26. Cinta Tak Mungkin Berhenti

142 26 0
                                    

"Matematika? Apaan, tuh? Kok baru denger gue, ya?" Jeff mengernyit, membuat Kean buru-buru meninju bahu kawannya itu dengan cukup kencang. Kemudian, mereka memecahkan tawanya sama-sama.

Siapa pun yang melihat dua lelaki itu pasti akan heran, bagaimana bisa ganteng-ganteng tapi... sedikit bobrok? Hal yang membuat lebih heran, termasuk Disya yang berperan sebagai mbak pacar-nya salah satu dari mereka adalah, apa yang belakangan ini bikin Kean dan Jeff sedekat itu sampai menyerupai anak kembar? Padahal mereka tidak berada di satu kelas yang sama.

"Lo ngomong kayak gitu di depan Bu Dora, mantap tuh, langsung kena semprot."

"Kenapa jadi Bu Dora?"

"Ya... kalau pelajarannya fisika."

Jeff gantian meninju bahu Kean. "Fisika? Sorry, ya. Kita mah nggak level."

"Gue mah malah pengen belajar fisika."

"I mean... nggak level sama gurunya." Jeff mepet-mepet pada Kean saat berucap seperti itu. "Nanti gue bisa nggak ya dapat nilainya gede-gede?"

"Bisa, asal nggak meremehkan."

"Kapan gue meremehkan?"

"'Matematika? Apaan, tuh? Kok baru denger gue, ya?'," ucap Kean meniru gaya bicara Jeff sekitar satu menit yang lalu. "Itu namanya nggak meremehkan?"

"Ya, kalau matematika mah gue betulan pasrah, dah. Nggak ada harapan."

Kean hanya diam dan memilih untuk melanjutkan langkah mereka ke perpustakaan, ruangan paling ramai setelah kantin jika sedang masa-masa ujian seperti ini. Namun, beruntungnya mereka berdua datang lebih cepat sehingga hanya ada beberapa orang di dalamnya. Lalu sosok Reyfan yang sedang berdiri di dekat salah satu rak buku sambil menatap ke arah mereka, membuat Jeff tersentak kaget untuk kemudian tertawa sendiri.

"Jeff, lo ke perpus? Nggak salah, kan?"

"Jangan songong, lo!" Jeff langsung mengubah ekspresinya menjadi galak. "Gue berubah pikiran, nih. Pengen menjadikan perpustakaan sebagai tempat favorit."

"Halah. Itu mah selama empat minggu dalam setahun aja," sambung Kean yang refleks membuat Reyfan dan Jeff mengernyit. Lalu dirinya kembali berucap, "Ya─ maksud gue, selama ujian-ujian aja. Hari biasa mah paling ke kantin, kalau enggak ya main futsal di lapangan."

"Perlu diapresiasi, nih." Reyfan bergumam pelan dan melanjutkan langkahnya sambil meneliti buku-buku yang berjajar rapi di sana.

"Mau nraktir gue?"

"Traktir mulu pikiran─"

"Kean! Ck, ninggalin, lo mah!"

Mereka refleks menoleh pada sumber suara, yaitu Zekair yang berdiri di sana sambil mengatur napasnya yang sedikit terengah, sedikit berseru namun tetap mengontrol volume suaranya karena suasana perpustakaan cukup hening.

"Eh? Sorry. Habisnya lo tadi sibuk banget di belakang kelas." Kean nyengir. "Lagian, bukannya lo biasa sibuk sendiri di kelas?"

Zekair menggeleng. "Nggak nyaman gue."

"Kenapa?"

Zekair menggeleng sekali lagi, kemudian berjalan menjauh dari mereka, menelusuri rak-rak di sana, sekedar menghilangkan rasa bosan yang sepertinya telah tertimbun dalam dirinya selama di kelas tadi. Namun, tentu saja respons Zekair demikian membuat teman-temannya heran setengah mati. Pasalnya, hari ini Zekair juga tampak sedikit lesu.

"Gara-gara kemarin kita jalan-jalan kali, ya? Jadi dia capek."

"Kalaupun iya, ya bukan salah kita. Karena Zekair juga yang ngusulin jalan berempat," sahut Jeff membuat Kean di sebelahnya hanya mengangguk-angguk. Di tengah kesibukannya melihat buku-buku, Jeff teringat dengan sesuatu yang kemarin Zekair bahas ketika mereka pergi bersama-sama. Lantas, lelaki itu mengangguk-angguk sendiri sambil menyatukan alisnya. Kudu dipites nih emang, yang namanya Klea.

Kisah Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang