Awan kelabu yang menggantikan langit jingga sejak sore tadi berhasil menurunkan air dengan deras tepat saat Klea memijakkan kaki di depan rumahnya. Sudah pukul setengah 8 malam. Gadis itu mendongak sebentar sembari menutup pagar, untuk kemudian membuka pintu rumah yang dikunci karena memang tidak ada siapa-siapa di dalamnya.
Akhirnya, sofa di ruang tengahlah yang menjadi sasaran tubuhnya mendarat. Langit-langit ruangan tersebut menjadi arah pandang Klea saat ini. Masih dengan jaket yang melekat di tubuh, ia rebahan dengan helaan napas berat yang sesekali lolos. Berikutnya, ponsel yang bergetar di saku membuat Klea sedikit tersentak dan buru-buru mengangkat teleponnya. "Hal─"
"GUE PENGEN NGOMONG KASAR, NIH. TAPI KARENA LO CEWEK, YA UDAH! GUE TAHAN SEBISA MUNGKIN."
"Lo kenapa dah tiba-tiba marah kayak gitu?"
"Kenapa, lo bilang? Enak banget ngomong 'kenapa' dengan seenak jidat, kawanku yang satu ini."
"Loh, benar, kan? Lo tiba-tiba marah sementara gue nggak tahu sebabnya apa."
"Makanya, jadi orang tuh jangan cuek-cuek. Lo tadi dari minimarket pakai headphone nggak, sih?"
"Enggaklah. Malu yang ada guenya ke minimarket pakai headphone."
"Terus telinga lo disumpel apaan sampai gue teriak-teriak segede toa masjid aja lo nggak dengar?!!"
"Lo... manggil gue?"
"Anj─ noh kan, hampir kelepasan gue. Kesel banget habisnya. Bodo! Gue nggak mau minta maaf."
Klea memecah tawanya, sama sekali tak merasa berdosa. "Serius lo manggil gue? Di mana?"
"Gue di depan minimarketnya tadi, Jekleeee. Posisinya kayak lo yang hampir gue bunuh pas dulu, tuh. Kayak gitu."
"Terus lo manggil gue buat apa?"
"Mau nebeng pulanglah. Lo kan bawa payung."
"Dan lo nggak lari nyamperin gue biar bisa pulang bareng?" sambung Klea membuat lelaki di seberang telepon sana terdiam. "Please, deh. Jangan bilang lo kagak mau hujan-hujanan."
"Bukan nggak mau, dodol. Gue lagi nggak enak badan."
Seperti biasa, intonasi Jeff yang mendadak merendah selalu membuat Klea yakin jika laki-laki itu sedang serius. "Terus lo masih di sana, nggak? Gue jemput, deh."
"Sayangnya, ada orang lebih baik yang datang setelahnya."
"Bener? Lo udah di rumah nih berarti?"
"Lo nggak mau nanya siapa orangnya, Kle?"
"Emang siapa?"
"Zekair," jawab laki-laki itu yang kontan membuat Klea diam. "Heh! Jangan langsung bengong, ya elah. Sedalam apa sih cinta lo sampai dengar namanya doang aja berasa dunia berhenti berputar?"
"Apa, sih." Klea berdecak dengan seringaiannya, "Lagi pula rumahnya jauh, kali. Ngapain tiba-tiba ke minimarket di sini? Jadi, gue nggak percaya."
"Ck. Dia nitip sesuatu buat lo nih, ada di rumah gue. Kata Zekair, dia disuruh Mamanya, tapi karena kebetulan ketemu gue, dan dia takut ganggu lo, terus udah malam juga katanya, jadi ngasihnya ke gue. Kalau mau nerima, silakan lo datang ke rumah gue. Sampai satu menit ke depan belum diambil, fix, gue yang buka."
"Janganlah!" Klea membalas ngotot. Kemudian, ia berpikir selama beberapa detik sebelum akhirnya menjawab, "Lo keluar pagar, ya. Gue juga keluar pagar. Gue nggak bisa kalau ke rumah lo, nggak ada orang di rumah soalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Bulan Juni
Teen Fiction[COMPLETED] Seusai itu, ada banyak sekali sesuatu dalam dirinya yang membuatku sukar untuk kembali mengenalinya. Waktu demi waktu rupanya terus berlalu, hingga kisah pertemuan bertahun-tahun yang lalu telah berubah menjadi kisah lampau, dan membuat...