Part 16, Satu Hari

3.1K 285 16
                                    

Anggap saja hari ini adalah keajaiban
***

Kiara menatap dirinya dalam pantulan cermin. Seharusnya ini adalah hari yang membahagiakan. Namun, sepertinya Kiara tidak diberikan kesempatan untuk itu.

Semalam, Sindu mengabarinya agar siap-siap sesuai janji mereka kemarin. Cowok itu bilang ia akan tetap pergi dengan seseorang yang menggantikannya. Kiara sempat menolak karena mood nya sudah terlanjur buruk sejak tahu Sindu harus pergi. Bukannya ia ingin bersenang-senang di saat keluarga dari pihak omnya terkena musibah, Kiara hanya terlanjur berekspektasi tinggi hingga dirinya kecewa.

Kiara hanya mengenakan jeans hitam serta kaos lengan panjang. Ia tidak terlalu peduli dengan penampilannya. Terpenting Kiara menghargai Sindu yang berusaha membuatnya senang hari ini. Ia tidak tahu siapa yang mau dengan suka rela menemaninya. Yang pasti nama Devan adalah suatu ketidak mungkinan karena cowok itu mungkin saat ini sedang  menemani pacarnya.

Tin tin

Suara klakson yang dibunyikan berkali-kali menyentak kesadarannya. Kiara yakin kalau yang ada di depan rumahnya saat ini adalah Candra. Teman sekelasnya itukan memang rese dan tidak sabaran, tapi kenapa tidak ada satu chat pun yang masuk ke ponselnya?

Kiara bergegas setelah mendengar bunyi kesekian. Ia mengunci pintu rumah dan berjalan cepat menuju gerbang. Candra nih pasti.

"Sabar kenap-" ucapan Kiara terhenti. Matanya membola disertai kakinya yang refleks mundur hingga menabrak gerbang di belakangnya. Ini gak mungkin. Kenapa bisa dia?

Cowok itu balas menatapnya yang masih terkejut dengan raut datar. "Mau sampai kapan diem di situ?"

Kiara mengusap punggungnya yang sedikit ngilu, kemudian melangkah perlahan, masih tak yakin dengan apa yang dilihatnya. Kiara menyesal kenapa dirinya berdandan sembarangan. Kenapa ia hanya memakai baju seadanya, kenapa.. Argh ia pasti sudah gila berpikir untuk menarik perhatian Devan lagi.

"Kenapa elo?" tanya Kiara tak bisa menahan rasa penasarannya.

"Kenapa kalau gue? Gak suka?"

Kiara mendelik dengan pertanyaan balik tersebut. "Karena... seharusnya lo gak di sini."

Cowok itu terdiam sejenak, lalu menghela nafasnya. "Kenyataannya gue di sini sekarang. Jadi, stop banyak nanya. Mending kita pergi sekarang, keburu siang."

Tidak, Kiara tidak akan pergi dengan tenang dalam keadaan seperti  ini. Lebih baik ia di rumah saja sekalian. Kiara menahan lengannya hingga Devan yang bersiap menstrater motornya menoleh.

"Rivi.. gimana?"

Cowok di depannya kembali terdiam, kali ini cukup lama.

"Gue-"

"Gue gak akan pergi," potong Kiara. "Gak papa, lo gak perlu kayak gini cuma karena gak enak sama Sindu."

Kiara tidak tahu apakah keputusannya benar atau salah, tapi ia hanya merasa tidak sepantasnya pergi dengan Devan. Kiara ingin, tapi untuk apa jika Devan terpaksa? Pasti pikiran cowok itu juga tidak bersamanya. Tiba-tiba juga ada perasaan tak enak dalam benaknya mengingat Rivi.

"Kiara," panggil Devan. "Ayo! Jangan buat pengorbanan gue sia-sia."

Pengorbanan. Harusnya Kiara tahu kalau Devan tidak akan repot-repot menemaninya kalau bukan karena persahabatannya dengan Sindu. Cowok itu pasti berat sekali meninggalkan pacarnya.

Kiara menatap cowok di depannya. Namun, sialnya ia tidak bisa membaca apa yang ada dipikiran Devan.

"Tapi, boleh gue minta satu hal?"

Go Go Ara! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang