Part 33, He is

3.7K 301 38
                                    

Kamu hanya perlu menunggu
Biar aku yang kini menjemputmu
***

Kiara baru keluar dari aula setelah mengikuti ekskul teater ketika mendapati sosok Devan berdiri di depan ruangan tersebut. Ia sempat terkejut, tapi kemudian berpura-pura tak melihat. Kiara melewati cowok itu yang masih tak menyadari kedatangannya karena membelakanginya.

Namun baru beberapa langkah, tangannya sudah dicekal. Kiara berbalik, menatap Devan yang menyimpan ponselnya ke saku dengan tangan lain masih memeganginya.

"Pulang bareng gue," ujarnya membuat Kiara mengernyit.

"Sindu lagi nganterin Giang ke toko buku dan di-"

"Gue bisa pulang sendiri," potong Kiara cepat. Devan menghela nafas, berbicara dengan cewek di depannya harus dilengkapi kesabaran.

Devan menatap tepat ke matanya. "Gue udah janji bakal anterin lo, dan pantang bagi gue ingkarin itu."

Cewek itu tampak terkesiap meski kemudian mendengkus. "Gue... bisa bareng kak Dar-"

"Dia udah pada pulang. Pengayaan udah selesai sejak tadi." Giliran Devan memotong ucapannya. Kiara memang selalu banyak alasan.

"Kalau gitu gue bisa pulang naik angkot."

Devan tak mendengarkan perkataan cewek itu, malah menariknya menuju parkiran. Mengabaikan Kiara yang berontak.

"Dianterin Daren, naik angkot atau bareng gue semuanya sama aja. Ujung-ujungnya lo sampe rumah." celoteh Devan di sela langkah mereka. Kiara yang berjalan di sebelahnya kini mengalihkan pandangan pada raut cowok itu yang tampak kesal. "Lagian gue tau lo paling suka gratisan, lo orangnya super hemat."

"Tapi hari ini gue lagi pingin habisin uang," ujar Kiara menyebalkan. Padahal uangnya untuk ongkos pulang pas-pasan.

Berdecak, Devan menghentikan langkah karena mereka sudah sampai parkiran. Ia berbalik menghadap Kiara. "Gak usah nyebelin deh. Apa susahnya sih duduk di boncengan barang sebentar?"

Kiara merengut seketika. Bukannya Devan yang menyebalkan karena memaksanya pulang bersama? Kiara hendak membalas tak terima ketika sebuah helm terpasang di kepalanya. Mendongkak, ia mendapati wajah cowok itu dalam jarak yang dekat karena Devan membungkukan sedikit badannya. Kiara tiba-tiba gugup dan memundurkan langkah jika saja Devan tak menahannya.

"Bisa diem sebentar gak?" tanyanya gemas. Devan masih fokus memasangkan pengait di bawah dagunya. Kiara yang tidak bisa diam membuatnya kesulitan.

Setelah selesai, Devan tak langsung menegakan badan, malah beralih menatap Kiara yang wajahnya sudah memerah dan tampak salah tingkah. Cowok itu terkekeh, menepuk kepalanya yang tertutupi helm hingga Kiara meringis.

"Udah yuk naik." ajaknya. Kiara tak langsung menurut, malah memandangi Devan yang kini mengernyitkan dahi.

"Lo gak pake helm?" tanya Kiara yang hanya dibalas gelengan. Jelas helm Devan dipakai olehnya.

Kiara hendak membuka kembali penutup kepalanya, tapi Devan dengan cepat menahan pergerakannya. "Jangan dilepas."

"Tapi-"

"Ara!" tegas Devan tak ingin dibantah. Kiara mengerucutkan bibir. "Nurut dan gak usah ngambek."

Kiara menghentakan kaki, lalu duduk di boncengan. Menyadari alasan Devan belum juga melajukan motornya, dengan raut enggan ia memegangi ujung seragam cowok itu yang sudah keluar.

Kendaraan melaju keluar dari area sekolah. Kiara agak sedikit takut bertemu dengan Rivi meski kemungkinan cewek itu sudah pulang karena bukan jadwal ekskulnya.

Go Go Ara! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang