Aku mencintai kamu dan itu sebuah kebenaran
***Kiara berjalan cepat keluar rumah, satu tangannya menentang helm dengan mulut mengunyah roti. Ia membuka gerbang dan menutupnya asal. Namun mendapati sosok yang duduk di atas motornya, Kiara dibuat terkejut, sisa roti di mulutnya jatuh menyedihkan.
"Berangkat sekarang?"
Suara itu menyadarkan lamunannya. Kiara mengarahkan tatapan ke bangunan samping rumah, mencari Bily yang beberapa menit lalu menyerukan namanya.
"Dia udah berangkat duluan," ujar cowok itu seolah tahu apa yang ada dipikirannya. Kiara mengernyit sebelum kemudian memberikan tatapan kesal. "Pasti lo yang-" Ia tak melanjutkan perkataannya karena senyuman cowok di depannya sudah cukup sebagai jawaban.
"Yuk naik!"
Kiara malah memandangi cowok itu dengan mata menyipit. "Lo kenapa sih, Dev?"
"Dev?" Devan mengulang panggilan Kiara dengan nada tak suka.
"Nama lo Devan, kan?"
"Devanka," koreksinya membuat Kiara memutar bola mata. Merasa terlalu banyak membuang waktu, Devan menarik cewek itu untuk naik ke boncengan. "Yuk naik!"
Kiara menggeleng. "Gue gak bilang mau berangkat bareng elo."
"Terus mau nunggu Sindu yang baru bangun tidur?" tanya Devan yang sangat tahu kebiasaan sahabatnya. "Atau mau naik angkot dan jalan dulu ke depan kompleks?"
Dengan raut sebal Kiara melirik jam di pergelangan tangannya, lima belas menit lagi bel berbunyi. Tak punya pilihan lain, akhirnya ia duduk di boncengan cowok itu dengan raut bertekuk.
"Helmnya mau di peluk aja?"
Mengabaikan kekehan geli Devan, ia memakai helmnya.
"Pegangan."
"Tinggal jalan aja kenapa sih? Ribet banget," ocehnya meski kemudian memegangi sisi jaket Devan. Akhirnya kendaraan beroda dua tersebut melaju dengan kecepatan normal, Devan mengutamakan keselamatan cewek di boncengannya. Sesekali mengajak Kiara bicara yang hanya balas singkat itupun dengan judes. Untung Devan sabar.
Turun dari motor Kiara berjalan tergesa-gesa, menghindari Devan yang dengan mudah menyamai langkahnya.
"Kok ngikutin gue terus sih?" kesalnya membuat Devan menaikan sebelah alisnya. "Gue mau ke kelas."
Kiara yang sudah kegeeran pun tersadar kalau letak ruangan mereka tetanggan. Hanya terhalang satu kelas saja. Akhirnya dengan gaya andalannya, Kiara menghentakan kaki dan lanjut berjalan. Diam-diam Devan tersenyum dengan tingkah cewek super manja di sebelahnya.
Melihat Devan yang masih berada di sampingnya padahal kelasnya sudah terlewati, Kiara bersuara. "Kan? Lo ngik-"
Tak memberikan kesempatan bicara, Devan meraih jemari cewek itu, menariknya agar cepat sampai. Kiara yang tadinya hendak mengeluarkan protesan kini beralih menatap genggaman hangat yang melingkupi tangannya. Kalimat-kalimat yang akan ia semburkan seperti terbawa angin, lenyap tak bersisa. Kiara lupa ia tadi mau berkata apa.
"Udah sampe, sana masuk!" Devan melepaskan genggamannya. Kiara malah menatap dengan raut bingung. Sejak kemarin Devan selalu berusaha mendekatinya. Untuk apa? Bukannya cowok itu bilang akan merelakannya?
Tak ingin rasa penasarannya semakin membludak, Kiara memutuskan masuk kelas. Namun, panggilan Devan membuatnya kembali menoleh.
"Semangat belajarnya, Ara." ujar cowok itu memberikan tepukan berulang di kepalanya. Tak lupa dengan senyuman manis dan tatapan hangat yang membuat Kiara merasakan lemas di seluruh tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Go Ara! ✔
Teen FictionKiara ingin kembali melanjutkan kisah yang sempat terhenti, sedangkan Devanka bersiteguh bahwa cerita tentang mereka telah lama mati. Kiara ingin memperbaiki rasa sakit yang tak sengaja ia beri. Namun, Devanka sudah merasa tak sudi untuk sekedar men...