Kita hanya sedang bermain peran.
***Devanka tidak tahu, mengapa perasaan tidak terima mendatanginya saat mendengar pengakuan Sindu mengenai statusnya.
Sungguh, semuanya terasa tak masuk akal. Baru kemarin lusa cewek itu mendatangainya dengan tatapan penuh harap. Meminta Devan untuk menerima keberadaannya lagi dan menyebut namanya dengan panggilan itu.
Lalu seolah tidak pernah terjadi apapun, tiba-tiba Kiara datang dengan wajah sumringah. Berpura-pura tak mengenalinya dan memperkenalkan diri sebagai pacar dari sahabatnya. Apa-apaan? Ia yakin kalau cewek itu sengaja membalasnya. Tapi bagaimana bisa Kiara menjadi pacar Sindu yang tak pernah mau mengurusi masalah percintaan?
"Lo gak pernah bilang udah punya cewek," ujarnya memperhatikan Kiara yang menjadi lebih dekat dengan para sahabatnya karena terus menghampiri Sindu. Hal tersebut membuatnya tak nyaman.
Sindu terkekeh, "Bukan surprise namanya kalau gue bilang."
"Dan di antara kita lagi gak ada yang ulang tahun!" tegasnya membuat Sindu tertawa.
"Jadi," Devan menatap Sindu yang menikmati sisa tawanya, "Sejak kapan lo kenal dia?" pancingnya.
"Di antara temen-temen gue, lo yang keliatan paling gak suka sama hubungan kita. Kenapa?"
Cowok itu melengos, "Lo pikir aja sendiri. Dia baru seminggu di sini dan bahkan lo baru masuk sekolah lagi beberapa hari setelahnya. Tiba-tiba kalian bilang pacaran? Gue cukup realistis, gak kayak Candra yang di otaknya cuma ada makan dan makan."
"Lo sekhawatir itu sama gue?" goda Sindu.
"Gue serius, Ndu. Lo sahabat gue, harusnya lo gak langsung nembak cewek yang bahkan baru lo kenal."
Sindu merangkul bahunya, memberikan tepukan menenangkan. Tentunya dengan senyuman yang tak kunjung lenyap. "Dev, gue udah kenal dia lama kalau lo mau tau."
Devan tampak terkejutnya. Sesuatu terasa menonjok ulu hatinya mengetahui kenyataan tersebut, padahal selama ini ia tidak pernah sedikitpun tahu keberadaan cewek itu.
"Lo gak pernah ngasih tau gue," lirihnya dengan pandangan nanar. Di seberangnya Kiara tengah menarik rambut Fitra karena tak sengaja menumpahkan minumannya. Cewek itu bahkan tertawa tanpa beban melihat kesakitan di raut wajah cowok berdarah jawa tersebut.
"Awalnya gue pikir ini bukan hal yang penting, tapi liat reaksi lo kayaknya gue berubah pikiran."
Sebenarnya Devan tak ingin mendengar lebih jauh karena sesuatu dalam hatinya memberontak setiap mendengar hal yang berhubungan dengan Kiara.
"Gue udah kenal lama banget sama Ara."
Ah, nama panggilan itu. Devan melirik sahabatnya yang kini menatap cewek itu penuh sayang.
"Lo tentu tau kalau gue sering bolak balik Bandung-Bogor dan itu buat nemuin dia."
"Jadi, selama ini dia di Bogor?"
Sindu mengangguk, tak menyadari kejanggalan dari pertanyaan yang diajukan Devan.
"Lo... sesayang itu sama dia?"
Cowok itu menoleh padanya diiringi senyuman penuh, "Lebih dari itu. Lo bahkan gak akan bisa mengkurunya. Ara kayak sebagian hidup gue dan gue gak akan biarin dia terluka sedikitpun."
Keseriusan di wajah cowok pecicilan itu membuat Devan terhenyak.
"Udah ah, kok jadi melow gini sih?" Sindu terkekeh geli. Devan sendiri hanya diam, meresapi apa yang ia dengar.
"Gue duluan deh, kasian kesayangan gue belum makan siang. Nanti maagnya kambuh dan gue yang bakal repot."
Bahkan Sindu sepertinya sudah mengetahui banyak tentang cewek itu. Devan tak merespon apapun, membiarkan sahabatnya menghampiri Kiara dan langsung merangkul bahunya tanpa ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Go Ara! ✔
Teen FictionKiara ingin kembali melanjutkan kisah yang sempat terhenti, sedangkan Devanka bersiteguh bahwa cerita tentang mereka telah lama mati. Kiara ingin memperbaiki rasa sakit yang tak sengaja ia beri. Namun, Devanka sudah merasa tak sudi untuk sekedar men...