Sabrina bukan tipe orang yang suka berdandan. Tapi, mengoleskan sedikit liptint ke bibirnya bukan suatu hal yang berlebihan, bukan? Ia merapikan seragamnya yang sedikit kusut kemudian mengambil tas yang sempat ia taruh di westafel dan keluar dari kamar mandi untuk berjalan ke parkiran.
Ia berjalan menuju parkir mobil dimana kendaraannya terparkir di sana. Bagaimanapun statusnya, ia tetap tidak mau dibedakan dengan orang lain. Intinya, Sabrina tidak ingin diistimewakan.
Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Waktu sudah lewat hampir sepuluh menit. Tapi, yang ditunggunya belum juga muncul.
Apa Aksa gak parkir di sini ya? Kali aja dia bawa motor pikirnya.
Ia buru-buru masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya. Matanya berkeliaran melihat sekeliling untuk mencari keberadaan cowok itu.
Senyumnya terbit saat melihat Aksa baru saja memakai helm dengan badan sudah standby di motor besarnya. Tak lama setelah itu, motor tadi melewati mobilnya. Ia mengikuti arah Aksa mengendarai motor dari belakang, tak lupa menciptakan jarak.
Ketika di tengah perjalanan, Sabrina menghentikan mobilnya saat motor di depannya tiba-tiba saja berhenti. Ia mengernyitkan dahi saat melihat Aksa turun dan berjalan mendekati lelaki paruh baya yang duduk di pinggir jalan menanti kemurahan hati siapa saja.
Tampak cowok itu memberikan beberapa lembar uang setelah sebelumnya merogoh saku celananya. Ia juga tampak berbicara kepada kakek itu. Entah apa yang dikatakannya.
Tanpa sadar bibir Sabrina melengkung. Membentuk senyum tipis menawan.
●●●
Jam masih menunjukkan pukul 06.10 saat Sabrina sudah berdiri di depan pintu kelas dengan label menggantung bertuliskan XI MIPA 4. Dengan ransel masih di punggung-yang artinya ia belum ke kelasnya dan langsung menuju ke sini.
Suara derap langkah menggema jelas di koridor karena ini masih pagi dan belum terlalu banyak siswa yang datang. Sabrina meneguk salivanya. Kenapa ia jadi gugup begini?
Ia menahan senyumnya saat orang yang ia tunggu-tunggu tampak berjalan kearahnya-bukan, ke kelasnya.
Dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana, Aksa berjalan tanpa ekspresi. Tatapan matanya yang tajam bak elang mampu membuat Sabrina seperti kehilangan pijakannya sendiri meskipun tatapannya tidak mengarah kearahnya.
Ia melongos saat Aksa melewatinya begitu saja dan berbelok masuk ke kelasnya. Menatapnya sekilas pun tidak.
"Semangat, Sabrina." Ia menyemangati dirinya sendiri.
Ia membalikkan tubuhnya dan ikut memasuki kelas Aksa. Dan kebetulan sekali, hanya ada Aksa yang duduk di bangku paling pojok belakang sendiri. Tepat di bawah jendela.
Sembari berjalan pelan, Sabrina berdehem untuk memastikan bahwa suaranya masih normal sampai di samping meja cowok itu.
Ia tidak bisa menahan senyumnya saat Aksa menyempatkan mengangkat kepalanya sebentar sebelum kemudian menekuri buku di hadapannya kembali. Benar-benar mengabaikan keberadaannya yang jelas-jelas sudah kentara sekali ingin mengajaknya bicara.
Sabrina menaruh sekotak susu rasa coklat di depan Aksa, "Ini buat Kamu."
"Bawa aja. Gue gak haus." Acuhya tanpa menoleh. Direspon seperti itu, Sabrina manatap Aksa tak percaya.
Ia mengepalkan kedua tangannya seraya menatap ke atas guna meredakan rasa jengkelnya.
"Yaudah. Diminum nanti aja." Ia memaksakan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abisso D'amore [Completed]
FanfictionSeharusnya Sabrina sadar, masuk ke kehidupan lelaki sedingin Aksa sama saja dengan menentang sebuah resiko. Namun, apapun demi mimpinya, begitu dulu prinsipnya. Rela dengan segala konsekuensi, termasuk membiarkan hatinya diam-diam jatuh dalam pesona...