Kamu boleh pergi, tapi jangan lupa masih aku tempat kamu kembali.
***"Gue juga mau joging kok, tapi sama kak Daren dong!" Suara ceria Kiara masih saja terngiang, padahal itu sudah satu jam berlalu keluar dari bibirnya.
Devan menghela nafas, berlari kecil dengan tak semangat. Berbeda dengan cowok di sebelahnya yang sejak tadi sibuk bertelepon dengan pujaan hatinya. Entahlah mereka sudah jadian atau belum, Devan tidak berminat menanyakan.
"Dev," panggil Sindu yang menatapnya sambil meringis. "Em, Yayang gue katanya lagi joging di sini juga."
Mengerti maksud sahabatnya, Devan memutar bola mata. Padahal Sindu yang memaksanya ikut dan sekarang malah akan meninggalkannya.
"Emang kalau gue bilang jangan pergi, lo bakal tetep di sini?" sindir Devan. Sindu malah memeluknya erat. "Thanks, Dev. Elo emang sahabat yang paling bisa ngertiin gue."
Devan langsung saja berontak dan melepaskan diri. "Elo ya, main peluk sembarangan!" kesalnya karena beberapa orang sudah memperhatikan mereka berdua. Pasti mereka menyangka yang tidak-tidak.
Sindu cengengesan, mengangkat kedua jarinya membentuk huruf v.
"Udah sana pergi!" usirnya mendorong bahu Sindu.
"Iya sayang, sabar kenapa sih? Mentang-mentang aku dua- iya iya enggak Dev, elah emosian banget sih lo!" Sindu dengan sigap menghindar saat Devan bersiap menendangnya.
Cowok itu mendelik, "Dalam hitungan ketiga, kalau lo belum pergi juga, gue beneran tendang elo. Satu.. dua.. tig-" Devan tak menyelesaikan hitunganya karena Sindu sudah lari setelah menjulurkan lidahnya. Tsk. Ke kanak-kanakan gak jauh beda sama.. Devan mendesis. Dirinya malah teringat dengan seseorang.
Devan memutuskan melanjutkan kegiatannya yang terhambat karena Sindu. Namun, baru beberapa menit, ia memelankan lajunya melihat dua orang yang sedang berlari kecil tak jauh darinya.
Melihat cewek itu yang hampir jatuh, Devan refleks mengangkat tangan dengan jantung berdetak cepat. Dan seharusnya ia bersukur karena Daren dengan sigap memegangi bahu Kiara, tapi yang ia rasakan malah nyeri di ulu hatinya.
Devan beralih menatap telapak tangannya dan menurunkannya lagi. Ia bahkan tidak bisa berlari untuk menghampiri Kiara.
"Kamu gak papa?"
Samar-samar Devan mendengar pertanyaan Daren yang sirat akan kekhawatiran. Sedang Kiara hanya balas menggeleng. Kemudian kejadian selanjutnya membuat Devan mengalihkan pandangan. Daren menggenggam tangan Kiara, menariknya pergi.
***Berhubung mood-nya terlanjur buruk, Devan memutuskan pulang terlebih dahulu. Lupa kalau rumah Sindu terkunci karena tidak ada siapa-siapa, akhirnya ia memutuskan menunggu sahabatnya pulang dengan duduk di kursi halaman.
Deru motor membuatnya mengalihkan perhatian. Kiara datang bersama Daren. Beruntung mereka hanya sampai depan pagar. Namun, tetap saja Devan tidak suka, terlebih Kiara yang tampak betah berbicara dengan kakak kelasnya. Ia tidak bisa mendengar apapun, hanya gelak tawa mereka yang membuat dadanya terasa panas.
Please Devanka, lo bukan siapa-siapa dia, tapi argh sialan! Devan berusaha bersikap tenang, mengabaikan pergolakan batinnya.
Daren terlihat mengatakan sesuatu pada Kiara dengan tangannya yang tak bisa diam, malah mengacak rambut cewek itu. Menit berikutnya Kiara melambaikan tangan pada Daren yang berlalu.
Kiara membuka gerbang, melangkah riang dengan bibir yang tak berhenti bersenandung. Cewek itu tampak terkejut mendapati keberadaan Devan yang pura-pura memainkan ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Go Ara! ✔
Teen FictionKiara ingin kembali melanjutkan kisah yang sempat terhenti, sedangkan Devanka bersiteguh bahwa cerita tentang mereka telah lama mati. Kiara ingin memperbaiki rasa sakit yang tak sengaja ia beri. Namun, Devanka sudah merasa tak sudi untuk sekedar men...