02. Panggil Sayang Juga Boleh

526 52 10
                                    

Hujan deras yang datang tanpa permisi malam itu membuat Klea terpaksa berteduh di teras minimarket bersama beberapa orang yang tentu saja tidak dirinya kenal. Kedua tangan Klea yang sejak tadi saling bergesek untuk mendapatkan kehangatan di tengah embusan angin malam itu pun sesekali ia tiup, membuat meja di depannya yang sedikit terdorong jadi berdecit.

Mungkin sudah sekitar setengah jam Klea duduk di kursi tersebut. Beruntungnya, hujan turun saat dirinya masih berada di dalam minimarket, artinya tidak saat Klea dalam perjalanan menuju pulang, sebab jarak dari rumah Klea menuju minimarket bisa dibilang lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Lebih baiknya lagi sih, hujan turun ketika Klea sudah sampai di rumah.

Sebetulnya sudah sejak tadi siang bunda menyuruh putri semata wayangnya itu untuk membeli teh─dan teh tersebut adalah teh kesukaan bunda yang hanya dijual di minimarket. Namun, anak zaman sekarang mana yang tidak malas jika harus keluar rumah di saat matahari sedang terik-teriknya? Karena itulah Klea memutuskan untuk pergi sekitar jam 7 malam tadi, dua jam setelah bundanya pamit pergi entah akan ke mana. Dan kini, jarum pendek para jam yang melingkar di pergelangan tangannya mulai menunjuk pukul setengah 8.

Klea mendesah pelan. Rasanya ingin menangis saja, tapi memalukan jika ia benar-benar melakukannya.

Kedua netra gadis itu lantas beralih pada sebuah mobil yang baru saja memasuki area parkir minimarket. Klea terlalu peduli sampai-sampai alisnya bertaut keheranan, sebab seseorang di dalamnya tak kunjung keluar dan malah membunyikan klakson. Aneh. Terlalu serius, mata Klea sampai terbelalak saat laki-laki di dalam mobil tadi tahu-tahu keluar untuk berjalan mendekati Klea.

"Eh, lo siapa!?" Klea berseru heboh ketika pergelangan tangannya ditarik paksa oleh laki-laki itu dan dibawa ke mobilnya, membuat orang-orang di sekitarnya jadi ikutan panik. Ada juga yang malah melepas tawanya melihat itu. Gila!

"Mas, jangan sembarangan nyulik anak orang!"

Klea bisa mendengar satu dari orang-orang yang ada di sana berteriak demikian. Hal itu sama sekali tak menghentikan aksi laki-laki yang entah dari mana datangnya ini. Lengan Klea masih saja dicengkeram agar tidak lepas dan melarikan diri.

Geraman kesal Klea terdengar pada detik berikutnya. Ia berubah pikiran, rasanya malah ingin sekali melepas kedua sandalnya untuk dilemparkan ke arah orang-orang yang berjajar di teras minimarket tersebut. Bantuin kek, apa kek. Aneh lo semuanya yang ada di sana! Gue doain lo nggak pulang-pulang, gumamnya dalam hati tanpa peduli jika sebagian dari orang-orang yang di sana merupakan orang tua.

Mobil hitam yang terparkir tadi sudah berlalu pergi membawa Klea beberapa menit kemudian. Klea masih tidak tahu siapa oknum pemilik mobil yang sedang ia tumpangi tersebut, sebab laki-laki itu menutupi wajahnya dengan masker sehingga ia hanya dapat melihat matanya. Kini, kedua tangan Klea sibuk mengusap-usap rambutnya yang basah, lalu sedikit membungkuk untuk membersihkan kakinya yang sempat terkena genangan air.

"Akting gue udah bagus belum, ya?"

Klea sontak terbelalak. Kepalanya mendongak untuk menatap laki-laki di sebelahnya yang kini tertawa sendiri seraya melepas masker dari wajahnya. Seringaiannya yang terlepas membuat Klea mendapatkan barisan gigi yang rapi, sehingga dalam hatinya kini berkata, kalau begini modelannya sih nggak pantes sama sekali dibilang penjahat.

"Eh iya, kayaknya gue udah bikin lo panik, ya? Sorry."

"Bukan panik lagi!" balas Klea sambil mendengus. "Akting lo kurang bagus. Lebih bagusnya, lo bawa pisau sambil ditempelin ke leher gue," katanya, kini menolehkan kepalanya untuk memandang ke luar jendela.

"Lo kapan ke minimarket lagi?"

"Kenapa emang?" Klea malah balik bertanya.

"Ya... gue mau coba saran dari lo." Laki-laki itu membalas dengan tawanya yang enteng.

Kisah Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang