Berhenti mengharapkanku, maka kamu akan bahagia.
***Cowok berwajah manis itu sejak tadi hanya mengangguk pelan mendengarkan ucapan sahabatnya. Tatapannya tertuju pada cewek yang sedang berbincang dengan kakak kelasnya di dekat tangga.
Sejak kemarin setelah mengetahui kebenaran mengenai kepergian Kiara, ia benar-benar didera perasaan bersalah. Amat sangat. Devan ingin menghampiri cewek itu, memeluknya dan menyampaikan beribu kata maaf. Namun, melihat Kiara yang tampak bahagia dengan kehidupannya saat ini, ia jadi ragu.
"Menurut lo, berapa persentase mereka bakal jadian bulan ini?"
Devan menoleh pada Fitra yang sejak tadi memperhatikan keduanya. Ia mengedikan bahu, kemudian mengambil bola yang menggelinding mengenai kakinya.
"Main gak lo?" tanyanya yang dibalas gelengan.
"Gue kelas duluan deh, mau tiduran dulu mumpung belum bel." Fitra beranjak dari tempatnya, kebetulan mereka tengah duduk di pinggir lapangan menonton teman-temannya yang bermain futsal untuk mengisi waktu istirahat. Sindu dan Candra entah di mana keberadaannya. Mereka tadi sempat ijin ke toilet dan belum kembali.
Devan sempat melihat Kiara yang hendak melempar buku di tangannya karena Fitra yang melewatinya sambil menarik rambutnya. Cewek itu tampak bersungut-sungut dengan Daren yang menepuk bahunya menenangkan.
Membuang tatapan, Devan mengejar benda bulat yang sudah menjadi rebut. Ketika bola tersebut diover padanya, ia menendangnya dengan sangat keras, meluapkan emosinya yang tiba-tiba tersulut.
"Wohooo tendangan maut seorang Devanka," Igo bertepuk tangan dengan tatapan bangga. "Kayaknya gue harus rekrut elo buat masuk tim futsal."
Devan mendengus, melirik ke tempat yang membuat dadanya panas. Namun, hanya ada Kiara di sana tengah menatap ke arahnya. Mereka saling melempar tatapan dari jarak jauh sebelum kemudian Kiara melemparkan senyum simpul dan berbalik menaiki tangga.
Cowok itu menghela nafasnya. Ia tahu bahwa senyuman Kiara bukan pertanda baik.
***"Si Candra tadi katanya lagi galau, abis ditolak cewek."
Devan mengalihkan tatapan pada Sindu yang sedang memutar pulpenya di meja.
"Gue jadi ragu mau nembak Yayang gue. Takut ditolak." ujar Sindu tampak murung. Padahal setahunya kemarin-kemarin Sindu tak punya rasa malu melemparkan gombalan-gombalan receh pada sahabat sepupunya itu.
"Candra nembak siapa? Oca?" tanya Devan. "Perasaan dia lagi gak deket sama cewek, kecuali Oca sama ehm gak mungkin sepupu lo, kan?"
Sindu mengangguk. "Pas gue tanya dia cuma cengengesan, gue jadi ragu dia beneran lagi galau."
"Nah, harusnya lo gak takut gitu." Devan menepuk bahu sahabatnya. "Candra lagi bercanda kali."
Mendengus, Sindu menidurkan kepalanya menghadap Devan. Tangannya beralih mengetuk-ngetuk meja.
"Hm tapi Dev, masalahnya Giang tuh sikapnya suka bikin gue bingung. Kadang cuek, kadang kayak malu-malu gitu pas gue godain." curhatnya mengingat reaksi pujaan hatinya.
"Coba aja dulu, Ndu. Diterima atau enggak itu masalah belakangan." Nasihat Devan. Ia tahu kalau Sindu selama ini terlalu fokus pada Kiara. Sudah saatnya cowok itu memikirkan perasaannya.
"Tap-"
"Dia juga suka sama lo, Ndu."
Mata Sindu membola.
"Percaya sama gue. Gue bisa liat itu." Devan tersenyum, memberikan keyakinan pada sahabatnya. "Jadi lo harus maju, jangan sampai... lo nyesel." Kayak gue. Tambah Devan dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Go Ara! ✔
Teen FictionKiara ingin kembali melanjutkan kisah yang sempat terhenti, sedangkan Devanka bersiteguh bahwa cerita tentang mereka telah lama mati. Kiara ingin memperbaiki rasa sakit yang tak sengaja ia beri. Namun, Devanka sudah merasa tak sudi untuk sekedar men...