih tua dari Dira, tapi? Sial.
Nayeon menyikut lengan Wenda seakan mengejeknya. Wenda yang tahu akan hal itu langsung merubah mimik wajahnya, walau terlihat kesal namun dalam hati ia merasa sangat bahagia atas pernikahan Dira.
"Gak nyangka Nay, si Dira udah nikah aja," Ucap Wenda di sertai senyum tipis.
"Apalagi aku Wen... Kirain hubungan mereka bakalan kandas karena kejadian itu." Wenda melirik Nayeon sekilas kemudian menatap satu persatu para tamu undangan.
"Yakali, orang saling cinta gitu," Ucap Wenda.
Tidak jauh dari mereka, Wenda melambaikan tangan. Ternyata di barisan para keluarga mempelai sudah ada Akil, Vanya, Allisa, dan Revan. Wenda hendak ikut menyusul namun Raina, tante Daffa datang. Sudah pasti untuk membahas mengenai menu makanan.
"Kamu udah urus semuanya kan? Mulai dari menu makanan dan minuman. Oh iya, tadi salah satu pelayan mengeluh karena stok bahan makanan ada yang kurang."
Astaga.
Wenda mencoba untuk tersenyum, walau bagaimana pun Raina adalah tante Daffa suami Dira. Dengan sangat terpaksa, Wenda pergi mengabaikan panggilan Akil.
"Gue kok ketukar sama si Vanya sih," Gerutu Wenda saat memasuki dapur. Para pelayan yang melihat itu jadi tidak enak. Wenda seharusnya tidak ikut dalam urusan dapur, ia adalah sahabat dari mempelai wanita.
Nani yang usianya lebih tua maju dan menghampiri Wenda. Sedikit memberi semangat bahwa yang Wenda lakukan adalah sebuah kebaikan. Demi sahabatnya, apapun akan ia berikan termasuk tenaganya yang dua hari ini terkuras banyak.
"Gaun Non udah bagus, masa di sini sih," Ujar Niki dengan polosnya.
"Sttt.. Kamu apa-apaan sih," tegur Nani yang seketika membuat Niki terdiam.
"Yasudah, Non Wenda pergi ke pelaminan Non Dira aja yah. Biar ini jadi urusan pelayan." Wenda mengangguk antusias, ia berterimakasih pada Nani karena mau mengambil tugasnya.
Wenda menerobos keramaian para tamu, matanya sempat bertemu dengan mata Raina tapi ia tetap saja berjalan menuju pelaminan. Kalau mengikuti perintah Raina, sampai acara selesai pun ia tidak akan bisa menemui Dira.
"Eh monyet..." Seru Wenda saat berhasil naik ke pelaminan dan berdiri di samping Dira.
"Cantik gini lo bilang monyet, sakit??" Dira melipat kedua tangannya di depan dada.
"Dih, cantik palalu kotak lobang-lobang."
"Spongebob dong."
"Lah iya tuh tahu."
Melihat perdebatan antara sang istri dan sahabatnya, Daffa hanya bisa diam. Cara ampuh untuk menghentikan itu semua adalah dengan menarik pinggang Dira possesive.
"Ishhhh kambing lo Daff," Wenda melempar satu tangkai bunganya ke wajah Daffa.
"Makanya cari pacar biar gak ngenes amat," Ucap Daffa yang langsung membuat Wenda ingin mencakar wajahnya.
"Hai...," sapa Vanya yang datang bersama Akil.
"Sejak kapan lo berdua pacaran?" Wenda melipat kedua tangannya di depan dada. Miris sekali, kini Akil berpacaran dengan Vanya.
"Siapa yang pacaran. Jangan sembarangan lo bocah." Akil menarik rambut Wenda, tidak keras tapi cukup untuk membuat emosi naik ke ubun-ubun.
"Sok iye lo."
"Gue kan ngincar lo." Akil mengedipkan matanya ke arah Wenda.
"Najis pacaran sama playboy cap terasi kayak lo."
Semua yang berada di pelaminan tertawa. Sifat jomblo Wenda jika sudah keluar pasti seperti ini.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Man [END√]
RomansaJangan pernah berpikir bahwa yang cuek padamu tidak akan pernah peduli dengan apapun yang terjadi. Dirinya peduli, walau sebatas lirikan ekor mata. Aku mengakui ini karena aku sudah merasakannya. Tentang dia yang terlihat dingin namun pada kenyataan...