18 - Kecupan

687 21 0
                                    

"Satria pasti mau jemput cewek itu. Gue coba ikutin aja." pikir Geofany melihat Satria melajukan motornya keluar dari lingkungan sekolah. Dengan cepat Geofany langsung melajukan mobilnya mengikuti arah motor Satria.

-

"Hai." Sapa Satria kepada Diandra yang berdiri di trotoar jalan menanti kehadirannya.

Diandra tersenyum. Dan langsung naik ke atas jok motor Satria tak ragu.

"Kita langsung pulang aja. Gue capek!" Ucap Diandra kepada Satria. Memang biasanya sepulang mereka sekolah. Mereka pasti hangout entah hanya kelililing mall untuk sekedar mencicipi taster yang disediakan oleh sebuah produk baru diswalayan. Itung-itung hemat. Kenyang tanpa keluar biaya.

Satria mengangguk. Menambah kecepatan motornya sedikit.

-

"Jadi itu cewek yang deket sama Satria. Biasa aja sih. Tapi kenapa Satria bisa deket ya sama cewek itu." Monolog Geofany didalam mobil dan tetap membuntuti kemanapun Satria pergi melajukan motornya.

Geofany menghentikan mobilnya tepat di depan rumah tidak jauh dari Satria dan Diandra yang masuk kedalam salah satu rumah disini.

"Satria kok ikutan masuk? Dia tinggal disini juga? Atau dia mampir?" Ucap Geofany bertanya-tanya tentang apa yang dilihat oleh mata kepalanya sendiri.

Geofany tidak ingin mengambil pusing. Dia masih bisa mencari informasi mengenai Satria. Kalipun tidak ada orang yang tahu. Dia masih bisa langsung bertanya kepada Satria. Satria pasti akan menjawab meski dengan sedikit paksaan.

-

"Gue mau kekamar dulu, nanti kita belajar di balkon kamar lo aja!" Ucap Satria kepada Diandra kala sampai didepan kamar mereka berdua.

"Oke, tapi gue mau makan dulu. Laper." Balas Diandra memegangi perutnya yang keroncongan.

"Makan mulu kerjaan lo!" Ejek Satria mengelus pucuk kepala Diandra dan langsung masuk kedalam kamarnya.

Diandra masih terpaku dengan perlakuan manis Satria. Meskipun bukan pertama kali. Tapi setiap Satria berperilaku manis kepadanya. Perasaan Diandra selalu menghangat. Didalam perutnya seperti ada kupu-kupu yang terbang kesana-kemari dengan riang. Entahlah. Diandra tidak ingin terperangkap dalam perasaannya ini. Dia masih harus mengambil sikap untuk memutuskan menerima perasaan Satria yang sudah dia gantung hampir setengah tahun ini. Dan anehnya Satria setia menunggu jawabannya. Perlakuannya pun tidak berubah. Tetap sama. Makin manis malahan.

-

"Lo ngapain?" Kaget Satria kepada Diandra yang sibuk menarikan jari jemarinya diatas keyboard laptopnya. Hingga tak sadar Satria sudah masuk kedalam kamarnya.

"Ganggu aja tau nggak." Balas Diandra menoleh sebentar ke arah Satria dan kembali fokus ke layar laptop.

"Lo ngapain?" Ucap Satria duduk disebelah Diandra dan mendekat ke arah Diandra untuk melihat lebih jelas layar laptop Diandra. "Lo suka nulis?" Lanjut Satria bertanya.

Diandra mengangguk. Jujur. Memang selama ini Diandra senang sekali menulis. Baginya menulis adalah salah satu cara mengekspresikan imajinasinya ke dalam bentuk karya.

"Pantes lo suka nulis. Orang kerjaan lo setiap hari baca novel. Hampir setiap minggu lo selalu beli novel. Itu lihat! Novel lo udah numpuk." Ucap Satria melirik sebuah rak buku berukuran sedang di salah satu sisi dinding kamar Diandra. "Gue aja yang nganterin lo tiap minggu hampir bosen lihat tumpukan buku mulu di toko buku." Lanjutnya.

"Lo masih sehat? Dari dulu toko buku itu isinya ya tumpukan buku kalau enggak tumpukan buku pasti ya peralatan sekolah. Ya kali di toko buku ada tumpukan lauk kayak di rumah makan Padang." Umpat Diandra tak mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.

Diandra & Satria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang