6 - Dia yang lain

1.1K 34 7
                                    

"Lo kok gak bangunin gue?" Ucap Teguh tiba-tiba kepada Diandra yang sedang meneguk.

"Santai dong, gue lagi minum!" Ucap Diandra atas kelakuan Teguh yang membuat dirinya tersedak. "Habisnya kalau tidur serius sampai gak bisa diganggu." Lanjutnya.

Teguh diam. Dia tidak menanggapi ucapan Diandra.

"Ya udah ayo kak. Anterin gue." Ajak Diandra kepada Teguh yang masih meminum teh.

"Males. Sekarang udah jam 6. Gue masih harus siap-siap. Ada jam pagi." Ucap Teguh menyelesaikan minum teh-nya dan berlalu pergi untuk bersiap kuliah.

"Terus berangkatnya sama siapa?" Tanya Diandra kepada siapapun yang mau dia tanya dan yang mau menjawabnya.

"Bareng Satria aja gimana?" Ucap Tara. "Boleh kan Sat?" lanjut Ibunya bertanya pada Satria yang sedari tadi hanya diam. Tidak ada suara.

Satria mengangguk.

"Udah selesai sarapannya?" Bisik Diandra di telinga kanan Satria. Tak ingin nanti di marahi Tara karena mengajak Satria buru-buru.

Satria mengangguk.

"Yah, Bu, berangkat dulu." pamit Diandra kepada Satya dan Tara.

"Satria udah selesai sarapannya?" Tanya Tara perhatian kepada Satria.

"Udah kok." ucap Satria mengangguk pada Tara.

"Ya udah, ayo!" ajak Diandra sok akrab kepada Satria setelah mereka mencium tangan Satya dan Tara bergantian.

"Lo enggak apa-apa kalau gue nebeng?" Tanya Diandra kala mereka berjalan beriringan menuju garasi rumah.

"Enggak papa." Jawab Satria singkat.

"Beneran?" Ucap Diandra masih tak enak hati.

Satria mengangguk. Lalu memasangkan helm di kepalanya.

"Bentar bentar, gue pakek rok." Ucap Diandra saat naik ke jok sepeda Satria. Bukannya Satria juga tau kalau dia pakai rok.

Di perjalanan, tidak ada percakapan apapun di antara Diandra dan Satria. Mereka sibuk masing-masing. Satria fokus menyetir motornya. Sedangkan Diandra mengedarkan pandangannya ke setiap sisi jalanan yang setiap hari dia lewati.

"Makasih!" ucap Diandra kala motor Satria sudah berhenti di depan gerbang sekolah Diandra.

Satria mengangguk. Tidak membalasnya dengan bersuara. Berlalu meninggalkan Diandra yang masih menatapnya.

Diandra masuk ke dalam sekolah setelah punggung Satria menghilang dari penglihatan. Melewati lobi ruang guru. Melewati koridor sekolah. Dan juga melewati musala sekolah. Agar dia sampai ke kelas 12 S3.

Diandra langsung duduk dibangkunya. Kelasnya masih sepi. Mungkin ada beberapa teman sekelas yang datang sedikit pagi hanya untuk piket kelas. Itupun hanya 1-2 orang saja.

"Tumbenan lo datang pagi?" ucap seorang cewek yang tiba tiba datang dan duduk di sampingnya.

"Emang kenapa?" Balas Diandra bertanya.

"Ya enggak apa-apa. Hari ini enggak ada tugas kan?" Tanyanya lagi.

"Kinara, lo tuh kalau sekolah niat dikit kale." Ucap Diandra kepada cewek cantik bernama Kinara itu.

"Santai dong Di, gue kan cuma basa-basi." Elak Kinara.

"Enggak ada tugas kan hari ini?" Tanya lagi seorang cowok yang duduk di depan meja Diandra.

"Ini juga sama." Balas Diandra kepada teman cowoknya Bayu.

"Pagi pagi udah ngomel aja." Ucap cowok yang datang sambil mencolek dagu Diandra.

"Apaan sih colek-colek. Gue masih punya wudhu." Balas Diandra sambil mengusap-usap dagunya yang tadi di colek oleh temannya. Devara.

