9 - Sadar

872 33 0
                                    

"Masuk dulu." Diandra mengajak Devara untuk mampir kedalam rumahnya karena sudah mengantar pulang.

"Enggak, gue takut sama bapak lo." Ucap Devara terlalu polos.

"Ya elah. Bokap gue enggak ada di rumah." Ucap Diandra terkekeh.

Saat sedang asyik mengobrol. Tiba-tiba Satria pulang. Diandra langsung membuka pagar rumah yang tertutup. Segera saja Satria melajukan motornya ke pekarangan rumah tanpa basa-basi sedikitpun untuk hanya sekedar berterima kasih.

"Siapa?" Tanya Devara kala melihat Satria yang masih lengkap menggunakan seragamnya meski di tutupi jaket.

"Tadi?" Tanya Diandra.

Devara mengangguk.

"Anak teman ayah." Jawab Diandra singkat dan berhasil memunculkan beberapa pertanyaan di benak Devara.

"Tinggal disini?" Tanya Devara diangguki dan Diandra. "Sekolah dimana?" Tanya Devara lagi.

"SMKN 2." jawab Diandra.

"Gue minta lo jangan dekat yah sama dia." Ucap Devara mengejutkan.

"Kenapa?" Tanya Diandra bingung.

"Yah, nanti lo cinlok lagi sama dia." Ucap Devara.

"Emang kenapa kalau gue suka sama dia? Enggak boleh?" Balas Diandra semakin bingung.

"Ya enggak boleh lah. Soalnya gue juga suk..." ucap Devara tertahankan. Hampir saja dia mengucap kalimat sakral dalam hidupnya.

"Suk apa?" Tanya Diandra yang tadi mendengarkan omongan Devara dengan seksama.

"Suka suka gue. Sudahlah gue mau pulang. Daaa..." balas Devara mengelak dan tanpa ba-bi-bu lagi dia langsung melejit dengan motornya.

"Aneh!" ucap Diandra menuju ke dalam rumahnya.

-

"Mbak Ipah!" sapa Diandra saat masuk ke dalam dapur dan melihat Mbak Ipah sedang memasak.

"Udah pulang?" jawab Mbak Ipah melihat Diandra.

Diandra mengangguk sambil meneguk air putih yang tadi di ambilnya.

"Satria mana?" Tanya Diandra.

"Tadi kayaknya langsung ke kamar." Balas Mbak Ipah.

"Dasar." gumam Diandra.

"Kenapa? Masa baru sehari udah ada masalah." Tanya Mbak Ipah tak sungkan. Sedari Teguh dan Diandra balita. Mbak ipah sudah mengasuhnya. Mungkin sudah 10 tahunan kerja di rumah ini. Oleh karena itu, Mbak Ipah tidak perlu terlalu sungkan dengan Diandra ataupun Teguh. Teguh dan Diandra pun juga sering bercerita kepada Mbak Ipah tentang masalah-masalah mereka berdua. Baginya Mbak Ipah sudah seperti teman sendiri meskipun umurnya sudah tidak muda lagi. Tapi saat di curhati Mbak Ipah mengerti.

"Mbak kan juga tahu sendiri. Itu anak cuek banget!" Tutur Diandra menghempaskan pantatnya di atas kursi yang tak jauh dari jangkauannya.

"Mungkin masih canggung kali." balas Mbak Ipah.

"Yah elah mbak. Mbak tahu kan temenku Devara? Dia baru ketemu aku pertama kali saat satu kelas udah cengengesan." ucap Diandra mengingat pertemuan pertamanya dengan Devara. Devara yang cengengesan. Tak pernah berpikir orang lain itu siapa.

"Setiap orang kan beda-beda sifatnya. Tidak bisa disama ratakan. Mas Devara cengengesan dan Mas Satria dingin." Pernyataan Mbak Ipah.

"Iya juga sih Mbak, sebenarnya cowok dingin itu keren. Tapi kalau dinginnya kebangetan juga nyebelin." Ucap Diandra bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat ke arah Mbak Ipah yang sedang menggoreng lauk makan malam hari ini.

"Kalau menurut mbak, cowok dingin itu cocoknya sama cewek cerewet biar saling melengkapi." Tutur Mbak Ipah

"Tapi mbak, masa cewek duluan?" Ucap Diandra tak terima.

"Kenapa tidak? Sekarang tuh zamannya emansipasi wanita." Jelas mbak Ipah.

