31 - Ketakutan

555 19 0
                                    

Diandra melihat jam dinding di kamar. Sekarang sudah pukul 6 sore. Sampai sepetang ini Satria belum juga menampakkan tubuhnya.

"Tadi katanya suruh nunggu. Tapi sampai sekarang enggak muncul-muncul. Dasar laki-laki. Sukanya umbar-umbar janji. Nggak tau apa aku nih parnoan. Dasar." Dumel Diandra karena Satria belum juga menampakkan batang hidungnya dihadapan Diandra. "Pakek laper lagi!" Omel Diandra merutuki perutnya yang keroncongan.

Diandra bangkit dari duduknya. Berjalan keluar kamar menuju dapur. Kondisi rumahnya benar-benar sunyi. Sampai suara sandal Diandra dan lantai yang bergesekan pun terdengar sangat lantang.

"Makan sama apa ya enaknya?" Bingung Diandra menatap meja makan yang sudah penuh dengan segala jenis makanan. Mulai dari sayuran, lauk pauk, sampai buah-buahan.

"Diandra." teriak seseorang tiba-tiba menggema diseluruh penjuru rumah yang sepi.

Diandra menoleh kesumber suara. Mendapati Satria yang sedang berjalan merentangkan kedua tangannya kearah Diandra.

"Mau ngapain?" Tanya Diandra menghentikan Satria setengah meter didepannya.

"Peluk." balas Satria manja. Benar-benar bukan Satria yang sebenarnya.

"Jangan!" Teriak Diandra spontan. "Dirumah enggak ada orang." lanjutnya melirik kesekeliling rumah.

Satria nampak bernapas kasar. "Ya udah, aku mau kekamar, nitip makanan. Tolong bawain ke kamar." Lanjutnya meminta.

"Dasar tuan besar." Sindir Diandra meletakkan nasi kedalam piring. "Suka nyuruh-nyuruh. Suka umbar janji lagi." Lanjut Diandra.

Satria nampak acuh, dia tidak menjawab Diandra. Lebih memilih meninggalkan Diandra sendiri dimeja makan.

"Yang punya rumah siapa yang jadi pesuruh siapa! Kelihatannya aja yang keren dan cuek. Tapi aslinya nyebelin pakai banget. Gue jamin kalau orang yang pertama kali lihat dia bakalan terpesona. Tapi kalau udah kenal pasti diam-diam pingin itu ninggalin Satria. Lihat aja nan..." omel Diandra belum selesai karena tiba-tiba keadaan rumah menjadi gelap gulita. Diandra tidak bisa melihat apapun. Semuanya gelap.

Napas Diandra mulai tersengal-sengal. Keringat dingin mulai bercucuran di badannya. Tangannya yang memegang sendok nasi ikutan bergetar.

"Satria." teriak Diandra sangat keras memanggil Satria yang ada dikamar. Diandra takut dalam kondisi seperti ini. Gelap. Tidak ada satupun cahaya yang menerangi.

"Satria." teriak Diandra sekali lagi.

Diandra lemas. Dia sampai terduduk di ubin. Bersandar di kaki meja makan. Dia hanya bisa meringkuk tubuhnya ketakutan menatap sekeliling rumah yang sangat gelap. Satria yang dipanggil belum juga menghampiri.

"Satria." teriak Diandra lagi sekuat tenaga. Badannya sudah lemas. Kepalanya mendadak pusing. Diandra memasukkan kepalanya diantara lipatan kedua tangannya dan lutut. Menunggu Satria segera menghampirinya.

"Sat, Satria." lirih Diandra lemas.

-

"Apaan sih itu anak, udah tau listriknya mati. Malah teriak." Omel Satria menuruni tangga menyalakan senter ponselnya sebagai salah satu, oh bukan salah satu. Tapi satu-satunya cahaya penerangan saat ini.

"Ada apa Di?" Tanya Satria setelah sampai dimeja makan. Tapi tidak ada siapa-siapa. Satria mengarahkan senter ponselnya ke seluruh penujuru sisi rumah yang berdekatan dengan ruang makan.

"Di, dimana? Tadi manggil sekarang disamperin malah enggak ada. Jangan becanda please ini serius. Beneran khawatir. Diandra." ucap Satria mencoba nencari keberadaan Diandra. Mulai cemas ternyata.

Diandra & Satria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang