Part 20, Pernah

3.1K 267 23
                                    

Dan hal paling menyakitkannya adalah saat kamu bilang, bahwa kita pernah bersama.
***

"Lo ... katanya putus ya sama Sindu?"

Kiara yang baru mendudukan badannya menoleh. Giang menatap penasaran. Seingatnya, Kiara belum bilang pada siapapun kecuali Daren.

Dengan satu kali anggukan, raut wajah sahabatnya berubah tegang. "Lo tau dari siapa?"

"Sindu, tadi dia nanyain lo," balasnya dengan gusar. Hal tersebut membuat Kiara bingung. "Itu ... Sindu yang mutusin elo?"

Menggeleng, Kiara menyatukan helaian rambutnya dan mengikatnya menjadi satu. "Gue yang minta putus."

"Kenapa?"

Kiara menatap sahabatnya lagi, tumben sekali Giang banyak bertanya. Biasanya cewek itu akan membiarkannya bercerita sendiri.

Ya karena ini cuma bohongan. "Emang udah harusnya gitu."

"Gue gak nger-"

"Gi!"

Ucapan Giang terhenti, lalu menoleh pada Yoga yang berdiri di pintu kelas.

"Ini ada Kak Raina."

Cewek itu menghembuskan nafasnya dan beranjak keluar kelas. Pasti masalah organisasi.

Mengabaikan keanehan sahabatnya, Kiara membuka lembaran buku tugasnya untuk kembali memeriksa tugas minggu kemarin. Namun, getaran ponsel di atas meja berhasil mengganggu konsentrasinya. Tadinya Kiara hendak membiarkan, toh itu bukan ponselnya. Tapi sebuah nama yang terpampang jelas di sana membuat Kiara mengerutkan dahinya dalam.

Sindu? Ngapain dia nelepon Giang? Batinnya kini bertanya-tanya. Kiara membiarkan panggilan tersebut berhenti hingga tanpa sengaja tatapannya tertuju pada room chat kedua orang itu. Giang pasti belum sempat menutupnya.

Kiara melihat keberadaan sahabatnya lewat jendela, kemudian mengambil benda pipih tersebut. Ia tahu telah lancang, tapi rasa penasarannya terlalu tinggi dan tak bisa diabaikan.

Ada banyak pesan singkat yang dikirimkan Sindu dua hari ini yang hanya dibaca oleh Giang. Kiara men scroll up, membaca isi chat yang membuatnya berkali-kali berdecak tak menyangka. Ia baru tahu kalau Sindu sering mengirimi sahabatnya chat berisi gombalan receh, dan Giang menanggapinya dengan jutek, kebanyakan tak membalasnya sama sekali.

Berhenti, Ndu. Candaan lo gak lucu.
Gimana kalau Kiara tau?
Gue gk mau dia salah paham.

Kiara membaca pesan terpanjang yang dikirimkan Giang pada sepupunya, meski Sindu sepertinya abai dan tak putus asa dengan usahanya.

Jadi, apa ini ada hubungannya dengan Giang yang menjauh beberapa hari ini? Juga permintaan maaf cewek itu padanya, tapi Giang tidak salah, kenapa harus minta maaf? Kecuali kalau cewek itu merasa telah membuat kesalahan padanya. Apa mungkin- Kiara menyimpan ponsel di tangannya saat melihat Giang kembali, berpura-pura fokus pada bukunya.

Giang tertegun melihat sesuatu di ponselnya. "Ki," lirihnya. Kiara menoleh. "Ya?"

"Tadi ...  ponsel gue bunyi?" tanyanya terlihat panik. Kiara terdiam sejenak, lalu menggeleng dengan raut polos. "Kenapa gitu? Gue tadi fokus banget meriksa tugas."

Cewek itu tersenyum lega. "Enggak kok gak papa. Gue ke UKS dulu ya bentar, mau cek obat-obatan di sana," pamitnya mengambil buku dan pulpen dari tas sebelum kembali menatapnya. "Kasih tau kalau pak Arga udah dateng ya, bilangin juga kalau gue ijin bentar."

Kiara mengangguk menyanggupi. Seperginya Giang, ia terdiam cukup lama, lalu terkekeh sendiri.
***

Kiara keluar aula dengan wajah lesu. Setelah dua jam menghabiskan waktu dengan latihan, akhirnya waktu pulang datang juga. Ia merogoh sakunya, kemudian menghela nafas. Kiara lupa kalau dompetnya ketinggalan.

Go Go Ara! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang