Part 22, Permen

3.3K 269 26
                                    

Jangan terlalu dalam mencintaiku atau kamu akan terluka.
***

Sepasang saudara itu duduk saling berhadapan. Tak ada yang memulai pembicaraan setelah hampir satu jam terlewati. Sindu memperhatikan raut wajah sepupunya yang tidak bisa dibilang baik. Matanya yang bengkak juga hidung memerahnya. Kalau mamanya tahu, Sindu pasti akan kena marah.

"Mau minum?" tanyanya memecah keheningan. Kiara mendongkak, kemudian menggeleng.

Helaan nafas keluar dari mulut Sindu, sebelum ia kembali menatap Kiara. "Lelah itu manusiawi," gumamnya. Suara rintik hujan membuat Sindu melirik ke arah jendela. "Elo ngerasa jenuh, wajar. Apalagi gue paham posisi lo sekarang."

Sunyi lagi. Kiara memilih bungkam, membiarkan Sindu mengatakan hal yang mungkin bisa menenangkannya barang sedikit.

"Lo tau, Ra? Hati gue rasanya sakit banget saat lo tanya tentang siapa gue buat elo." Sindu tersenyum getir. Jujur saja, dirinya kecewa. Ia tahu Kiara hanya sedang tidak stabil, tapi perkataan cewek itu benar-benar menggores hatinya.

Sindu menyayangi Kiara dengan tulus. Bahkan selama beberapa tahun terakhir ia rela bolak-balik Bandung-Bogor hanya untuk menemui Kiara, mengajaknya tinggal bersama. Ia tak pernah tenang dalam tidurnya sebelum berhasil membawa cewek itu. Apalagi setelah kepergian neneknya, membuat Kiara tinggal sendiri.

Melihat jam beker di atas nakas, Sindu bangkit dari duduknya. "Gue keluar. Lo makan dulu abis itu istirahat."

"Ndu," lirih Kiara hingga Sindu yang sudah hendak melangkah kembali berbalik. "Maaf."

Sindu hanya balas tersenyum, mengacak rambutnya kemudian beranjak.

Kiara menghapus cairan yang keluar dari sudut matanya dan menuruti ucapan Sindu untuk makan. Tentunya setelah ia mengganti seragamnya dengan pakaian rumahan.

Di ruang makan sudah ada Sindu. Kebetulan tantenya belum pulang karena ada rapat guru di sekolah tempatnya mengajar. Sedang omnya berada di luar kota.

"Pentas teater dilaksanain kapan?"

Cewek itu menghentikan kunyahan. Menatap Sindu dengan sedikit canggung setelah aksi saling meluapkan emosi tadi. "Hari minggu, jam 9."

Sindu mengangguk, "Besok latihan sampe jam berapa?"

"Kayak biasa."

"Abis itu mau jalan-jalan?" tawar Sindu, "Waktunya emang sedikit, tapi-"

"Gue lagi gak mau ke mana-mana," potong Kiara sambil memainkan makanannya.

Sindu mengerti. Namun, ia bingung bagaimana cara agar Kiara kembali ceria.

"Jangan khawatirin gue, Ndu. Gue baik-baik aja."

"Gue tau," balas Sindu. Ia meraih gelas dan menghabiskan isinya. "Elo... besok akan kembali kayak Kiara yang biasa karena elo udah berhasil luapin semuanya tadi."

Kiara hanya tersenyum tak yakin, tapi ia akan berusaha. Mengingat kata besok, cewek itu mendesah pelan. Mau ia simpan di mana mukanya saat bertemu dengan teman-temannya nanti? Juga... Devan.
***

Keadaan sekolah sudah cukup ramai. Kiara berjalan beriringan dengan Sindu karena kelas mereka yang berdekatan. Sebenarnya Kiara ingin ijin tidak masuk kalau tidak ingat harus latihan sore nanti.

Perasaannya belum sepenuhnya membaik. Namun, Kiara berusaha menekan egonya. Ia tidak boleh sampai menyakiti orang-orang di sekitarnya seperti kemarin.

"Mau gue anterin?" tawar Sindu ketika sudah sampai depan kelasnya. Kiara menggeleng, matanya melirik ke dalam ruangan cowok itu. Devan sedang memejamkan matanya dengan kedua telinga yang tersumpal earphone. Tidak pernah berubah.

Go Go Ara! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang