47 - Menjelang

503 16 0
                                    

"Satria?" Ucap Diandra mendongakkan kepala dan melihat Satria yang berdiri didepan sembari menatapnya.

"Iya aku Satria, kamu ngapain disini?" Jawab Satria balik bertanya.

"Enggak ngapa-ngapain. Kamu sendiri ngapain kesini?" Sewot Diandra langsung berdiri dari duduknya.

"Ngikutin kamu." Singkat Satria.

"Oh." Jawab Diandra. Berjalan ditrotoar jalan tanpa tau tujuan. "Jangan ngikutin aku!" Lanjut Diandra tiba-tiba. Karena merasakan Satria masih mengikutinya. Dan benar saja, Satria berjalan dibelakangnya. Walaupun dengan jarak cukup jauh.

"Tapi...." ucap Satria yang langsung terpotong dengan omongan Diandra yang kembali menyuruhnya pergi.

"Udah Sat, pergi aja! Jangan ikutin! Aku mau sendiri." Jawab Diandra memutar balik tubuhnya menatap Satria. Mencoba menahan bendungan air mata yang rasanya pengen meluncur mulus ke bawah.

"Enggak bisa gitu, aku enggak bakalan biarin kamu sendirian." Ucap Satria menolak untuk pergi meninggalkan Diandra. "Lagian bentar lagi kayaknya mau hujan, itu udah mendung." Lanjutnya mengarahkan pandangannya keatas langit gelap yang mendung.

"Bodo." Sengit Diandra langsung memutar balikkan badannya dan kembali berjalan. "Mending kamu cepetan pulang, bukannya kamu harus siap-siap buat lusa udah masuk asrama." Ucap Diandra mencoba mengusir Satria yang masih tetap setia mengikuti setiap langkah Diandra yang entah kemana arahnya.

Satria diam bergeming, tak mengeluarkan suara. Tetap mengikuti setiap langkah kemana Diandra kan pergi. Meski 1 2 tetesan air dari langit turun menerpa permukaan kulitnya.

"Pulang ayo Di, mulai hujan." Ucap Satria mencoba mengajak Diandra pulang untuk kesekian kalinya. "Udahan ya ngambeknya? Enggak baik ngambek lama-lama. Lagian aku bentar lagi pergi, kalau kamu ngambek kangen lo nanti sama aku!" Lanjutnya membujuk.

Mendengar ucapan Satria, Diandra semakin ingin segera pergi menjauhi Satria. Bukan karena dia benci dengan Satria. Tapi karena ucapan Satria tadi yang membuat Diandra takut. Takut tak bisa bertahan dengan Satria. Lemah? Alay? Lebay? Mungkin itu yang ada dipikiran kalian. Tapi nyatanya memang begitu. Kalian tidak salah menilai Diandra sebagai anak yang lemah, alay, ataupun lebay. Diandra terlalu sayang kepada Satria. Tidak ada sesuatu apapun yang melebihi rasa sayangnya kepada Satria kecuali ayah, ibu dan kakaknya.

"Diandra," ucap Satria menahan pergelangan Diandra.

Sebelum menoleh, Diandra sempat menyeka air matanya yang hampir jatuh.

Satria menatap nanar mata Diandra yang berkaca. Begitupun juga dengan Diandra, menatap dalam tatapan Satria yang mungkin nanti sering tak dilihatnya.

Dan akhirnya, air mata yang sedari tadi Diandra tahan jatuh juga bersamaan dengan langit yang juga menjatuhkan buliran air hujan. Seakan-akan ikut merasakan apa yang Diandra rasakan.

Satria langsung merengkuh tubuh Diandrq dibawah guyuran hujan yang semakin di diamkan semakin deras.

"Aku minta maaf Sat, aku beneran minta maaf. Aku kayak gini karena aku belum siap aja buat ditinggal sama kamu. Memang terkesan lebay, tapi nyatanya begini." Ucap Diandra mengalahkan suara air hujan.

Mendengar penuturan Diandra, Satria lebih mengeratkan pelukannya dan juga hanya diam tak menjawab penuturan Diandra. Dia tau, Diandra butuh meluapkan semua isi perasaannya. Membiarkan Diandra menangis seperti ini adalah salah satu cara Satria membuat Diandra cepat mendapat ketenangan.

"Udah?" Tanya Satria menatap Diandra yang melepas pelukannya.

"Udah apa?" Jawab Diandra balik bertanya.

Diandra & Satria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang