"KAK OCHA ON THE WAY, GUYS! KAK OCHA ON THE WAAAAY!"
Lorong lantai dua pagi ini dibuat heboh oleh seruan tersebut. Seolah berusaha mengalahkan gemuruh hujan yang sedang turun cukup deras di luar sana, sang empunya suara berseru sekuat tenaga seperti barusan sambil berlari ke ujung lorong─tepatnya ruangan kelas XI IPS 3 berada─sehingga para siswa yang sebelumnya berkumpul di depan kelas jadi berangsur-angsur masuk ke dalam.
"Jek! Suara lo bikin panik satu dunia banget, sumpah, dah!"
Laki-laki bernama Zekair─yang akrab dipanggil Jeka oleh teman-temannya─itu hanya nyengir lebar sambil menetralkan napasnya di ambang pintu kelas. Tawanya lepas dengan puas tatkala mendapatkan seluruh teman sekelasnya kini sudah rapi di tempat duduk masing-masing, dan semua itu tentu disebabkan oleh seruan hebohnya ketika melintasi lorong tadi. "Tapi, gue nggak tahu tadi salah lihat atau enggak, masa ada anak cewek yang ngikutin Kak Ocha?"
"Mampus! Lo bisa 'lihat' tuh berarti!"
"Nggak percaya gue!"
"Bohong, Jeka mah jangan dipercaya!"
"Gue serius, elah!" Zekair jadi mengotot mendengar respons kawan-kawannya. "Dia perempuan, jalannya di belakang Kak Ocha, dan Kak Ocha juga kayak nggak notice si perempuan itu. Terus, itu perempuannya juga kayak... nunduk terus gitu, woy! Nyeremin pokoknya!" lanjutnya sambil bergidik ngeri, kemudian memilih untuk berjalan ke tempat duduknya.
"Bajunya kayak gimana, lo lihat, nggak?"
"Gue lihat dia pakai seragam kayak kita─"
"YA BERARTI MURID BARU, JEEKKK!"
"KAMPRET, LO!"
"DASAR COWOK NGGAK PEKA! PANTES JOMBLO TERUS!"
"Nggak usah bawa-bawa status gue, ya!" Zekair membalas tidak terima. Namun, seperti biasanya, ia tertawa puas alih-alih marah karena hampir seluruh murid di kelas kini melempar tatapan penuh kekesalan ke arahnya. Memang, sejatinya, laki-laki bernama Zekair itu dilahirkan untuk menjadi sumber emosi bagi orang-orang disekitarnya.
"Terus mana Kak Ocha-nya? Lo bohong, ya?"
"Gue serius kali ini, Kak Ocha lagi on the way," balas Zekair dengan santai. "Kak Ocha juga bilang kalau perempuan tadi itu emang murid baru di kelas kita."
"Lo udah lihat orangnya, Jek?"
Zekair tidak sempat membalas, hanya menggeleng saja sebagai tanggapan karena sosok Kak Ocha telah muncul di ambang pintu kelas.
Wanita itu memang wali dari kelas XI IPS 3. Jika ditanya mengapa dipanggil 'kak' alih-alih 'bu' seperti guru pada umumnya, maka jawabannya karena wanita itu guru paling muda sekaligus paling baik di seantero sekolah─begitu kebanyakan murid-murid di sekolah ini menjelaskannya.
"Kalau nggak salah... selama sekitar satu bulan jadi wali kelas kalian, baru kali ini saya lihat kelas tertib tanpa komando dari saya." Kak Ocha mengukir senyumnya dengan manis diiringi arah pandang yang menyapu ke seluruh sisi ruang kelas. "Semoga, ke depannya bisa terus begini tanpa harus saya perintah, ya. Semoga juga, doa saya pagi ini dikabulkan."
"AAMIIN!" Itu adalah respons pertama dari murid-murid di dalam kelas.
Baik, peringatan pertama; jangan heran dengan bagaimana sikap para murid di kelas ini.
"Jam pertama hari ini memang bukan jadwal saya mengajar. Saya datang ke sini karena harus memperkenalkan kalian dengan teman baru kalian di kelas ini." Ucapan Kak Ocha berhasil membuat suasana kelas kembali heboh. Bisa dibilang, justru seperti itulah suasana kelas ini yang sebenarnya. "Tadi, selama jalan ke sini nggak sedikit murid-murid di lorong yang bilang kalau mereka kenal sama teman baru kita ini. Kalau kalian, gimana? Udah pada kenal, belum? Kalau udah, berarti nggak usah─"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Bulan Juni
Teen Fiction[COMPLETED] Seusai itu, ada banyak sekali sesuatu dalam dirinya yang membuatku sukar untuk kembali mengenalinya. Waktu demi waktu rupanya terus berlalu, hingga kisah pertemuan bertahun-tahun yang lalu telah berubah menjadi kisah lampau, dan membuat...