Epilog

6.5K 327 54
                                    

Hm sayang?
***

"Ra, kalau gue tembak lo sekarang... mau lo terima gak?"

Satu kalimat yang menciptakan debaran kencang di dada Kiara. Cewek mungil itu masih tak berbalas sampai lima menit berlalu. Hal tersebut membuat Devan cemas terlebih raut terkejut Kiara yang berubah seperti orang linglung.

"Ra?"

"Anka?" lirih Kiara berusaha mengumpulkan nyawanya.

Devan menghembuskan nafas. Mengibaskan telapak tangan ke depan wajah Kiara. "Ra hei?"

"Devanka?" Cewek itu malah kembali memanggil namanya, mengabaikan panggilan Devan.

"Iya Ara, kenapa?"

"Gue lagi mimpi ya?" tanyanya hingga Devan tak tahan untuk mencubit cewek di depannya.

"Aw sakit." Kiara meringis sambil mengusap wajahnya. Bibir tipisnya mengerucut membuat Devan lagi-lagi mengangkat tangannya. Namun, Kiara yang membaca gerakan cowok itu langsung mengindar dan memukul lengannya keras. Giliran Devan yang mengaduh. "Kok galak sih?"

"Kok malah ngegas?"

Mata Devan membeliak, "Dih, siapa coba yang nge-" Seakan sadar dengan suaranya yang meninggi, Devan menghela nafas, nadanya berubah pelan pula tatapannya yang melembut. "Aku cuma nyadarin kamu yang kayak orang linglung."

Wajah Kiara berubah memerah mendengar Devan yang kini ber'aku-kamu'. Ia menunduk, mengigit bibir bawahnya untuk menahan jeritan agar tak keluar dari mulutnya. Aduh, Anka.

Devan berdecak. "Kan? Diem lagi."

Tersadar, Kiara mendongkak meski tidak berani menatap mata Devan secara langsung. Masalahnya ia juga tidak mengerti kenapa jadi malu-malu kucing di depan cowok yang dulu sempat ia kejar-kejar.

"Y-ya udah apa?"

Melihat Kiara yang berubah gugup, terang saja Devan ingin mengerjai. Ia berpura-pura tidak mengerti, "Apanya yang apa?"

"Mm y-ya yang tadi." Kiara memainkan ujung rambutnya dengan mata yang tak fokus, malah mengarahkan ke sekitar menghindari bertatapan langsung dengan Devan. Uh, Kiara harus bagaimana? Kenapa jantung terus saja berdetak cepat. Ia jadi merasa lelah sendiri.

"Kok jadi salting?" tanya Devan dengan senyum menggoda.

"Si-siapa yang salting sih?" Kiara masih saja tergagap padahal sudah berusaha bersikap tenang.

"Gemesin banget sih... sahabat aku."

Devan berusaha untuk tidak tertawa saat itu juga. Terlebih melihat bibir cewek itu yang mengerucut diiringi raut muramnya.

"Gue pulang deh, gak ada yang mau diomongin lagikan?" Kiara hendak berbalik, tapi Devan malah menahan lengannya. Merangkum wajah cewek itu yang tidak mau melihat ke arahnya. Jelas saja Kiara kesal. Ia sudah kesenangan juga.

"Sensitif banget sih. Lagi pms ya? Tadi juga nangis-nangis di parkiran."

Kiara mendelik, "Gue mau pulang. PU-LANG!"

"Kenapa sih buru-buru amat? Gak bakal ada yang nungguin juga." Perkataan Devan benar-benar menyindirnya. Lagian selama ini Kiara jomblo juga gara-gara cowok di depannya.

"Apasih! Lepas ah!" Kiara berusaha melepaskan tangan Devan dari wajahnya, tapi gagal.

"Bentaran dulu elah, kenapa marah-marah terus? Gak cape?"

Cewek itu mendumel. Devan jadi tidak sih menembaknya?

"Ya capek lah. Hhh," ketusnya. Kiara menatap garang Devan, "Lo tuh... lo sebenernya jadi gak sih nembak gue?"

Go Go Ara! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang