WARNING: ini adalah cerita yang sebelumnya berjudul 'From June' dan dipublikasi ulang. nggak dibaca lagi nggak masalah, dibaca ulang pun boleh karena alurnya bakalan dirombak. sebelumnya, mohon maaf atas ketidakjelasan eksistensi cerita ini alias hilang-hilangan. sekian, terima kasih banyak atas kesabaran anda sekalian yang luar biasa. hehe.
❝Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga ituTak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan ituTak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu❞─Hujan Bulan Juni,
Sapardi Djoko Damono.*
Kedua ujung bibirku sontak dibuat tertarik oleh isi dari selembar kertas yang baru saja kutemukan. Tak peduli siapakah oknum yang menulisnya, bagaimana pula kertas dengan tulisan seperti itu yang bisa sampai di tanganku, yang jelas, rangkaian kalimat itu berhasil mengingatkanku bahwa bulan Juni bertahun-tahun yang lalu telah mempertemukan aku dengan seseorang.
Tatapanku kini tidak sengaja tertuju pada anak laki-laki berumur sekitar empat tahun yang berjalan sambil mendekap sebuah ukulele. Kulipat kertas di genggamanku tadi, lalu menyelipkannya ke dalam saku celana ketika sadar jika akulah yang menjadi tujuan ke mana anak itu melangkah.
Sesampainya, anak itu hanya memandangku tanpa berkata apa-apa. "Namanya siapa?" Kutanya kemudian dengan senyum sedikit kikuk.
Namun, dia tak menanggapi dan malah melontarkan kalimat yang lain, "Kakak bisa main gitar ini?" Anak itu sedikit mengangkat ukulelenya dengan susah payah, membuatku menyeringai dan segera mengambil-alih.
Ah ya, anak ini menyebutnya gitar.
"Sambil nyanyi ya, Kak, please?"
Aku tersenyum menyaksikan bagaimana menggemaskannya anak ini ketika memohon. Lantas, sekarang kubungkukkan tubuhku untuk menyamakan posisi wajahku dengan wajah anak itu. "Kamu yang nyanyi aja, oke? Nanti Kakak yang main gitar ini, karena Kakak nggak bisa kalau main sambil nyanyi."
"Tapi, tadi Kakak nyanyi pakai gitar yang gede pas di atas panggung bisa, tuh?"
"Nah, kalau pakai yang kecil Kakak nggak bisa. Makanya, kamu yang nyanyi, ya? Nanti Kakak ajarin nyanyi lagu-lagu sambil main gitarnya," ujarku, tentu saja berbohong perihal aku yang tidak bisa melakukan permintaannya─memainkan ukulele sambil bernyanyi. Anak itu pun hanya mengangguk menanggapinya. "Kamu bisa nyanyi lagu Bintang Kecil?"
Lagi, anak kecil di hadapanku ini mengangguk sebagai tanggapan.
Aku baru saja memetik ukulele dan anak itu baru membuka mulutnya, bersiap untuk bernyanyi, ketika seorang laki-laki datang seraya memposisikan dirinya tepat di dekatku. Senyumnya tampak jelas bertepatan dengan kepalaku yang beringsut mendongak.
"Eh, kamu... yang menang lomba tadi, ya?" tanyanya.
Dengan canggung, aku mengangguk dan membalas senyumnya.
"Wahh, selamat, ya. Maaf sebelumnya, aku mau ngambil Zav─" Lelaki itu belum selesai berucap ketika anak di depanku ini tiba-tiba berseru memotong.
"Iiih, nggak mau!"
"Kamu dicariin Mama, ih."
"Nggak mau."
"Lagian, coba aku tanya, emangnya kamu kenal sama Kakak ini? Main nyamper-nyamperin aja."
"Aku mau minta Kakak ini buat nyanyi."
Seringaianku refleks terlepas menyaksikan percekcokan antara dua laki-laki dengan usia yang terpaut jauh di depanku ini. Kurasa, mereka berdua saling mengenal─atau mungkin mereka adalah sepasang kakak-beradik, jadi segera kuserahkan ukulelenya kepada laki-laki yang tampak seusia denganku tadi.
"Duluan, ya. Maaf banget nih, dia tiba-tiba ngilang dan dicariin Mamanya. Sekali lagi selamat karena udah juara." Dia tersenyum sekali lagi sebelum akhirnya berlalu dari hadapanku. Satu tangannya memegang ukulele, sementara satu tangan lainnya sibuk mengeratkan genggamannya pada jemari anak laki-laki yang dipanggil 'Zav' tadi. Aku terus memandangi mereka berdua hingga lenyap ditelan orang-orang yang berlalu-lalang.
Jika kalian bertanya-tanya di mana posisiku saat ini, jawabannya adalah tepat di belakang panggung dalam sebuah ballroom hotel. Aku baru saja turun dari panggung untuk memberikan sepatah-dua patah kata─sebagai juara satu dari perlombaan vokal solo─ketika menemukan secarik kertas berisi rangkaian kalimat yang tersusun menjadi sebuah puisi tadi.
Jelas aku bangga. Sebagai murid sekolah menengah atas yang masih duduk di tahun pertama, jelas aku bangga bisa terpilih sebagai perwakilan lomba vokal solo sampai tingkat provinsi. Sebelumnya pun aku tidak pernah menyangka bisa mengikuti ajang bernyanyi seperti ini, apalagi bersaing dengan banyak orang─yang kurasa memiliki suara yang jauh lebih bagus.
"Klea! Sini!"
Seruan perempuan yang tampak melambaikan tangannya dari kejauahan itu membuatku sedikit tersentak. Buru-buru kuambil sertifikat serta barang lainnya yang tadi sempat kugeletakkan di dekat tempat dudukku sebelum akhirnya berlari kecil dan mengampiri sumber suara.
Sialnya, aku terlalu terburu-buru hingga tidak sengaja bertubrukan dengan seorang laki-laki─yang beruntungnya tidak sedang membawa apa-apa. Sebab, jika dia sedang membawa sesuatu, apalagi segelas minuman, aku harus bertanggung jawab dan membuat waktu semakin terulur.
Aku dan dirinya sama-sama terdiam selama beberapa saat sebelum mengangguk singkat, mengisyaratkan permintaan maaf sambil tersenyum tipis. Namun senyumku lenyap begitu saja saat kedua netra kami bertemu cukup lama pada detik berikutnya.
Menyadari sesuatu, aku segera menggumamkan sebuah nama, "Jeje?" sambil menatap matanya kian lekat.
Lelaki itu tidak menjawab, hanya tersenyum dan kembali menganggukkan kepala dengan singkat sebelum akhirnya berlalu dari hadapanku.
Ah, bagaimana bisa aku bertemu dengan dia di tempat yang tak terduga seperti ini? Ya, dia, laki-laki bernama Jeje yang bertemu denganku pada bulan Juni bertahun-tahun yang lalu.
Jadi, yang tadi itu hanya dugaanku saja, 'kan?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Bulan Juni
Fiksi Remaja[COMPLETED] Seusai itu, ada banyak sekali sesuatu dalam dirinya yang membuatku sukar untuk kembali mengenalinya. Waktu demi waktu rupanya terus berlalu, hingga kisah pertemuan bertahun-tahun yang lalu telah berubah menjadi kisah lampau, dan membuat...