"Ya elah mbak, bisa aja sih." Ucap Diandra terkekeh dengan ucapan mbak Ipah yang menurutnya zaman sekarang banget.

"Emang gitu." ucap Mbak Ipah terkekeh.

"Udah ah mbak, aku mau mandi. Aku tunggu masakannya." Ucap Diandra hendak pergi tapi dicegah dengan mbak Ipah.

"Nanti kalau turun ajakin Mas Satria." ucap mbak Ipah berbisik.

Diandra tersenyum singkat. Dan berlalu meninggalkan Mbak Ipah yang masih sibuk berkutik di dapur.

-

Diandra berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Saat melewati pintu kamar, dia sempat melirik pintu kamar yang ada di depan kamarnya. Dia penasaran apa yang dilakukan Satria di dalam.

Untuk mengobati rasa penasarannya. Dengan sepenuh tenaga, Diandra mengumpulkan semua keberaniannya untuk membuka pintu kamar itu.

"Rasanya kayak mau tampil di panggung besar aja." Ucapnya bermonolog.

Diandra memutar knop pintu. Dibukanya perlahan. Dia melihat Satria yang sedang tengkurap di ranjang di temani oleh beberapa buah buku terjajar rapi di depannya.

"Ada apa?" Tanya Satria pada Diandra. Kenapa tiba-tiba masuk.

Diandra diam tak menjawab. "Enggak papa." Balas Diandra setelah seperkian detik lamanya.

"Masuk aja, enggak enak gue lihatnya kalau lo ada di depan pintu gitu." Ajak Satria mulai terbuka dengan Diandra.

Diandra mengangguk. Dan masuk kedalam kamar Satria. Duduk di kursi sebelah ranjang Satria.

Hening. Tak ada pembicaraan di antara mereka. Satria sibuk dengan catatan yang ada didepannya. Diandra sibuk dengan pikirannya yang berfikir kenapa tiba-tiba Satria menjadi ramah begini. Bukannya kemarin dia cuek nya minta ampun.

"Boleh nanya nggak?" Ucap Diandra pada akhirnya.

Satria menghentikan aktivitas menulisnya. Menatap mata milik Diandra.

"Lo kenapa tiba-tiba berubah?" Tanya Diandra langsung to the point.

Satria menautkan kedua alisnya. Tak mengerti apa yang dimaksud Diandra. "Maksudnya? Berubah apa?" Lanjut Satria

"Ya berubah, kemarin lo cuek gitu sama gue. Sekarang lo jadi ramah sama gue." Balas Diandra mencoba mengeluarkan semua pertanyaannya yang sudah tertulis dalam fikirannya.

"Oh soal itu. Sorry. Gue udah buat first impression kita enggak baik gitu." Jelas Satria bangkit dari tengkurapnya.

"Kenapa gitu?" Tanya Diandra lagi.

"Ya enggak tahu. Gue sering gini kalau sama orang yang baru dikenal. Jadi kalau udah kenal ya biasa saja." Lanjut Satria menjelaskan.

"Secepat itu?" Tanya Diandra semakin penasaran.

"Ya enggak lah. Gue cuma bercanda... emang gue sebenarnya gitu orangnya. Cuek. Tapi kalau sama lo gue enggak enak mau cuek." Balas Satria.

"Kenapa bisa gitu?" Tanya Diandra sepersekian kali.

"Karena tadi gue denger omonganmu sama Mbak Ipah. Jadi, gue merasa bersalah gitu." Jawab Satria.

"Jadi cuma gara-gara enggak enak doang lo jadi enggak cuek lagi sama gue?" Balas Diandra balik bertanya.

"Enggak gitu juga. Gue cuma mau lo sama gue punya hubungan yang baik. Mulai sekarang kita temenan aja ya?" Ajak Satria.

"Oke." balas Diandra cepat. Tak perlu berpikir panjang.

Akhirnya apa yang Diandra inginkan terwujud. Keinginan untuk berhubungan baik dengan Satria. Mengingat semua yang sudah terucap. Diandra mencoba menyembunyikan rasa senangnya dihadapan Satria.

Hai...
Makin absurd nih kan ya? Udah ah... males mau bikin ocehan panjang. Mending kalian vote dan comment aja...

Sabtu, 9 Maret 2019












♡♡
♡♡♡

To Be Continue

Diandra & Satria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang