43 - Kami Berpisah, Mereka Memulai?

484 19 1
                                    

"Di!" Panggil Satria ditengah perjalanan menuju parkiran.

"Apa?" Ucap Diandra menoleh. Namun tak ada jawaban dari Satria. Bukannya menjawab, Satria malah diam.

"Nanti malam aku pulang." Balas Satria.

"Pulang? Kemana?" Tanya Diandra.

"Kerumah aku." Jawab Satria.

"Ngapain? Tumben." Heran Diandra. Semenjak Diandra jadian dengan Satria, bisa dihitung berapa kali Satria pulang kerumahnya sendiri. Biasanya setiap weekend dia selalu menghabiskan waktunya berdua dengan Diandra.

"Lusa aku udah berangkat ke Asrama." Jawab Satria. "Jadi aku perlu siap-siap dirumah." Lanjutnya.

Deg. Diandra serasa tertampar dengan jawaban Satria. Secepat ini Satria pergi?

"Kok kamu baru bilang sekarang?" Tanya Diandra bersikap biasa saja.

"Aku juga baru tahu tadi pagi di grup chat." Jawab Satria jujur.

"Oh." Singkat Diandra.

"Tumben cuma oh doang. Biasanya bawel." Ucap Satria heran dengan ucapan Diandra. Berbeda dari biasanya.

"Enggak apa-apa." Balas Diandra. "Aku cuma lagi mikir aja," lanjutnya.

"Mikir apa?" Tanya Satria.

"Kenapa ada ketemu kalau ujungnya pisah?" Ucap Diandra bertanya. Membuka topik pembicaraan.

"Hm, biar kita belajar kalau semuanya itu enggak selalu dari orang yang sama." Jawab Satria.

"Termasuk suka sama seseorang?" Ucap Diandra menanggapi.

"Iya." balas Satria singkat.

"Berarti bertepuk sebelah tangan itu hal biasa dong dan berarti juga patah hati bisa terjadi berkali-kali tidak hanya sekali?" Tanya Diandra.

"Iya." balas Satria lagi, singkat.

"Kalau gitu bahagia itu sifatnya semu?" Tanya Diandra.

"Iya." lagi-lagi Satria membalasnya singkat.

"Kamu kenapa? Dari tadi iya-iya doang. Enggak ngejelasin apa-apa sama aku. Bingung jadinya ngecerna omongan." Omel Diandra. Kesal karena dari tadi Satria hanya iya iya dan iya doang.

"Enggak," jawab Satria.

"Habis iya, sekarang enggak." Jengah Diandra memutar bola matanya malas.

"Pertanyaanmu itu udah sempurna dijawab kamu sendiri. Kamu itu sebenarnya hanya butuh diyakinin orang lain aja. Terus nunggu supaya nanti akan ada orang yang menentang teori kamu tentang pertanyaan itu. Cukup dengan alasan sederhana, yaitu biar hati kamu yakin kalau aku masih satu-satunya dan kamu rela mempertahankan?" Jelas Satria cukup puitis dan panjang.

"Enggak gitu juga Sat, ini namanya lagi...." Ucap Diandra terpotong dengan Satria yang tiba-tiba ikut berucap.

"Udah Di, percaya aja. Kalau suka itu pasti ketemunya sama luka begitupun sebaliknya, luka ketemunya sama suka. Terus, jatuh resikonya juga patah. Tapi ya, nikmatin saja. Kita juga enggak bisa mencegah. Semua yang ada didunia itu sifatnya semu. Mau itu bahagia, sedih, cinta, luka ataupun lainnya. Tapi untungnya bukan itu tujuannya perasaan diciptain." Ucap Satria panjang lebar.

"Kalau gitu apa dong tujuannya?" Tanya Diandra.

"Buat dirasain, dinikmati, dan dijalanin." Ucap Satria.

"Masa iya?" Jawab Diandra memastikan.

Satria tersenyum. "Iya dong menurut aku," lanjutnya.

"Tumbenan ya kamu puitis gini," heran Diandra.

Diandra & Satria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang