15. Di Rumah Kedua

166 28 2
                                    

Terakhir sebelum memasuki kamar, Klea sempat melihat Zekair sedang sibuk dengan laptopnya di sofa ruang tengah, sementara El sudah terlelap dengan posisi kepala yang berada di pangkuan Zekair. Dan kini setelah makan malam, Klea memutuskan untuk berdiam di kamar sambil membuka buku Bahasa Inggrisnya, mengerjakan tugas yang hari ini diberikan dan akan dikumpulkan hari Selasa mendatang. Kebetulan juga papa dan mama Zekair sedang pergi keluar entah ada keperluan apa.

Hanya perlu beberapa menit untuk selesai mengerjakan, Klea lalu membuka halaman paling terakhir buku tulisnya. Ia merangkai beberapa kalimat di sana sambil mengerucutkan bibir diiringi napas berat, serta dengan posisi kepala bersandar pada lengan yang terlentang di atas meja.

Gerakan pada tangan Klea lantas berhenti tepat ketika pintu kamar diketuk. "Masuk aja, Je," sahut Klea seraya buru-buru menutup buku tulis dan kembali membuka buku paketnya, seolah-olah belajar adalah hal yang ia lakukan sejak tadi.

Sementara itu, Zekair menyembulkan kepalanya terlebih dahulu pada pintu yang sejak tadi sudah terbuka sedikit untuk memastikan di mana posisi Klea. Laki-laki itu lantas membuka pintunya lebih lebar dan segera duduk di pinggiran ranjang yang memang cukup dekat dengan meja belajar tempat Klea duduk.

"Apa?" tanya Klea sambil memutar tubuh untuk dapat menatap Zekair lebih leluasa.

"Lagi ngapain?"

"Ngerjain PR."

"Yang tadi?"

"Hm-m." Klea kembali menghadap depan dan berpura-pura sibuk menulis di buku paket. Dari ekor matanya, ia sadar bahwa laki-laki di sana sedang memandanginya diam-diam. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena Zekair segera berdeham dan kembali berdiri.

"Ya udah, lanjutin. Gue sama El mau masuk ke kamar. Pintu sama pagar udah gue kunci karena Mama sama Papa bakalan pulang malam. Kalau lo mau minta kunci, ke kamar gue aja. Gue belum tidur," kata Zekair sebelum keluar dan kembali menutup pintu kamar yang Klea tempati, sementara Klea hanya mengangguk sambil menoleh sekilas untuk menatap kepergian Zekair. Lagi pula, tidak mungkin Klea keluar rumah tanpa alasan di saat jam hampir menunjukkan pukul sepuluh malam seperti sekarang.

Sore tadi, Klea jadi pergi bersama Zekair meski sekadar menelusuri kota seperti apa yang telah direncanakan. Mereka hanya menyempatkan mampir ke taman kota yang letaknya tak jauh dari sekolah mereka hanya untuk membeli dua bungkus cilok, lalu melanjutkan perjalanan, atau lebih tepatnya langsung pulang karena mama Zekair yang memberi kabar bahwa beliau mendadak pergi bersama papa. El tidak mau diajak, maka dari itu Zekair dan Klea harus segera kembali ke rumah.

Klea sempat melemparkan sebuah pertanyaan kepada Zekair di perjalanan tadi. Lebih tepatnya, ia hanya ingin memastikan ucapan mama Zekair ketika sedang di dapur beberapa saat sebelum mereka pergi. "Mama bilang, lo udah punya pilihan jurusan buat kuliah nanti ya, Je? Mau jurusan apa?" tanyanya demikian, sementara Zekair tidak langsung menjawab dan terdiam beberapa saat.

Laki-laki itu lantas menaikkan kedua bahunya dan membalas, "Nggak tahu. Gue belum yakin."

"Kalau kampusnya, lo udah ada incaran?"

"Belum. Gue nggak mau musingin hal yang masih lama terjadi kayak gitu."

Klea merasakan suasana hati Zekair mulai berubah sejak melontarkan kalimat tersebut. Diiringi senyum tipis, akhirnya ia mengangguk paham. Lalu keheningan menyelimuti keduanya cukup lama. Padahal Klea ingin sekali bertanya lebih jauh mengenai itu mumpung berdua saja dengan Zekair, tetapi Zekair sendiri justru tampaknya tidak berminat.

Tak berselang lama setelah Zekair keluar kamar, Klea pun berdiri untuk mematikan lampu dan bergegas melompat ke atas kasur. Ia memejamkan mata dan mulai berkelana di alam mimpinya, tanpa sadar jika beberapa menit setelah dirinya tertidur pulas, ada seseorang yang diam-diam masuk ke kamarnya hanya untuk membaca susunan kalimat di halaman belakang buku Bahasa Inggrisnya tadi.

Kisah Bulan JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang