21 - Jauh Lagi

621 18 0
                                    

Diandra berjalan lesu ditrotoar. Dia heran saja. Kenapa dia tidak tahu dengan kehidupan Satria sebenarnya. Apalagi yang lebih membuatnya kesal adalah kenapa Satria bilang cinta kepadanya? Bukankah dia masih mempunyai Geofany? Untung saja Diandra belum menerima Satria. Tapi betapa bodohnya Diandra, dia sudah terlanjur suka dengan cowok yang sudah menjadi milik orang lain.

Diandra hanya bisa mengumpat sendiri. Merutuki betapa bodoh dirinya yang sudah percaya dengan rangkaian kata dan perilaku manis Satria. Kenapa cowok itu selalu berbohong. Apakah hati cewek sebodoh itu jadi gampang dibohongi. Entahlah, sekarang Diandra ingin menjauh dari Satria. Dia tidak mau ada perempuan yang sedih di atas kebahagiaannya. Perempuan yang baik adalah perempuan yang menjaga sesama perempuan, bukan perempuan yang membuat perempuan lain bersedih dan bahagia diatas kesedihan perempuan lain. Diandra sudah patah hati sebelum memiliki, Satria adalah orang pertama yang dia suka dan Satria pula cowok yang pertama mematahkan hatinya.

"Bang, ojek!" ucap Diandra kepada tukang ojek pengkolan yang ingin dia naiki.

"Kemana mbak?" Tanya abang itu bertanya. Memberikan helm kepada Diandra.

"Jalan aja bang, nanti aku kasih tau." Balas Diandra memasang helm yang sudah diberikan abang ojek itu.

Bang ojek pun menurut. Mereka menyusuri jalanan senja. Senja kali ini menjadi paling menyedihkan bagi Diandra. Senja ini membuat Diandra mengetahui semua tentang Satria. Semua yang menyedihkan baginya. Kenyataan yang tak pernah diduga terungkap.

"Makasih bang." ucap Diandra turun dari motor dan memberikan lembar uang kepada abang ojek.

Abang ojek mengangguk. Dan meninggalkan lingkungan rumah Diandra.

-

"Dari mana?" Tanya Satria merangkul Diandra yang baru saja sampai didalam rumah.

Diandra memasang wajah datar. Melepaskan rangkulan Satria paksa.

"Kenapa?" Tanya Satria mengikuti Diandra yang berjalan kearah kamarnya.

Diandra diam. Tidak menjawab. Terus saja berjalan. Tidak memperdulikan keberadaan Satria disekitarnya.

"Ngambek?" Tanya Satria menghadang jalan Diandra didepannya.

Diandra tetap diam. Mulutnya tidak sanggup untuk berkata tentang semua yang baru saja dia ketahui. Serasa mulutnya di lem sangat rapat. Hatinya ingin sekali menceritakan dan bertanya kepada Satria. Tapi mulutnya tidak sanggup untuk mengutarakan.

Diandra mencoba menghindar dari hadangan Satria. Dia ke kanan Satria ke kanan. Dia ke kiri Satria juga ikut ke kiri. Begitupun seterusnya.

"Gue mau sendiri!" Ucap Diandra penuh penekanan disetiap kata. Geram melihat tingkah Satria. Sudah nembuat hatinya unmood sekarang malah menganggu hidup.

Satria terkejut dengan sikap Diandra. Selama mereka dekat. Tidak pernah Diandra kasar seperti ini. Sekalipun kasar itupun hanya gurauan semata. Tapi sekarang, dilihat dari raut wajahnya. Diandra memang serius. Tidak ada senyum manis yang tersembunyi di rona wajahnya. "Mungkin Diandra ada masalah, gue jangan ganggu dulu." Pikir Satria dalam hati dan membiarkan Diandra masuk kedalam kamarnya untuk sendiri seperti permintaannya.

-

Diandra masuk kedalam kamar. Menutup pintu cukup keras dan menguncinya. Melemparkan tas kesembarang arah. Menjatuhkan tubuhnya tengkurap diatas ranjang. Menangis diatas bantal. Menyesali perasaannya kenapa bisa suka dengan Satria yang masih menjadi milik orang lain. Menangisi seseorang yang bukan miliknya.

"Kenapa gue harus suka sama Satria. Kenapa? Kenapa enggak ke orang lain aja. Dan parahnya, lo enggak bilang lo udah punya pacar. Secara enggak langsung lo udah buat perasaan gue bermetamorfosis sama lo. Gue nyesel tau nggak Sat!" Umpat Diandra memukul mukul bantal sambil terus menangis merutuki kebodohannya yang semudah itu percaya dengan omongan laki-laki.

Diandra terus saja mengeluarkan air mata percuma. Percuma karena menangisi seseorang yang bukan miliknya. Matanya serasa panas. Lelah sudah mengeluarkan air mata. Akhirnya dia memutuskan untuk tidur. Berharap bisa melupakan semuanya.

-

"Diandra." Lirih Satria saat keluar dari kamarnya dan melihat Diandra yang juga keluar dari kamarnya. Bersiap untuk berangkat sekolah.

Diandra menatap Satria yang sudah siap dengan seragam sekolahnya sekilas. Dia langsung melengos berjalan kearah tangga.

Satria heran. Kenapa sifat Diandra berubah lagi seperti saat awal mereka bertemu. Cuek dan ketus. Tak ramah dan menyenangkan seperti satu tahun ini.

"Lo kenapa? Gue bingung. Perasaan, gue enggak ngapa-ngapain lo. Tapi kenapa sifat lo berubah lagi kayak awal?" Ucap Satria bertanya kepada Diandra yang masih belum juga menganggapnya berjalan ada disampingnya. Menutup telinganya rapat-rapat.

Satria geram dengan sifat Diandra hari ini.

"Lo kenapa?" Tanya Satria tepat didepan Diandra. Mencekram kedua bahu Diandra. Memaksa untuk berkata tentang sebenarnya.

"Lo tanya aja sama pacar lo Geofany itu!" Ucap Diandra satu tarikan napas. Melepas semua yang ada dihatinya.

Satria yang mendengar jawaban Diandra sedikit bingung. Melepas cengkraman tangannya dibahu Diandra. Bagaimana bisa Diandra tahu tentang Geofany.

"Puas lo?" Lanjut Diandra langsung meninggalkan Satria yang masih mematung ditempatnya karena dibentak oleh Diandra.

-

"Kakak mana?" Tanya Diandra kepada Tara yang ada di meja makan menyiapkan sarapan untuk Diandra. Tak ingin ibunya curiga kalau dia ada masalah.

"Masih tidur." Balas Tara meletakkan sepiring sarapan didepan Diandra.

Diandra mengangguk, karena dia sedang meminum teh. Satu lagi fakta mengenai Diandra. Diandra tidak suka susu. Jadi kalau sarapan dia selalu minta teh panas.

Diandra mengambil makanan yang sudah disiapkan oleh Tara. Menyuapnya kedalam mulut. Tapi tiba-tiba terhenti kala melihat Satria datang menuju meja makan untuk sarapan.

"Bu, aku berangkat dulu." Ucap Diandra bangkit dari duduknya.

"Ini makanannya belum dihabisin?" Balas Tara mencoba menghadang kepergian Diandra.

"Aku udah kenyang." Jawab Diandra cepat.

Satria melihat kepergian Diandra. Sebegitu kesalnya dia sampai menghindar bertemu dengan Satria. Yang membuat Satria lebih bingung adalah Diandra kenapa? Kalaupun kesal kepada Satria apa alasannya? Dan bagaimana bisa Diandra tahu tentang Geofany. Perasaan Satria tidak pernah menyinggung tentang Geofany terhadap Diandra. "Pasti Geofany yang udah buat Diandra jadi gini. Gue harus ngomong sama itu anak." Pikir Satria dalam hati.

"Sarapan dulu Sat." ucap Tara membangunkan Satria dari lamunan.

Satria mengangguk. Duduk dikursi meja makan untuk menunaikan sarapan.

"Kalian kenapa lagi?" Tanya Tara tak terduga.

Satria tersentak. "Enggak papa kok." balas Satria tak sungkan lagi. Dia sudah terbiasa dengan keluarga ini.

Tara mengangguk. Meskipun dia tidak begitu percaya dengan jawaban Satria. Pasti ada masalah tersembunyi diantara mereka. Pikir Tara.

"Saya berangkat dulu ya!" Ucap Satria selesai sarapan berpamitan kepada Tara.

"Hati-hati dijalan." Balas Tara kala Satria mencium punggung tangannya.

Satria berjalan kearah garasi untuk mengambil motornya. Dia sempat melihat Diandra baru saja naik ojek online. Sepertinya Diandra benar-benar yakin untuk menjauh dari Satria. Buktinya saja hari ini Diandra memesan ojek online. Padahal setahu Satria, Diandra tidak mempunyai aplikasi untuk memesan ojek online. Entahlah. Intinya sekarang Satria harus segera menyelesaikan masalah ini. Masalah ini tidak boleh berlarut-larut. Karena ini adalah masalah hati. Masalah yang paling besar daripada masalah lain.

Dont Forget to Like and Comment...

Selasa, 9 April 2019








♡♡
♡♡♡

To Be Continue

Diandra & Satria [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang