19. Kisah Tak Tersampaikan

136 27 1
                                    

Siang hari pada keesokan harinya, Klea segera ke kamar untuk buru-buru mandi tanpa lupa mengganti seragamnya dengan pakaian yang sedikit formal. Mama Zekair yang sedang sendirian di depan televisi pun mengernyit keheranan menyaksikan itu.

Klea memang pulang lebih awal seorang diri, tidak bersama Zekair karena Pak Dudung mengajak berlatih di luar sekolah secara mendadak dan akan bertemu di tempat pukul setengah dua. Lokasinya sudah ditentukan, tetapi Klea belum tahu persis di mana tempatnya. Beruntung sekali Marlee menawarkan diri untuk menjemput dirinya.

"Kok buru-buru, Kle? Mau keluar lagi?"

"Iya, Ma. Klea mau ada latihan di luar, makanya tadi nggak ikut rapat dan pulangnya nggak bareng Jeje."

"Terus ini mau berangkat sama siapa? Sendirian? Ayo, deh, Mama antar aja."

"Eeehhhh, nggak usah, Ma." Klea tersenyum dan menggeleng-geleng sambil mengontrol napasnya yang sedikit terengah. "Klea berangkat bareng sama kakak kelas, kok. Mama tenang aja."

"Dijemput ke sini?"

"Iya."

"Udah sampai?"

"Katanya udah," balas Klea setelah mengecek ponselnya. "Klea berangkat dulu, ya, Ma."

"Ya udah, hati-hati. Tapi nanti Mama nggak bisa jemput. Kalau mau dijemput, bilang Zekair, ya!"

Klea hanya mengangguk dan buru-buru ke luar rumah. Kini napasnya malah semakin memburu ketika ia sadar bahwa hanya ada Marlee seorang di dalam mobil yang terparkir di depan rumah Zekair tersebut. Artinya, Klea hanya akan duduk berdua di dalam mobil itu. Ia pikir Marlee akan berangkat bersama Laksi juga. Sialnya, Klea sama sekali belum mengenal lebih dekat satu pun dari empat anggota Mellifluous tersebut. Mungkin, menurut Klea sendiri ia hanya bisa akrab dengan Laksi mengingat laki-laki itulah yang lebih dulu mengenalkan dirinya pada Klea.

Marlee segera menyimpan ponsel dan membuka kunci pintu ketika Klea mengetuk kaca mobilnya dengan pelan. Laki-laki itu satu perumahan dengan Zekair, katanya. Maka dari itu Marlee menawarkan diri untuk menjemput Klea.

"Gue nggak apa-apa duduk di depan, Kak?"

"Kalau lo di belakang, gue malah kayak supir taksi online nggak, sih? So, you better sit here."

"Okay," balas Klea dengan seringaiannya. Beberapa detik setelah itu mobil mulai melaju, dan tentu saja Klea langsung mengeluarkan ponsel sebagai satu-satunya cara agar tidak diselimuti oleh rasa canggung. Entah harus bersyukur atau tidak, yang jelas Marlee yang memanggil namanya kemudian berhasil membuat ia menoleh hingga memecah keheningan.

"Gue boleh nanya?" Marlee bertanya dengan pandangan lurus ke depan. "Lo yang... itu-nya Zekair, ya?"

"Maksudnya, Kak?"

"Sorry," Mark terkekeh sejenak, "maksud gue, sahabat kecilnya Zeka, yang...." Laki-laki itu menggantungkan ucapannya.

Klea langsung paham apa maksud Marlee, lalu mengangguk-angguk. "Iya, yang dulu ketemu di Jogja."

"Dia cerita banyak sama gue. Sebelum kenal Jeff, Reyfan, sama Kean, dia lebih dulu kenal gue," ucap Marlee dengan santai, tanpa sadar jika kalimatnya sontak membuat mata Klea sedikit membulat.

"Berarti... lo kakak kelasnya Zekair dari SMP?"

"Lebih dari itu, gue sama dia kenal sejak di Amerika. Papa kita saling kenal di tempat kerjanya, dan mereka sama-sama ketemu jodoh orang Indonesia." Marlee memberi jeda sejenak untuk tersenyum. "Bedanya, gue udah pasti pindah ke sini─ maksudnya, ya, benar-benar udah menetap. Kalau Zekair kan belum, dia bakal pindah lagi nanti."

Kisah Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang