"Lo lupa, ya, kalau gue pernah bilang mau ngajak lo jalan ke tempat mana pun yang lo mau? Spesial ulang tahun lo meskipun udah lewat."
"Gue... lupa." Klea menampilkan barisan giginya yang rapi meski lawan bicaranya tak akan bisa melihat itu karena Klea sedang duduk di boncengan Zekair. Diam-diam ia berusaha mengingat kapan saat Zekair mengucapkan kalimat tersebut. Berlibur ke Jogja sudah berhasil membuat Klea terlampau bahagia sehingga ia lupa tentang Zekair yang akan mengajaknya jalan ke tempat mana pun. "Tapi, gue nggak tahu pengen ke mana, Je."
"Benar nggak ada pikiran mau ke suatu tempat, gitu?"
"Iya." Klea mengangguk-angguk. "Ke Jogja lagi aja, yuk? Gimana?"
"Nggak gitu juga, dodol." Zekair tergelak, bisa Klea lihat dari boncengan bagaimana pipi laki-laki itu sedikit melebar setelahnya. "Gue yang dimarahin Ayah nanti, bawa-bawa anak ceweknya ke tempat yang jauh."
"Gue pikir lo udah lupa sama itu karena, ini kan... udah lewat berapa hari dari ulang tahun gue."
"Kalau udah ngomong, nggak mungkin gue lupa." Zekair kini menepikan motornya di pinggir jalan dekat dengan tanah kosong yang luas. Tempat ini jauh dari keramaian kota, akan tetapi banyak warga yang hadir di sana meski hanya sekedar duduk-duduk. "Udah pernah ke sini, belum?"
Hanya menggeleng yang bisa Klea lakukan sebagai jawaban. Tidak ada hal yang spesial atau khusus dari tempat ini, tapi Klea berhasil dibuat termangu dengan keluasannya. Sementara itu, Zekair tidak berucap apa-apa. Setelah mengunci stang motornya, ia segera berjalan memasuki wilayah tanah yang luas tersebut. Banyak orang-orang yang tampak duduk di rerumputan itu tanpa alas.
"Pertama kalinya gue ke sini itu pas kelas sepuluh, ada turnamen bola lawan sekolah lain." Zekair mengedarkan pandangannya sejenak. "Dulu belum kayak gini tempatnya. Yah, meski kelihatan sama aja, tapi sekarang perlu gue akui kalau tempatnya lebih bagus."
"Bedanya apa?"
"Kayak apa yang lo lihat sekarang, ini tempatnya jadi kayak tempat wisata, banyak dikunjungi orang sekitar. Dan kursi panjang yang banyak itu, dulu belum ada. Udah jarang buat main bola, kayaknya."
Klea mengangguk-angguk paham, kemudian tersenyum sambil ikut mengedarkan pandangannya.
"Kadang kita perlu ke tempat-tempat sederhana kayak gini, Kle."
"Alasannya?"
Zekair berpikir sebentar. "Alasannya... karena siapa tahu, justru malah di tempat yang kayak gini kita nemu cerita yang mengesankan," jawabnya kini sembari memposisikan diri untuk duduk di rerumputan asal, diikuti oleh Klea.
"Terus, lo udah nemu cerita yang mengesankan dari tempat ini?"
"Udah." Zekair mengangguk. "Coba lo lihat anak kecil dua itu, yang lagi kejar-kejaran."
"Kenapa?"
Zekair menggeleng. "Lucu," jawabnya singkat, kemudian terus memandangi ke mana dua anak kecil tadi berlarian. "Dulu gue pikir, lo bakal punya adik lagi, Kle."
"Iya, dulu hampir."
"Hampir?" Zekair langsung menoleh, membuat Klea mengangguk sambil tertawa kecil.
"Bunda pernah hamil lagi, dulu banget, tapi keguguran. Dan entah, gue nggak tahu apa alasannya, setelah itu rahim Bunda harus diangkat. Itulah yang jadi sebab kenapa gue nggak punya adik sampai sekarang," jelas Klea, lalu dibalas anggukkan paham dari lawan bicaranya. "Emang kenapa kalau gue punya adik?"
"Nanti kan ada Niana sama Jeje season dua," balas Zekair yang berhasil membuat Klea tertawa. "Kle, gue pergi lagi nggak apa-apa, kan?"
Klea tahu jika kini Zekair sedang memandanginya dari samping secara lekat, seperti biasanya, untuk menunggu jawabannya. Namun, entah mengapa pertanyaan Zekair justru malah membuat Klea diam seribu bahasa, seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan dengan jawaban paling sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Bulan Juni
Teen Fiction[COMPLETED] Seusai itu, ada banyak sekali sesuatu dalam dirinya yang membuatku sukar untuk kembali mengenalinya. Waktu demi waktu rupanya terus berlalu, hingga kisah pertemuan bertahun-tahun yang lalu telah berubah menjadi kisah lampau, dan membuat...