Devara hanya tersenyum melihat ekspresi Diandra. Baginya Diandra itu cewek unik. Unik di berbagai bidang. Entah itu sifat atau perilakunya. Jika boleh jujur, Devara sudah lama tertarik dengan Diandra. Tapi dia tidak ingin merubah status teman menjadi pacar. Dia tahu kalau Diandra menganggapnya hanya teman. Bahkan Bayu pun pernah menasehati Deva agar dirinya mengungkapkan perasaan kepada Diandra. Tapi Deva menolaknya dengan alasan seperti yang sudah diungkapkannya di atas.

"Ya kan nanti bisa wudhu lagi. Jangan di buat ribet deh. Kayak enggak ada air aja." Ucap Deva ambil pusing.

Diandra diam tak menanggapi. Percuma juga menanggapi Deva. Buang-buang tenaga.

-

Bel masuk sudah berbunyi. Tapi keadaan kelas masih ramai. Guru yang terjadwal mengajar juga belum datang ke kelas. Semua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Seperti Diandra sekarang. Dia sibuk fokus membaca sebuah novel. Diandra suka membaca novel. Dia ingin suatu waktu nanti dia bisa menerbitkan sebuah novel dan menjadi best seller lalu novelnya di angkat ke layar lebar. Benar-benar harapan yang tinggi kan? Tapi tenang. Tidak masalah harapan itu tinggi. Dengan harapan yang tinggi, kita bisa mendapatkan motivasi untuk tetap mempertahankan harapan itu dan menjadi sebuah kenyataan.

Lupakan Diandra. Kita fokus kepada seseorang. Seseorang yang tiba-tiba datang tanpa ba-bi-bu lalu duduk di singgasana. Yah, siapa lagi kalau bukan guru. Bu Tami namanya. Guru Geografi yang tergolong killer tapi juga tidak killer-killer banget. Sedikit mengesalkan tapi juga baik. Sedikit jahat tapi juga perhatian. Memang bu Tami ini spesies guru yang beda dari yang lain.

Bu Tami terlihat mengelus-elus dada kala melihat anak muridnya masih saja ramai.

"Astagfirullah...." ucapnya dengan tangan mengelus-elus dada.

Melihat ekspresi bu Tami. Langsung saja semua murid diam, meski sedikit menahan tawa. Tidak ingin menjadikan telinganya korban jeweran bu Tami pagi ini.

"Kalian ini sudah kelas 3. Mbok ya sifatnya itu di perbaiki. Apalagi sifat-sifat buruknya. Berubahlah kalian ini. Jangan sampai kalian nanti menyesal di akhir." Omelnya lembut penuh perhatian.

Semua murid diam. Terkecuali Devara dan Bayu. Mereka sibuk menertawakan sesuatu entah apa. Mereka tidak sadar bahwa sedari tadi sudah diperhatikan oleh bu Tami.

"Kalian ini dari tadi tertawa. Apa yang kalian tertawakan. Di nasehati kok malah tertawa. Apa ada yang lucu dengan saya?" Ucap bu Tami sambil menjewer telinga Devara dan Bayu bergantian.

Keadaan seperti ini lah yang membuat suasana kelas menjadi hidup. Suasana yang nantinya akan dirindukan. Teman yang jail. Teman yang pendiam. Teman yang lucu. Teman yang cantik. Teman yang tampan. Teman yang pintar. Semua segala jenis teman akan di rindukan suatu saat nanti.

"Udah bu, panas!" ucap Bayu yang diangguki oleh Devara, memohon agar bu Tami menyudahi jewerannya karena telinga mereka sudah panas.

"Awas nanti kalau tertawa lagi. Saya jewer lagi kalian." Ancam bu Tami. "Kita lanjutkan pelajaran minggu kemarin." lanjutnya.

Semua siswa langsung membuka buku menuruti permintaan bu Tami. Dan bersiap-siap berkutik dengan pelajaran Geografi selama 2 jam.



Dont forget to vote and coment

Senin, 25 Februari 2019

Diandra & Satria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang